Tersadar

262 37 1
                                    

Kini Nauna yang ditemani oleh Didi telah berada di kampus Metty. Tetapi seberapa jauhpun Nauna memandang, dan berapa kalipun matanya berkeliling mengitari, kampus ini masih tetap membuatnya takjub, Walaupun ia telah menginjakkan kaki untuk kedua kalinya disini.

Nauna berdecak kagum berapa kali, kampus ini memang terasa berbeda dengan kampusnya. Kampus ini unik karena mengikuti struktur bangunan di belahan dunia lain. Tanamannya berjejer indah dan rapi.

"Wajah lo gak usah kek orang kampungan deh, lo tau kan ini udah kedua kalinya kita kesini." Didi membuka suara beberapa menit kemudian.

"Tapi Di, ini tuh bagus banget tau, walaupun kampus kita kampus negri, ini tuh gak ada bandingannya sama kampus ini." Wajah berbinar tampak jelas diwajah Nauna.

"Ya kan emang beda, ini kampus swasta Nauna."

"Ia tapi rasanya menakjubkan gitu loh."

"Aah udah, jangan bengong cepetan kita udah ditunggu ama Metty." Malas Didi.

Mereka pun mempercepat langkahnya, seperti biasa mereka melewati koridor fakultas yang dikelilingi oleh kebanyakan laki-laki dibanding perempuan, perbincangan mereka menghasilkan suara yang riuh dan terdengar di pendengaran Nauna

"Do you have a kokain? my head feels like breaking."

"I stick out my client's eyes, I'm really annoyed to see him looking down at me."

"The company I hacked, targeted me so I had to kill them all."

"You know I tried to buy a human body, and boom I burned it." Suara tawa dari perbincangan menggelegar menusuk pendengaran Nauna setelah melewatinya.

Tentu Nauna mengetahui arti dari perbincangan mereka semua. Nauna merinding dan wajahnya pias seketika. Terkejut semoga ia salah dengar, tetapi ia tak mungkin salah dengar. Wajahnya semakin pucat, ia memegang kedua lengannya yang gemetaran. Apa-apan itu, mahasiswa disini semuanya tidak normal. Apalagi lelaki itu dengan santainya tertawa sambil mengatakan hal mengerikan begitu.

Sepertinya fakultas ini lebih mengerikan dibanding saat ia pertama kali menginjakkan kakinya disini. Dan apa yang mereka perbincangkan, sangat tak masuk akal di pendengaran Nauna. Narkoba? Membunuh? Membeli daging manusia? Itu tidak diperjual belikan di indonesia. Kecuali kalau memang ada yang memperjual belikan secara illegal disini.

Perlahan-lahan mata Nauna membulat sempurna kaget. Terkejut dengan fakta yang ia dapat kan di kampus ini, sepertinya penampilan kampus ini berbanding terbalik sama penampilan mahasiswa yang berkuliah disini. Ia tak menyangka kampus international yang dikagumi membiarkan para kriminal bersekolah disini. Ia tak tahu ya kalau di fakultas lain, mungkin cuma fakultas IT saja.

Ia jadi heran, kenapa ia lolos pertama kali menginjakkan kakinya di fakultas ini. Tidak. Nauana menggelengkan kepalanya lalu, tampak berpikir mengingat kembali kejadian sekembalinya ia dari Wc. Sepertinya ia tidak lolos...

Setelah menampar Rans Nauna menabrak seseorang bertubuh gempal, ia tahu karena ia seperti terpantul ditubuhnya, hingga ia tak sengaja menggigit bibirnya akibat tubrukan keras itu. Baru saja mendongakkan kepala ingin meminta maaf, malah yang ia lihat adalah wajah lelaki sedang menyeringai menatapnya dengan air liurnya hampir terjatuh, seperti serigala yang senang mendapatkan mangsa. Nauna gemetaran tak bisa menopang kakinya, matanya membola kaget, karena ini pertama kalinya ia melihat tubuh lelaki yang gempal dan sebesar ini. Tingginya sekitar 1 meter dan lebarnya sekitar 120 cm.

