Bab 1 : Fourteen

612 109 14
                                    

Butiran air langit itu serempak jatuh, menabraki jendela, menyerobok ingin masuk ke dalam walaupun terhalang dinding kaca.

Lino berdiri memandang ke luar dengan tatapan penuh guratan rasa ragu dan takut. Hatinya terus meracau tak menentu dengan berbagai asumsi buruk terus menyambangi.

Bagaimana ini?

Ia lantas menoleh ke belakang, menemukan Julian yang duduk di kursi tunggu dengan kepala tertunduk, sedang kedua tangannya terus menautkan jari dengan gerakan tak tentu; risau hati melandanya. Sejak tadi ia terus begitu dan hanya sesekali mengangkat wajah untuk memastikan bila pintu kaca dengan tulisan IGD di depannya belum juga terbuka.

Jika diingat kembali, 6 bulan 3 minggu adalah usia kandungan Mila saat Felix dilahirkan.

Ya, bocah kelas 6 SD itu terlahir prematur lantaran sang ibu yang terlalu kelelahan bekerja, dan didorong faktor terlalu banyak pikiran pula. Bayi Felix pun beratnya hanya berkisar 1kg lebih beberapa ons saja, sebab itu juga harus tidur dalam incubator selama beberapa bulan diawal kelahirannya.

Pada masa pertumbuhan, Felix sebenarnya tak pernah menunjukan perbedaan sama sekali atau hal janggal lain, ia tumbuh khalayaknya anak yang lahir dengan usia janin terhitung normal. Terlihat sehat dan juga aktif.

Tapi kemudian sesuatu terjadi di usia kelima tahunnya; saat ia tak sengaja jatuh dari tangga karena terpeleset lantaran bermain petak umpet dengan kakaknya, Lino. Saat itulah Felix sempat tak sadarkan diri serta dirawat di Rumah Sakit selama beberapa malam, dan karena kejadian tersebut kelainan pada katup jantungnya ditemukan.

Hal itu juga yang menjadikan alasan kenapa Felix tak pernah diijinkan oleh Kenan bermain ke luar rumah, atau pergi tanpa pengawasan kakak-kakaknya.

Anak bungsu di keluarga Giandra tersebut hanya akan pergi keluar hunian untuk sekedar bersekolah saja, sisanya cuma ia habiskan waktunya di dalam rumah. Felix pun akan mengawali sekaligus mengakhiri harinya dengan serangkai obat yang wajib diminum. Terus begitu dari hari, ke minggu, ke bulan hingga tahunan tiada henti.

Kendati demikian Felix selalu menjadi yang utama dimanjakan oleh sang ayah, dan tentu saja apa yang diinginkannya pasti diberikan. Apapun itu.

"JULIAN! LINO!" mendadak suara seorang wanita membuyarkan lamunan keduanya tentang adik mereka. Dan di sana dari ujung lorong terlihat Mila serta Kenan tengah berlarian mendekat.

"Bunda," ucap Julian sembari berdiri, begitu juga si adik yang berjalan serta mengambil posisi di sisinya. Namun siapa sangka dengan apa yang terjadi setelah kedua orang tuanya itu sampai di depan mereka?

PLAAKK!!

Satu tamparan keras tanpa aba-aba melayang begitu saja dari telapak tangan sang ayah, menyambangi wajah si tengah tanpa adanya ucapan atau sepatah katapun sebagai peringatan. Pula tentu saja perangainya barusan membuat sang istri maupun si sulung terkejut bukan main.

"LINO!" teriak Julian saat adiknya itu tersungkur ke lantai, dan disusul dengan jeritan kaget dari Mila setelahnya.

"MAS!" bentaknya pada Kenan seketika.

"INI PASTI ULAHMU!" tunding si pria tanpa ragu sembari mengangkat jari telunjuknya ke depan wajah si anak.

"Bukan!" bantah si sulung seketika, ia tentu tak rela adiknya selalu dijadikan kambing hitam atas semua masalah yang ada. Ia kemudian berdiri di depan Lino setelah membantunya bangun dari lantai tadi.

Tubuh tinggi Julian nampak menjulang tegap bagai dinding perisai untuk Lino. Kedua tangannya pun setengah terkembang seolah memastikan jika dirinya memang tak ragu untuk menghalau apapun yang akan dilontarkan sang ayah sebagai bentuk gertakan. Hingga pemuda itu bisa merasakan adanya tangan mungil yang tangah merenggut belakang bajunya, disertai suara mencicit kecil memanggil namanya, "Kakak ..."

Wake Me Up When September End's ✓ [Lee Know, Juyeon, and Felix]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