She

278 37 3
                                    

Suara ketukan pintu yang keras membuat Rans bangkit dari kursi putarnya. Keluar dari ruang kerjanya lalu membuka pintu ruang tamu.

Sosok perempuan dibalik pintu membuat Rans tidak terkejut lagi, pasalnya sudah 3 hari berturut-turut perempuan itu datang kemari mengantarkan sekotak makanan padanya.

Awal bertemu perempuan itu, Rans tertegun melihat perempuan yang berdiri di depan pintu rumahnya membawa sekotak makanan ternyata perempuan yang hampir ia cium di bilik Wc kampusnya dan sepertinya dia adalah anak dari wanita paruh bayah yang pernah ia tolong.

Karena biasanya yang mengantarkan sekotak makanan padanya adalah orang tua dari perempuan ini. Tetapi kini sudah tertebak, ia telah mengesampingkan hal tersebut. Ia tak perlu mempertanyakan hal yang tidak penting dan sudah terjawa.

Selama empat hari ini ia tidak terbiasa karena ocehan perempuan itu, dan kebanyakan adalah keluhan tentang dirinya yang tak pernah menanggapi omongannya.

Oke ada alasan mengapa ia irit ngomong dan acuh tak acuh pada Nauna. Pertama sudah dibilangkan kalau dia introvert, dia susah untuk bersosialisasi dengan orang sekitarnya kecuali orang-orang yang diasosiasinya itupun hanya Metty seorang. Ketua nya? Ia tidak banyak bicara pada pemimpin kejam di asosiasinya itu walaupun ketuanya sangat menyukainya.

Makanya Rans gugup berinteraksi dengan Nauna dan di tutupi oleh sikap acuh tak acuh nya bukan berarti dia cuek, dia hanya bergumam ketika perempuan itu bicara, jika mempertanyakan hal pribadinya ia akan diam tak mempedulikan Nauna. Perempuan itu sangat cerewet hingga ia tak sanggup mengikuti pembicaraan perempuan itu.

Kedua, ia tak bisa ber-ekspresi. Perempuan itu sering mempermasalahkan ekspresinya yang datar dan tenang, itu disebabkan karena otot wajahnya kaku semenjak ia mengalami kejadian mengerikan semenjak kecil. Ia tak perlu membahasnya lagi karena kejadian mengerikan itu selalu menghantui lewat mimpinya.

Ketiga, ia pendiam karena profesinya yang seorang Hacker. Karena kebanyakan ia menghasilkan uang lewat komputer ia pun jarang berinteraksi dengan orang luar. Itupun jika ada misi kerja lapangan ia tak banyak bicara. Mendengar, melaksanakan dan ia pun menghasilkan uang.

"Gue bakalan ikut makan sama lu."

Suara perempuan itu menyadarkannya, ia tidak banyak komplain dan  mengangguk sebagai balasan ucapan Nauna.

Rans awalnya tidak ingin membiarkan siapapun masuk di rumahnya, tetapi melihat keinginan tulus Nauna yang ingin menemaninya makan, jadi ia membiarkannya. Perempuan itu juga tidak terlalu berbahaya baginya, jika macam-macam ia akan langsung...ah tidak, ia tidak berani sama sekali membunuh anak dari perempuan paruh bayah yang telah memberinya sekotak makanan 3 minggu lebih ini.

Ia pun mempersilahkan Nauna masuk. Menuju dapur. Membuka makanannya. Menyodorkan Nauna sendok lalu mempersilahkan Nauna duduk makan seperti biasanya.

Nauna? Hanya memperhatikan gerak-gerik lelaki itu seperti biasanya.

Sekilas senyum terbit diwajahnya, Rans yang menangkap raut wajah Nauna menaruh curiga, entah apa yang akan diceritakan perempuan itu kali ini.

"Btw, lu tau gak," Nauna membuka suara.

"Gak," Rans menjawab cepat.

Nauna cemberut, "Lo gak seru banget sumpah."

Rans hanya menaikkan pundaknya acuh tak acuh.

"Ihh dengerin Ranssss," Nauna mulai merengek.

Rans hanya bergumam sebagai jawaban.

"Ransssss," keluh Nauna.

"Ya, Na," kini Rans menatap Nauna, memperhatikannya lekat-lekat. Tetapi ada sesuatu yang ia sadari sekarang. Tubuh mungilnya. Secara tak sengaja ia memang sudah bertemu perempuan itu. Kegalakannya memang mirip.

