[58] Benar-benar berakhir?

146 16 9
                                    

"Kaca yang pecah tidak akan bisa kembali utuh seperti sedia kala. Kadang masih bisa diperbaiki, walau tetap ada perubahan di dalamnya. Namun, ketahuilah tidak semua tuan mau melakukan hal demikian. Ia merasa bahwa membuangnya lebih baik daripada terus melihatnya dan berujung dengan kecewa."

|Happy reading sayanggg|

Setibanya di mobil, Alvin langsung membawa Vita ke hotel tempat lelaki itu menginap selama berada di kota ini. Kini sejoli itu tengah duduk di sofa dengan posisi berhadapan.

Alvin tidak langsung membuka suara. Lelaki itu memilih untuk menunggu Vita merasa lebih tenang.

"Khem! Bisa Kakak jelaskan sekarang?" tanya Vita bersedekap dada. Gadis itu tidak lagi menggunakan kata lo-gue yang beberapa hari ini menghiasi kata-katanya.

"Aku bingung mulai dari mana," ucap Alvin jujur.

"Mulai dari kejadian di bandara tanggal 2 Juni 2020 pukul 10.00-13.00 lalu." ujar Vita tenang sembari terus fokus dengan ekspresi Alvin yang tampak tidak nyaman.

Alvin meringis, menyadari Vita yang masih sangat hapal dengan kejadian itu.
"Sehapal itu?" gumam Alvin pelan, namun masih dapat di dengar oleh Vita.

"Jelas aku ingat peristiwa-peristiwa yang aku alami, terlebih peristiwa menyakitkan oleh orang yang tidak pernah kusangka akan berbuat demikian sebelumnya." sarkas Vita.

"Astaga... Mulutmu Vit, sejak kapan jadi pedes gitu ngomongnya?" batin Alvin. Sedikit banyaknya, Alvin jadi tahu perubahan yang Vita alami selama satu tahun lebih belakangan.

"Soal itu, aku juga nggak ngerti sama jalan pikiran aku sendiri. Awalnya emang aku mau semuanya berjalan sesuai dengan kesepakatan kita, tapi ntah kenapa bisa berubah gitu aja. Semuanya berawal dari logika aku sendiri yang mikir kalo aku bakal berat buat ngasih pengertian ke kamu kalo semisal kamu nahan aku. Tapi nyatanya aku salah, Vit. Ternyata dengan keputusan konyol aku buat bohongin kamu dan perasaan aku waktu itu jauh lebih berat. Rasanya aku nggak tenang karna ninggalin kamu dengan rasa kecewa." ucap Alvin dengan raut yang sulit untuk dijelaskan

"Makanya jangan cuma logika aja yang digedein. Hatinya juga dirawat noh... Biar bisanya nggak nyakitin orang mulu!" sarkas Vita yang dibalas anggukan oleh Alvin. Perkataan Vita ada benarnya, hati itu harus dirawat supaya tidak terpengaruh oleh logika yang menyesatkan serta berisi pikiran-pikiran negatif itu.

"Trus soal Cya-"

"Aku tau kok. Pasti Kakak yang nyuruh, kan?" tanya Vita memotong ucapan Alvin barusan.

"Iya. Kamu jangan marah sama dia ya?"

"Aku nggak marah,"

"Trus waktu ketemu aku trus tiba-tiba lari, itu apa namanya kalo bukan marah?" tanya Alvin mengingatkan Vita tentang insiden di mall tempo hari.

"Ada beberapa rasa yang nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Kakak nggak bakal ngerti kalo Kakak sendiri belum ngerasain." ucap Vita bijak.

"Vit, aku tau kamu udah terlanjur kecewa sama aku. Aku nggak bakal maksa kamu buat maafin aku sekarang. Aku bakal mulai semuanya dari nol lagi. Aku mau dapetin maaf dari kamu dengan cara aku sendiri." ujar Alvin mengamit kedua telapak tangan Vita. Alvin menggenggam erat tangan yang dulu selalu menyalurkan rasa hangat untuknya itu, seakan meyakinkan Vita.

"Nggak usah repot-repot. Aku udah maafin Kakak."

"Apa kita bisa jalani semuanya seperti dulu?" tanya Alvin hati-hati.

"Sebagai teman, bisa saja." ucap Vita sukses membuat hati Alvin mencelos mendengarnya.

"Apa kamu udah punya pacar, baru?" tanya Alvin memelankan suara di akhir kalimat.

VILOVE [END✓]Where stories live. Discover now