[48] Pergi dan berakhir

105 19 27
                                    

"Sejatinya perpisahan itu ada dan akan selalu melekat pada setiap pertemuan"

--------

Semoga yang Voment dapat sukacita:))
Selamat menikmati perpisahan dengan Alvin.

Akhirnya yang Vita tidak ingini datang juga. Seperti itulah hidup. Kita tidak bisa berbuat apa-apa saat yang di atas menyiratkan yang tersurat. Jika memang jalannya harus berpisah, maka terjadilah demikian.

Mungkin bagi Vita menjalani hari-hari yang berat akan dimulai dari sekarang. Sebenarnya beberapa hari belakangan ini juga terasa berat, namun hari ini lah hari berat yang sesungguhnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 10.00, Alvin telah bersiap dan hendak menuju mobil dengan sebuah koper di belakangnya. Jam 12 nanti, adalah jam keberangkatan Alvin.

"Udah siap semua, Kak? Udah nggak ada yang ketinggalan?" Alvin mengangguk mantap atas pertanyaan sang ibu barusan.

"Cya masih di sekolah ya, Mah?" tanya Alvin yang dibalas anggukan oleh sang ibu.

"Mungkin bentar lagi juga sampai. Kita tunggu bentar aja ya?" Alvin hanya mangut-mangut saja. Ia rasa juga demikian.

Pagi tadi, Cya dan Vita memang tidak ingin sekolah. Keduanya ingin menemani serta mengantar Alvin ke bandara. Tapi Alvin melarang, dengah dalih keduanya hanya akan bisa mengantar dirinya kalo mereka sekolah. Alvin mengatakan, keduanya akan pulang sebelum pelajaran berakhir.

Kan lumayan sampai jam 10.00 nanti, setidaknya sedikit dari pengetahuan kalian berkembang. Kira-kira begitulah kalimat yang Alvin sampaikan.

Namun rasanya, semua itu tidak berguna. Di lain tempat, Vita termenung dengan pikirannya sendiri. Gadis itu tidak lagi menghiraukan Pak Harto yang tengah menjelaskan pelajaran pada seisi kelas.

Pikiran gadis itu melayang pada keberangkatan Alvin. Ia mengingat perkataan lelaki itu yang mengatakan bahwa dirinya akan dijemput oleh supir keluarganya tepat pukul 10.00 agar pergi ke bandara bersama.

"Udah jam tengah sebelas, tapi kok nggak datang juga ya?" Gumam Vita dalam hati. Vita mulai gelisah di tempatnya. Berbagai pikiran negatif tidak lagi bisa dicegah.

Tanpa meminta izin pada pak Harto, Vita langsung menyambar tasnya dan berlari menuju gerbang sekolah. Tidak butuh waktu lama, kini Vita sudah berada di dalam taksi hendak ke rumah Alvin.

Berulang kali Vita mencoba menghubungi lelaki itu tapi nihil. Ponsel lelaki itu benar-benar tidak bisa dihubungi.

Sesampainya di rumah Alvin, Vita segera masuk dengan tergesa. Feelingnya mengatakan bahwa ada sesuatu yang akan merugikan dirinya kali ini.

Brakk

Vita membuka pintu dengan pikiran yang melayang ntah kemana.

"Bi... Kak Alvin mana?" tanya Vita menjumpai bibi yang tengah membersihkan dapur.

"Udah pergi dari tiga puluh menit yang lalu, non." mendengar penuturan bibi barusan, setetes air mata lolos begitu saja dari pelupuk mata Vita.

Vita terduduk lemas di meja makan dan memijit pelipisnya, memikirkan hal-hal yang selama ini tidak pernah ia pikirkan.

"Kok tega banget sih bohongin aku gini? Segitu niatnya ya mau ninggalin aku sampe mau aku anterin aja nggak boleh?" Vita tertawa getir. Berulangkali jari-jari lentiknya menghapus air mata yang terus saja turun tanpa diminta.

VILOVE [END✓]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