Nauna tertegun karena baru kali ini ia ditatap perhatian seperti ini membuat hatinya berdesir hangat, membuat ia akhirnya tersenyum puas. "Tau gak bokap gue bakal balik dari berlayar hari ini."

"Terus?"

Melihat wajah Rans masih tenang-tenang aja membuat bibirnya mengkerut, "Ya gue senang lah Rans, bisa gak sih lo berekspresi senang kek gue? Wajah lo tampan tau gak sih, ketampanan lo bakal nambah kalau lo senyum."

'Tampan'

Mendengar Satu kata itu keluar dari
mulut Nauna membuat ia tertegun.

Tapi sedetik kemudian tak memedulikannya, "gue lagi berusaha Na."

"Lagi-lagi wajah tenang itu!" Nauna frustasi.

Rans tidak memedulikannya dan hanya melirik jam. "Lu pulang." Perintah Rans tenang.

Nauna yang diperintah walaupun lelaki itu mengucapkannya dengan tenang itu justru membuat dirinya tersinggung dan naik pitam, "YAUDAH GUE PULANG SEKARANG JUGA RANS TOLOL,"

Ia menggebrak meja lalu jalan melewati Rans yang seakan-akan tidak peduli padanya.

Tetapi nasib naas menghampirinya, kakinya tersandung oleh kursi yang ada disamping Rans, tubuh dan wajah Nauna pun tertempel di lantai menghasilkan suara tubrukan yang sagat keras. Nauna meringis sebelum melirik Rans yang masih tidak memedulikannya.

"Sakitt Ranss, lo kok diem aja denger gue jatuh begini!" rengek Nauna.

Rans yang sedang melahap makanannya, dengan malas bangkit dari duduknya menghampiri Nauna yang sedang telentang dilantai dapurnya.

Ia menghela napas sebelum akhirnya membantu Nauna bangkit.

"Padahal gue cuman mau ajak lo makan malam bersama keluarga gue, kalau aja bokap gue beneran datang, tapi lo suruh gue pulang," Nauna berkata lirih dengan mata yang meredup, kepalanya tertunduk.

Merasa bersalah, mengelus lembut pipi dan dahi Nauna yang memerah, "gak bisa."

"Kenapa?" Lirih Nauna.

"gak Na," Rans menatap Nauna dalam dengan wajah tenangnya.

Mata itu lagi. Tenang seperti danau terpencil.

Tiga harian ini ia ditatap dengan tatapan seperti itu membuat dirinya tidak tenang.

Ia jengkel tapi tak bisa! ketika matanya ditatap oleh Rans, perasaan sedih itu nular mengenai hatinya. Ia ingin mengumpat lelaki dihadapannya tapi tak bisa, karena matanya menatap ia sangat dalam.

Hatinya berkedut nyeri, ia tak diberikan diberikan jawaban yang jelas. Hatinya sakit entah mengapa. Ia tak tahu.

Melihat Nauna dengan wajah sedihnya tentu Rans sangat bersalah. Hanya saja ia tak mau memulai hubungan dengan orang lain. Ia tak mau ada yang terluka karena dirinya lagi.

Sedangkan Nauna, memantapkan hatinya agar Rans tidak menatapnya dengan mata tenang itu lagi. Melihatnya saja membuat ia tersakiti.

Bagaimana bisa lelaki ini tinggal sendiri di rumah yang luas ini?

Ia menarik kerah kaos hitam yang dipakai Rans  lalu memeluknya erat.

"Pliss jangan tatap gue seperti itu, hati gue sakit tiap melihat mata lo."

"Na," Rans ingin melepaskan pelukannya.

"JANGAN LEPASIN!" Teriak Nauna, sambil mengeratkan pelukannya.

"Rans biarin gue meluk lo sebentar aja," lirih Nauna.

Rans yang merasa nyaman dipelukan Nauna pun membiarkannya tapi tak membalas pelukannya.

Karena jika ia sampai membalas pelukan Nauna, maka pertahanannya akan meluruh. Ia tak mau itu terjadi.

.

VOMENT-nya Zeyenk~

Maaf ya authornya lagi badmood hehe. Part Ini agak mellow.

Trouble Hacked ✔️Место, где живут истории. Откройте их для себя