Ternyata oh ternyata

266 36 6
                                    

"APA LO DIDI TOLOL, GEBLEK LO. SIAL," Nauna menjambak rambut Didi hingga beberapa helai rontok.

Didi meringis kesakitan kala ia melepas secara paksa jambakan Nauna. Ia menatap Nauna lekat-lekat, bingung. Ada apa sebenarnya dengan perempuan ini.

Perasaan ia datang dengan niat baik-baik malah di jambak seperti ini. Kemarin juga mereka berdua terlihat baik-baik saja, berbicara seadanya setelah ia lepas kendali beberapa hari yang lalu.

Lihatlah semua orang menatapnya aneh di jalanan, menatap perempuan bengis yang menyiksa laki-laki tak bersalah.

"Gue udah bilang kan jangan pernah muncul didepan gue!" Tambah.

"Lah lo gak pernah bilang."

"Gue udah bilang sekarang."

"Lah salah gue apa?"

"Lo tanya salah lo? Salah lo yaaa, lo nampakkan muka dungu lo."

Didi menaikkan sudut bibirnya kaku, "perasaan gue sama lo baik-baik aja."

"Iya tapi perasaan gue yang gak baik-baik aja. Jadi jan bacot lo. Diem lo!"

Sepertinya Didi datang dalam kondisi perempuan itu yang kurang tepat. Didi saja merasa merinding melihat kondisi Nauna. Seakan-akan setiap yang melewatinya ingin ia lahap dengan kasar.

Tapi ada sesuatu yang penting yang ingin disampaikan oleh Didi kepada perempuan itu.

"Ah brengsek," Nauna menghentakkan kakinya marah, lalu ia menatap kembali Didi, "lo juga brengsek," sambil menunjuk Didi.

Yang ditunjuk malah melongo, tetapi ia berusaha sabar, karena setiap melihat wajah Nauna ia merasa bersalah setelah peristiwa ia hilang kendali.

"Yaudah gue minta maaf," kata Didi akhirnya.

"Gue juga datang mau nyampain kalau Metty udah manggil temannya yang bisa kembaliin folder lo."

Seketika raut wajah Nauna berubah, "serius lo?"

"Apa wajah gue gak pernah serius di hadapan lo Na?"

Nauna menatap jengah Didi, "wajah lo? Kek orang dungu. Gak ada serius-serius nya. Jadi diem lo."

"Heran gue kenapa Gege terima lo jadi pacarnya." Tambah Nauna.

"Gak usah heran, kan gue ganteng."

Ekspresi jijik menghias wajah Nauna. "Cuih.cuih.cuih.cuih. Muka lo kek bantet."

"Ya sans Na, iler lo muncrat kemana-kemana."

"Bagus, gue emang sengaja."

Didi hanya memasang wajah datar. Tak  tahu apa lagi yang ingin diperbuat.

"Lo cepat bergegas, kita ke kampusnya Metty dulu."

Sudut bibir Nauna terangkat hingga memperlihatkan lesung pipitnya. Wajah Nauna kembali cerah.

'Kalau ke kampus Metty berarti ketemu Rans dong'

Walaupun Rans menolak ajakan makan yang diadakan oleh keluarganya, tak ada larangan kan kalau ia bertemu dengan Rans.

Aura positif mengelilingi Nauna, Rans sempat membuatnya menangis. Tapi ia tak marah. Tiga hari bersama Rans, perasaannya berubah. Walaupun lelaki itu acuh tak acuh tetapi, sikap lembutnya terasa hangat baginya.

Wajah dan mata tenangnya itu, ia akan mengubahnya. Lelaki itu memang belum memberitahunya apa-apa tentang dirinya, karena setiap ia bertanya, ia tidak dijawab oleh lelaki itu. Setiap ia ingin menggali lebih dalam tentang Rans, maka Rans akan mengabaikannya dan mengacuhkannya.

Menyebalkan tetapi itulah yang menarik darinya.

'Sangat misterius'

Ia mengulum bibirnya, ia semakin tak sabar.

Bisa saja kan lelaki itu berubah pikiran, entahlah memikirkannya saja membuat hatinya terasa ditumbuhi bunga-bunga.

"Lo jan senyum kek gitu, kek nenek lamp-akh," Didi meringis kembali sambil memegang dadanya yang disikut oleh Nauna.

"Gue udah bilang kan, diem lo brengsek. Jan ganggu mood bagus gue."

Bertemu dengan Rans membuat hatinya berdebar-debar.

Kalau ia tak bertemu hari ini, ia akan mengunjungi rumah lelaki tersebut kalau begitu.

.

VOMENT-nya zeyenk~

Maaf pendek wkwk.

Trouble Hacked ✔️Where stories live. Discover now