MILAGRO || 04

14.4K 3.5K 1.1K
                                    

04. Kotak hitam kecil

•••

"Bagus. Pertahankan prestasi kamu, Gara. Ayah yakin kamu bakal jadi orang yang sukses dan punya masa depan yang cerah."

Gara tersenyum lalu mengangguk. Merasakan usapan penuh rasa bangga di kepalanya. Tidak sia-sia Gara mengorbankan banyak waktunya untuk terus belajar, salah satunya untuk menyambar juara olimpiade matematika se-nasional ini.

Adam mengembalikan sertifikat beserta trofi pada Gara. Lalu tangannya menepuk pundak Gara sebanyak dua kali. Sorot mata Adam begitu bersyukur memiliki anak seperti Gara.

"Istirahat dulu. Nanti sore sampai malam kamu ada les kimia dan piano."

"Iya, Yah."

"Miris banget gue liat lo, Gar."

Dua lelaki beda generasi itu seketika menoleh saat ada suara yang menginterupsi. Di mana Raefal sudah berdiri sambil menyandar di tembok dengan kedua tangan terlipat di depan.

"Maksud lo apa?" balas Gara tidak terima.

"Lo bukan robot, Gar. Dituntut buat bisa semuanya. Lo harus nikmatin masa muda lo yang cuma sekali ini."

"Menikmati masa muda cuma buat merusak masa depan, buat apa? Biar kayak lo?" tajam Gara begitu menohok.

Tanpa sadar kedua tangan Raefal mengepal kuat. Tapi cowok itu berusaha untuk tetap tenang sembari mengusung senyum.

"Tapi akhirnya gue bisa hidup bahagia. Sebagai manusia," seru Raefal melirikan ekor matanya ke arah Adam.

"Bahagia untuk terlihat baik-baik saja di depan orang lain," ujar Adam. "Gara nggak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti kamu Raefal."

Raefal menganggukkan kepala, menanggapi perkataan Adam setenang mungkin. Tidak ingin tersulut emosi dan kelepasan. Sisi buruk Raefal, mudah emosi dan melayangkan tonjokan.

"Bukannya lo udah gak diizinin nginjekin kaki di sini?"

"Lo gak kangen kakak lo, Gar?" goda Raefal. "Padahal gue kangen nonjok lo."

Rahang Gara mengeras, dia sudah siap maju hendak menyerang Raefal namun lengannya lebih dulu ditahan Adam. Pria itu tidak ingin ada keributan di rumahnya. Apalagi perkelahian kedua anaknya.

Melihat tatapan Adam tidak seperti biasanya, Raefal mengerti. Cowok itu memberikan senyuman terbaiknya pada Adam.

"Oke, Yah. Ke sini juga cuma mampir buat ambil barang yang ketinggalan, kok," jelas Raefal menunjukkan satu kotak hitam kecil. Lalu memasukkan kembali ke dalam saku jaket.

"Gue harap lo cepet sadar dan bisa nemuin kebahagiaan lo, Gar," pesan Raefal sebelum melenggang pergi dari hadapan mereka.

Gara hanya terdiam. Melihat Raefal yang semakin menjauh dan menghilang tenggelam di pintu. Adam menepuk-nepuk bahu Gara, sorot matanya seolah memberitahu kalau semuanya akan baik-baik saja.

"Wahh." Raefal memukul dadanya. Kenapa rasanya sesak sekali. Padahal, hal seperti ini sudah biasa Raefal hadapi. Tapi ntah kenapa kali ini terasa berbeda, seakan Raefal benar-benar tidak bisa menginjakkan kakinya kembali di rumah ini.

Berdiri di depan rumah dengan kedua tangan bersarang di saku jaket, Raefal mengambil udara banyak-banyak. Lalu setelah paru-parunya terisi penuh dia mengembuskannya kembali.

Raefal jadi penasaran, jika dirinya mati satu hari nanti, apa ayah dan adiknya akan merasakan sedih? Hancur? Kehilangan?

Atau, malah bahagia karena beban keluarga mereka sudah berhasil dihilangkan selamanya?

MILAGROWhere stories live. Discover now