"Dont touch her nom, or i will kill you."

Suara berat itu menyadarkannya, tak mau mebuang-buang waktu. Ia pun seberusaha mungkin lari menjauh dari pria sebesar itu. Kalau tidak ia akan ditelan dan dimakan hidup-hidup saat itu juga. Ia diselamatkan oleh suara berat itu, ia cukup berterima kasih didalam hati. Ia tak mau melirik pemilik suara itu, instingnya mengakatan kalau ia memutas kebelakang kepalanya maka ia akan mati saat itu juga.

Sejauh ini ia hampir melupakan kejadian itu, karena Didi bisa saja membunuh orang itu juga, tetapi ia tak mau melihat manusia yang terbunuh lagi di depan matanya. Entah mengapa ingatan itu tiba-tiba muncul disertai dengan ketakutannya yang menguar.

Sampai disatu titik ia tersadar bahwa fakultas ini bukan hanya fakuktas biasa, tetapi para kriminal yang kelainan jiwa berkuliah disini berlagak seperti manusia biasa. Mungkin dengan perbincangan yang ia dengar sudah tertebak bahwa manusia yang berkuliah disini bukanlah manusia biasa melainkan psikopat berdarah dingin dan tempat ini mungkin adalah yang terakhir ia kunjungi setelah masalahnya beres.

Kepala Nauna menunduk sedih, sepertinya untuk bertemu dengan Rans disini bakal susah, apalagi Rans berkuliah disini. Nauna tersentak, bagaimana kalau Rans ada psikopat berdarah dingin juga?

Ia menggelengkan kepalanya, selama ini Rans memperlakukannya dengan sangat baik, walaupun Rans memang mempunyai niat terselubung mana mungkin Nauna bisa berjalan hingga kini. Rans dari awal pasti tidak membuarkannya hidup sejak pertama kali ia bertemu. Dilihat bagaimanapun Rans adalah anak yang baik menurutnya, mungkin cuman Rans yang mempunyai kemanusian disini. Ia jadi terheran-heran kenapa Rans berkuliah ditempat mengerikan ini.

Hingga mereka terhenti di pintu yang bertuliskan 'cyberclub! Do not disturb.' Barulah Nauna bernapas lega. Tadi ia seperti melewati kumpulan para zombie dan ia seperti bongkahan daging, yang kapan saja akan dilahap saat itu juga.

Mereka berdua tersenyum tatkala Metty menyembulkan kepalanya dibalik pintu lalu mempersilahkan mereka masuk.

Nauna memerhatikan Metty, dilihat-lihat Metty seperti manusia biasa, tapi kita gak tau kapan Metty baru membuka topengnya. Berkelana dengan pikirannya membuat Nauna mendengus.

Mengingat rasa terima kasih pada Metty, menghentikan perbuatan keji yang dilakukan oleh Didi padanya sepertinya perlu dipertimbangkan.

Nauna mendudukkan dirinya, lalu menatap Metty tersenyum santai.

"Teman gue bentar lagi sampai, dia ada kelas hari ini."

"Halah lama Met," ujar Didi santai.

"Lo gak tau arti kata sabar?" Tanya Metty.

"Kalau gua gak tau, gimana?" Tantang Didi.

"Gua sumpal mulut besar lo pake komputer didepan gua." Metty menunjuk komputer besar dihadapannya.

"Mana bisa," ejek Didi sambil memonyong-monyongkan mulutnya macam anak sd.

Wajah dungu Didi jelas terlihat, membuat Nauna menahan tawa sambil geleng-geleng kepala heran kenapa bisa ia mempunyai sepupu seperti Didi.

Metty hanya menatap didi dengan wajah datar. Disatu sisi ia merasa jijik, dan disisi lain ia merasa ingin betul-betul memasukkan komputer di mulut menjijikkan Didi.

Hingga suara pintu yang terbuka menginterupsi mereka membuat Merty menolehkan kepalanya ke sumber suara.

"Rans," Metty menghampiri Rans dengan gembira di pintu.

.

VOMENT-nya Zeyenk.

Trouble Hacked ✔️Where stories live. Discover now