Dan sekarang yang perlu ditanyakan adalah, di mana ada perempuan yang rela melihat seseorang yang disayanginya telah melakukan kontak fisik walaupun itu hanya kemauan salah satu, pihak? Tentu jelas Alana merasakan sakit hati. Dan pikiran overthinking lainnya timbul dalam pikirannya.

"Kamu kira dengan bertanya seperti itu bisa membuat hatiku, adem?"

"Kan aku juga nggak membalas pelukan, dia?"

Alana mendengus dengan kesal, "dia nggak mungkin mau meluk kamu begitu aja kalau kalian nggak punya hubungan di luar, itu?"

Gilang tersenyum lesu, "maksud kamu, apa? Kamu nuduh aku, selingkuh?"

"Aku nggak pernah bilangin kamu kayak gitu!"

"Lalu, mau kamu, apa?"

Alana semakin kesal. Mood swingnya tidak karuan. Alana kewalahan menghadapi dirinya sendiri. Sebenarnya, untuk apa berdebat dengan Gilang? Dan juga sebenarnya, apa mau dirinya?

Terdiam cukup lama sehingga membuat Gilang langsung memeluk tubuh ringkih milik Alana. Alana bisa merasakan jika Gilang telah menghembuskan nafas besarnya.

"Aku lagi nggak enak hati, kamu diam aja. Jangan bergerak. Aku cuma butuh meluk kamu aja supaya nggak enak hati ini hilang,"? Begitu kata Gilang dengan lembut sembari mengelus puncak kepala Alana dengan sayang dan tangan lainnya telah mengelus punggung Alana dengan lembut.

Alana menenggelamkan kepalanya pada dada bidang milik Gilang. Sebesar apapun bilang membuat kesalahan, tetap saja rasa nyaman itu selalu ada pada Gilang. Alana semakin menyerukkan kepalanya. Menikmati setiap detik aliran rasa pelukan nyaman yang disalurkan oleh Gilang untuknya.

"Please, jangan marah. Sekalipun aku nggak pernah punya rasa sama perempuan-perempuan yang di luar sana. Aku cuma punya kamu," Gilang berkata seperti itu sembari mengelus puncak kepala Alana dengan sayang.

"Mau sebanyak apapun perempuan-perempuan yang mencoba untuk masuk, pemenangnya tetep kamu Alana. Alana yang galak dan banyak kurangnya," kata Gilang lagi yang membuat Alana langsung menatap tajam karena kalimat terakhir Gilang.

"Jangan marah ya. Ayo kita sholat bareng," begitu kata Gilang yang membuat Alana emosinya sedikit semakin mereda.

Sebelum masuk ke dalam kamar mandi, Gilang juga mencium puncak kepala Alana dengan lembut. Kemudian, kedua tangan Gilang telah memegang wajah Alana. Lalu menghapus guratan yang ada di dahi perempuan itu, "jangan sering mengguratkan dahi, cepet tua loh nanti istriku,"

Perkataan manis itu malah membuat Alana, langsung spontan saja mendorong Gilang yang tanpa ancang-ancang langsung terdorong.

"Oh cari aja yang lebih muda dari aku," begitu kata Alana dengan kesal.

Gilang menghembuskan nafasnya lagi. Alana marah lagi? Padahal baru saja ia sekuat tenaga membujuk perempuan itu agar tidak marah. Namun Gilang salah besar. Seharusnya Gilang tahu jika perempuan itu memang sulit dimengerti. Pernah suatu hari, ia berjalan mengelilingi kota Bandung dengan Alana. Setelah itu mereka ingin pergi mencari makan. Tentu saja hal yang dilakukan pertama kali untuk Alana adalah menawari perempuan itu ingin makan apa.

Dan jawabannya tidak sesuai ekspektasi Gilang.

"Terserah," jawaban klasik para perempuan yang sudah menjadi legend.

Dan pilihan Gilang tentu saja jatuh pada pilihan kesukaannya yaitu soto ayam. Namun, ketika berbelok ke salah satu warung makan penjual soto ayam, Alana sudah mengomel tidak jelas. Dan Gilang juga tidak mau menyanggah omelan Alana karena percuma dan membuang waktunya dengan sia-sia. Disanggah pun seperti apapun perempuan tidak akan pernah mengerti.

Ya begitulah perempuan. Kata "sembarang" yang keluar dari mulut perempuan memang membahayakan.

Jadi untuk para laki-laki kalian harus berhati-hati dengan satu kalimat itu yang keluar dari mulut perempuan.

Tiba-tiba saja Gilang teringat bagaimana dirinya ketika masih berada satu pondok dengan Alana, laki-laki itu sangat menyukai perempuan itu. Karena Alana adalah salah satu perempuan yang paling berbeda di antara perempuan lainnya yang berada di pondok. Ketika semua teman-teman sekamar Alana menyukai dirinya--yang waktu itu, Gilang adalah guru ngaji termuda di pondok tersebut saat itu--hanya Alana lah yang memasang wajah judes di saat teman-temannya memandang Gilang dengan senyuman penuh.

Tentu saja hal itu menarik perhatian Gilang. Perempuan aneh. Setelah itu Gilang lebih sering memantau kegiatan perempuan itu ketika di pondok. Bagaimana mungkin ada perempuan sama menggemaskan Alana, itu? 

***

Extra Chapter

"Alana kamu beneran? Kalau kita ketahuan, gimana?" tanya salah satu teman Alana yang memasang wajah takutnya. Bagaimana mungkin teman Alana yang notabene mempunyai sikap yang lurus-lurus saja, sekarang Alana telah mengajaknya untuk membolos melewati pagar belakang pondok.

"Gue takut ketahuan kalau bolos."

"Tenang. Nggak usah takut. Suatu saat nanti, kamu bakalan kangen sama momen kayak gini," ucap Alana.

"Aku tegang."

"Orang kalau hidupnya lurus-lurus aja terus diajak belok dikit berasa kayak diajakin masuk neraka," ucap Alana dengan malas.

"Nggak gitu Alana. Ini firts time aku bolos di pondok,"

"Kamu perlu belokan dikit untuk belajar dari kesalahan yang pernah kamu lakuin dan belajar nggak mengulang kesalahan yang sama,"

Alana sudah menaiki tangga kayu yang sedikit usang namun masih terjamin kekuatannya. Sudah separuh tangga ia naiki ia memberhentikan langkahnya dan menoleh kebawah. Melihat temannya yang masih ragu dan ketakutan, ia kembali bersuara, "ayo cepetan naik. Keburu waktunya habis. Kesempatan nggak datang dua kali. Kamu perlu udara diluar pondok," begitu katany.

Alhasil, perkataan Alana itu mampu membuat temannya menaiki tangga itu walaupun masih tertanam keraguan dalam dirinya.

Dan Alana sudah biasa melakukan hal ini. Sudah biasa juga ia mendapatkan teguran dari guru ngajinya berkali-kali. Rupanya, hal seperti ini seperti sudah menjadi makanan Alana sehari-hari.

Disaat Alana dan temannya berhasil keluar dari pagar pondok tersebut, dua anak manusia itu tersenyum lega.

Belum sempat Alana melangkahkan kakinya, ada suara bariton yang menarik perhatiannya, "Alana mau kemana, ya?"

Siapa pemilik suara bariton, itu?

CINTA PALING RUMIT ( Update setiap Hari)Where stories live. Discover now