MILAGRO || 21

10.3K 3K 2K
                                    

21. Tiga Serangkai

•••

Dua tahun lalu..

"Wihhh, ada apa nih?"

Raefal menghentikan laju motornya diiringi seruan dari Arion yang berada di jok belakang. Diikuti motor lain berhenti di sampingnya saat jalan yang biasa mereka lalui ke sekolah terhalang pengunjuk rasa.

"Sekarang 1 Mei, kan?" tanya Arion yang jelas tahu jawabannya. "Demo buruh."

Ketiga cowok itu saling lirik. Seakan satu otak, senyuman penuh arti terbit di bibir tiga serangkai itu. Mereka langsung membawa motor ke tepi lalu membuka masing-masing kemaja, menyisakan kaos yang melekat di tubuh. Menjejalkan kemaja itu ke tas masing-masing.

"Mantap, lah! Daripada pusing ulangan matematika mending turun ke jalanan! Kuy, lah!"

Axelle paling semangat, sudah lebih dulu bergegas disusul Raefal dan Arion. Mereka ikut berbaur dengan para aksi demo yang didominasi buruh juga mahasiswa. Dengan segala spanduk dan orasi yang terus mengalun. Mereka ikut bersorak seperti yang lain. Agak main kucing-kucingan juga sama polisi.

Tak sengaja, ekor mata Raefal menangkap seseorang di seberang jalan. Tengah memungut sesuatu yang berjatuhan di aspal.

"Anjir?!" Saat sedang asyik berteriak-teriak, Axelle terkejut saat rambutnya ditarik. Merasa sakit di akar-akar rambut karena ulah teman kampret nya.

"Woelah, Rae! Ini rambut gue rontok woi! Gimana mau direkrut jadi iklan sampo kalau botak!"

Arion yang melihat arah pandang Raefal, menyadari sesuatu. Dia pun bergegas mendekat dengan Raefal yang menyeret Axelle ke sana, tanpa mengindahkan segala protesan Axelle.

"Sial, Rae! Rambut gue sakit, anying!" Axelle mengelus-elus kepalanya. Siap menyerang Raefal namun atensinya lebih dulu teralih.

"Heh, om! Kalem dong. Marah-marah bae!" kata Axelle tepat di samping bapak-bapak di atas motor yang tengah memarahi seorang nenek.

"Makanya nek! Kalau jalan lihat-lihat!" Si bapak tak mau mengalah.

"Bapak yang nyerempet, kok malah nenek ini yang disalahin?" Raefal membalas, dia melihat kalau posisi si bapak yang salah. Sedangkan Arion sudah membantu sang nenek memindahkan kue-kue tradisional itu ke wadahnya.

"Siapa suruh mau nyebrang gak lihat-lihat. Mana jalan penuh sama para aksi!"

"Minta maaf!" titah Axelle.

Namun, si bapak tak peduli. Langsung tancap gas begitu saja membuat Raefal dan Axelle hendak mengejar. Tapi, si nenek lebih dulu menahan.

"Sudah. Biarkan saja. Nenek nggak apa-apa."

"Kalau gue ketemu sama tuh orang, gue slepet juga tuh muka nyolot nya!" dendam Axelle. Tak pernah merasa takut kepada siapapun.

Raefal bergabung dengan Arion, ikut membereskan. Setelah selesai, mereka membawa nenek tua itu ke bahu jalan. Di tempat teduh.

"Xell, beli minum," titah Raefal.

"Siapp. Bentar ya nek, saya beli dulu minum."

"Nenek gak apa-apa? Ada yang luka?" Arion memastikan.

Deru napas si nenek agak kencang, sepertinya terkejut dengan kejadian tadi. Wajahnya terlihat sangat lelah dengan keriput menghiasi. Baju kebaya khas zaman dulu terlihat robek di beberapa bagian, namun ditambal dengan kain random.

"Nggak apa-apa," jawabnya dengan senyuman.

Raefal taksir, usia nenek ini ada di angka 60-an.

"Nek, boleh saya lihat tangannya?"

MILAGROWhere stories live. Discover now