MILAGRO || 26

8.6K 2.6K 1.1K
                                    

26. Trauma, Rasa Sakit, dan Harapan

•••

Kedua tangannya dibalut dengan pembalut tipis guna melindungi urat dan otot saat menghantamkan tinju pada samsak. Tak hanya tinju, kakinya pun ikut serta memberikan tendangan. Sedangkan wajah dan sekujur tubuhnya sudah basah dibanjiri keringat. Namun tak ada tanda dia akan mengakhiri aktivitas melelahkan itu padahal sudah ber-jam-jam berlalu.

Diawal pukulannya begitu kuat, pertengahan mulai melemah, sampai akhirnya meleset karena emosi yang begitu membludak tak bisa terkontrol lagi. Terlebih saat sekelebat bayangan seseorang yang berhasil membuatnya menjadi gila.

Seorang cowok yang berhasil menempatkan dirinya pada situasi dan kondisi yang begitu menyakitkan seperti ini!

"Arghhh!"

Pukulan terakhir begitu memilukan, sebelum akhirnya dering ponsel untuk yang kesekian kalinya mengalun mengalihkan atensi.

Cewek itu diam menatap layar menampilkan kontak sang penelpon. Setelah mati, dia masuk ke dalam chat room untuk membaca pesan yang dikirimkan.

Mamah
| Astaga mamah kira kamu ada di rumah, pas cek ke kamar gak ada
| Kamu dimana? Ini jam 5 pagi
| Pulang. Sekolah!
| Jangan bikin khawatir!

Mematikan ponsel, cewek itu masukkan ke dalam saku dengan kasar. Berusaha mengatur napasnya yang memburu, dia keluar dari ruangan remang itu sembari melepas balutan kain di kedua tangannya.

•••

Karena kedekatan dua murid yang bertolak belakang secara tiba-tiba, membuat warga sekolah cukup gempar. Yang tadinya sejauh bumi dan langit, malah menjadi sedekat nadi. Yang tadinya berjauhan ketika berjalan, sekarang malah berdekatan berjalan beriringan.

"Xell, apa yang mau lo lakuin sekarang?" tanya Raefal tiba-tiba. Melemparkan susu kotak ke dalam tempat sampah di depan kelas 1A-5.

Jujur, hampir setiap malam Raefal tidak bisa tidur dengan nyenyak. Dia khawatir. Memikirkan hari demi hari yang bergulir begitu cepat disaat dirinya belum melakukan hal yang berguna.

Axelle otomatis merangkul pundak Raefal saat melihat wajah gusar sahabatnya. "Gue mau lakuin apa yang belum sempat gue lakuin lah, bray. Jangan buang-buang waktu lagi."

Mendengar hal itu, Raefal balas tersenyum tipis. Melirik pergelangan tangan dalamnya di mana angka ajaib itu terus bergerak mundur.

Didetik kemudian, Raefal menyadari sesuatu lalu menyingkirkan tangan Axelle dari pundaknya dengan tatapan datar.

"Emang bestai ye lu!" sungut Axelle.

Belum ada tiga langkah, Raefal berhenti. Membuat Axelle ikut menyetop langkahnya, heran dengan apa yang dilakukan Raefal secara tiba-tiba.

"Kenapa?"

"Bukannya dia..."

Selepas mendorong kacamata bulatnya yang melorot, Axelle mengikuti arah pandang Raefal. Mendongak, melihat ke arah gedung seberang, tepatnya di lantai tiga, terdapat seorang cewek tengah berdiri dengan tatapan kosong.

"Lo mau kemana?" Raefal sedikit meninggikan suara saat Axelle merubah haluan. Raut herannya berganti terkejut, dengan repleks langsung menangkap tas yang dilemparkan Axelle dengan seenak jidat.

"Bangku depan!" teriak Axelle sebelum hilang di belokan, berlari di lorong yang menghubungkan gedung A dengan gedung B.

Raefal mengembuskan napas, menggeleng kecil dengan kelakuan cowok yang terperangkap di tubuh Mega. Ntah apa yang akan dilakukan seorang Axelle Reynold. Raefal lihat, dia sangat tertarik dengan cewek yang masih berdiri di lantai tiga sana.

MILAGROWhere stories live. Discover now