AETERNUM | BAB 8 - ilfeel?

38 12 4
                                    

Playlist : Strong - One Direction.

I am sorry if I say I need you
But, I don't care I am not scared of love.

"Non!"

Auryn melepas earphone yang tercantel di telinganya, lalu ia menatap pintu. "Masuk aja Bi!"

Bi Ruhaya, salah satu asisten rumah tangga yang paling lama bekerja disini. Usianya kira-kira sudah separuh abad lebih. Wanita paruh baya itu mengantar makanan dan obat untuk Auryn.

Melihat ada banyak buku, alat tulis dan laptop di ranjang, Bi Ruhaya menatap Auryn dengan tidak suka. "Non, baru aja pulih. Masa udah belajar lagi?"

Auryn mengarahkan bolpoinnya ke keningnya, seperti sedang berpikir. "Auryn harus belajar, Bi. Mama mau Auryn jadi psikolog dan Auryn harus wujudin impian Mama."

"Non kan baru kelas sebelas, jangan terlalu serius. Nikmatin dulu masa SMA non." Apa yang mau dinikmatin? Setiap harinya makan hati mulu. Bukannya enjoy, frustasi iya. "Nah makanya itu Bi! Mumpung Auryn masih kelas sebelas, Auryn manfaatin waktu sebaik-baiknya."

"Emang Non Auryn mau lanjut kuliah kemana?"

"Semoga aja tembus Universitas Indonesia Bi, pengen banget Auryn disitu."

"Gak mau lanjut di Oxford kayak kakak kamu?"

Auryn mendesah pelan, Ayolah! Otaknya tidak secemerlang itu. Boro-boro mau punya mimpi di Oxford, nilai matematikanya kemarin aja 45. Seperti semangat saja, kita harus semangat seperti nilai matematika Auryn, Semangat 45!

"Kak Xavier mah pinterrrr banget. Jauh atuh sama Auryn mah." Auryn merendah. Ya, emang bener kan? Masa ia yang ranking 20 di kelas di sandingin sama yang ranking 1 se-Jakarta.

"Semangat atuh! Bibi yakin Non pasti bisa." Auryn tersenyum haru, Bi Ruhaya memang selalu ada untuk menyemangatinya.

"Yaudah Bibi mau ke kamar Den Xavier dulu, dia juga lagi belajar buat tes masuk Oxford. Tadi, dia minta Bibi buat bikinin kopi."

Setelah kejadian itu, Auryn dan Xavier memang tidak pernah bertemu lagi. Auryn lebih nyaman di kamar, sementara Xavier belajar dengan keras untuk masuk ke Oxford. Ada rasa lega di hati Auryn, tapi ia juga merasa rindu.

Serba salah memang.

🍁🍁🍁

"Kamu nanti kuliah mau lanjut kemana, Ta?"

Seperti biasa, mereka berdua memilih berkumpul di taman belakang sekolah untuk mengisi jam istirahat. Untuk kali ini, Aletta tidak membawa bekal. Ia memilih untuk membeli makanan di kantin.

"Masih kelas sebelas, Ryn." Aletta tertawa sembari memakan makanannya.

"Tapi kan harus dipersiapin dari sekarang, kurang lebih setahun lagi kita lulus lho."

Aletta tampak menimang-nimang jawaban. "Di UGM, mungkin. Soalnya deket kan sama rumah nenek gue yang ada di Jogja. Atau bokap gue pernah bilang gue bakal kuliah di Hungaria, gatau sih, I haven't thinking about it yet."

"Kalau lo?" Aletta bertanya balik.

"Aku pingin ambil jurusan psikologi, di UI. Tapi gak pede, aku gak sepinter kamu." Tiba-tiba saja wajah Auryn muram, hatinya menghangat saat Aletta tiba-tiba saja memeluknya. "Gak pinter? Kata siapa sayang? Lo pinter."

"Tapi nilai Matematika aku ..."

"Lo bukan gak pinter. Tapi emang matematika bukan bidang keahlian lo, pintar enggaknya seseorang gak bisa dinilai dari seberapa besar dia bisa matematika, berapa nilai matematikanya. Matematika bukan patokan yang bisa nilai lo pinter atau bego. Percaya sama gue, lo pinter di bidang lo sendiri, Ryn."

AETERNUM Onde histórias criam vida. Descubra agora