AETERNUM | BAB 20 - Weakness 2

32 10 8
                                    

"Assalamualaikum Ibu ..."

Tangan Auryn menaburkan bunga ke tanah makam itu, lalu menyiramkannya air dari nisan ke seluruh bagian makam. Auryn tidak langsung berbicara, ia mencabuti rumput-rumput liar yang tumbuh di tanah pemakaman ibunya.

Ibunya ...

Auryn menatap nisan ibunya. Lisa, nama ibunya. Alisa Syahputri binti Hardian Latif, nama yang tertera di makam itu. Hardian adalah kakeknya yang sekarang entah ada dimana karena semenjak Auryn diadopsi, ia tak pernah bertemu dengan kakeknya lagi.

"Udah berapa lama yaa Auryn gak ketemu Ibu? Gak kesini." Disini, di tempat inilah Auryn bisa berkeluh kesah, menumpahkan segala tangisnya. "Maaf ya Bu, Auryn lagi banyak tugas jadinya jarang kesini."

Hening sementara, Auryn hanya terdiam. Menatap langit yang mendung, mungkin sebentar lagi akan turun hujan. "Ibu ... apapun kata Kak Xavier, itu gak akan ngubah rasa sayang Auryn sedikitpun sama Ibu. Auryn tetap sayang ibu, walaupun ..."

"Apapun kesalahan ibu." Auryn tersenyum miris, air matanya jatuh. Auryn hanya menangis tanpa suara, jarang sekali ia menangis sembari merengek.

Auryn tidak menyalahkan Xavier sebagai penghancur kebahagiaannya. Auryn juga sadar diri, jika kehadirannya bersama ibunya ke keluarga Praditna memang menghancurkan segalanya, termasuk menghancurkan Xavier yang pada saat itu masih sangat membutuhkan kasih sayang dari kedua orangtuanya.

"Apa salah kalau Auryn sayang sama ibu karena ibu udah memberikan kasih sayang yang cukup buat Auryn?"

Langit sudah semakin gelap, hal itu semakin menambah buruk mood Auryn. "Ini bukan sebagai bentuk superior 'kan, Ibu? Auryn sayang sama Ibu layaknya rasa sayang anak sama ibunya seperti pada umumnya."

"Apakah lantas karena ibu udah ngelakuin kesalahan fatal, Auryn harus melupakan segala kasih sayang yang ibu kasih ke Auryn?"

Kepala Auryn menggeleng. Jujur saja, hatinya masih tersentil saat mengetahui alasan Xavier kenapa Xavier ingin Auryn tidak dekat dengan cowok manapun.

Alasannya muak, Auryn paham. Auryn paham kesakitan Xavier.

Tapi, soal Xavier yang menganggap Auryn terlalu mensuperiorkan ibunya. Bukankah wajar jika Auryn menyayangi ibunya? Apa Auryn yang salah disini?

"Jadi apapun Ibu, Ibu tetap jadi malaikatnya Auryn. Makasih ibu, udah mau ngerawat Auryn. Pasti susah banget 'kan? Pertahanin, melahirkan dan merawat anak yang bahkan ibu gak tahu siapa ayahnya."

Hujan sudah mengguyurnya, Auryn masih setia diam disisi makam. Tanpa berkata sepatah apapun, mulutnya masih bungkam. Ia masih menelan kerinduan kepada ibunya.

Auryn mendongak, kembali menatap langit. Ia yakin ibunya melihatnya dari atas, lalu memberikan Auryn seulas senyuman seperti yang dulu Auryn lihat. Auryn tersenyum, seakan membalas senyuman itu.

Senyumnya terhenti saat melihat payung bening yang melindunginya dari guyuran hujan. Pandangan Auryn beralih ke seorang laki-laki yang dengan serius menatap makam ibunya Auryn.

"Rindu boleh, bego jangan."

Auryn tidak pernah menyangka kehadirannya disini, memayunginya dari hujan. Matanya menyipit saat ia baru sadar jika orang itu benar-benar konyol.

Buat apa memayungi Auryn kalau ia sendiri kebasahan oleh hujan?

"Kak Chiko disini?"

Chiko tersenyum, lalu ikut bergabung di bawah payung itu bersama Auryn. "I'm here. Lo bisa lihat 'kan?"

"T-tapi gimana bisa?"

Senyuman manis Chiko kembali terbit, ia mengacak rambut Auryn. "Pasti ada ceritanya."

AETERNUM Where stories live. Discover now