12. Who Is He?

1.6K 327 66
                                    

Langit di malam ini cukup cerah karena bertabur beribu bintang dan bulan purnama. Kedua insan sedang berdiri di depan gundukan tanah yang terdapat seikat bunga lily putih di atasnya. Bunga lily segar yang dibawakan oleh Pangeran Heeseung dan Puteri Elmeira. Mereka berdua kembali menyapa Puteri Ariadne.

"Apa kabar kak? Maaf baru sempat mengunjungi kakak." Pangeran Heeseung berlutut di depan makam Puteri Ariadne.

"Aku harap kakak bahagia di atas sana. Oh dan kemarin aku belum sempat mengenalkan Puteri Elmeira kepadamu." Pangeran Heeseung menarik tangan Puteri Elmeira dengan lembut. Puteri Elmeira juga berlutut di samping Pangeran Heeseung.

Puteri Elmeira menatap pria yang ada di sampingnya itu dengan penuh haru. Melihat Pangeran Heeseung memperkenalkannya dengan penuh semangat kepada Puteri Ariadne membuatnya merasa bersalah. Pria itu begitu tulus memperlakukannya, tapi dia sendiri masih belum bisa membalas suaminya itu dengan tulus. Tanpa sadar buliran bening turun di pipi Puteri Elmeira.

"Kenapa? Apakah aku salah bicara? Atau ada yang sakit?" tanya Pangeran Heeseung panik saat melihat air mata yang mengalir di pipi istrinya itu.

Puteri Elmeira hanya mampu menggelengkan kepalanya pelan lalu menunduk, tangisannya semakin menjadi-jadi. Bagaimana bisa ada pria yang selembut Pangeran Heeseung? Puteri Elmeira baru menyadarinya bahwa pria itu tidak pernah memaksanya dan juga membentaknya. Padahal pria itu juga dipaksa menikah dengannya, tapi bagaimana bisa dia merasa seolah-olah hanya dirinya satu-satunya yang menjadi korban di pernikahan ini?

"Apa kau tidak lelah denganku Pangeran?" lirih Puteri Elmeira.

"Bagaimana bisa aku lelah dengan pasanganku sendiri Puteri," jawab Pangeran Heeseung.

"Kenapa kau terlalu lembut padaku Pangeran padahal mungkin aku masih memiliki perasaan kepada adikmu? Jika kau membentakku sesekali, maka hatiku tidak akan terbebani seperti in." Puteri menatap Pangeran Heeseung dengan mata yang masih berlinang air mata.

"Aku tidak pernah membentak perempuan yang ku sayangi Puteri, kau memiliki posisi yang sama seperti Ibuku dan kakakku sendiri. Kau juga mengembalikan senyumku setelah kak Ariadne pergi." Pangeran Heeseung tersenyum tulus menatap gadis itu.

"Jangan menangis di sini Puteri, nanti kakakku menghukumku karena membuat adik iparnya menangis di hadapannya." Pangeran Heeseung mengusap pelan air matanya Puteri Elmeira.

"Puteri, saya dengan tulus meminta maaf karena pernah membuat hubungan kedua adikmu merenggang." Puteri Elmeira menatap makam Puteri Ariadne.

Pangeran Heeseung tersenyum lembut lalu merangkul pundak Puteri Elmeira di bawah cahaya bulan purnama malam itu, lalu menawarkan gadis itu untuk kembali ke kamarnya. Puteri Elmeira hanya mengangguk tanda setuju. Mereka berdua berjalan berdampingan, meninggalkan makam Puteri Ariadne yang ada di tepi danau itu.

Setelah mereka pergi, seorang pria yang sudah berada di sana sejak tadi akhirnya menghampiri makam Puteri Ariadne, pria yang sama yang meletakkan setangkai bunga di atas makam Puteri Ariadne tempo hari. Dia menunggu Pangeran Heeseung dan Puteri Ariadne pergi terlebih dahulu. Pria itu setiap hari selalu datang mengunjungi makam Puteri Ariadne.

"Aku harap rencanaku berhasil, dan bisa mengungkapan semuanya kepada para Pangeran lainnya." Pria itu meletakan setangkai bunga lily putih di atas makam Puteri Ariadne.

"Kak, tolong bersabar sebentar lagi, aku pasti akan membawa kelima saudaraku ke sini diwaktu yang tepat." Pria itu tersenyum tipis, lalu pergi meninggalkan makam Puteri Ariadne.

Keeseokan harinya

Hari ini masih hari bebas para Pangeran, hari bebas terakhir lebih tepatnya, setelah itu besok mereka mulai melakukan tugasnya lagi. Karena kemarin mereka sudah pergi ke luar, hari ini mereka memilih untuk tetap tinggal di Istana. Mengisi kembali tenaga mereka setelah kemarin melakukan perjalanan yang cukup melelahkan.

Elmeira's Love   ||Completed✓Where stories live. Discover now