03.4 | Endracapa

3K 230 37
                                    

03.4
Endracapa



Wonosari, Gunungkidul
Masih sekitar akhir Mei 2008

Senja telah berakhir, menyisakan segaris lembayung di cakrawala. Lampu-lampu jalanan menyala satu-satu. Jalanan mulai ramai lalu lalang kendaraan yang mengantar pemiliknya untuk pulang kerja. Kota mulai menyala, gempita oleh pedagang kaki lima yang mencari nafkah dari orang-orang yang tak mau ambil pusing untuk memasak sendiri makan malamnya.

Ada seseorang yang sedari tadi menikmati rokoknya, berdiri bersandar pada pagar beton yang memanjang di sebuah ruas jalan perumahan yang cukup lengang malam itu. Gana telah berdiri selama hampir satu jam di seberang jalan, di depan rumah Tama. Ia hanya berdiam sambil mengamati lampu kamar di lantai dua yang menyala. Jendela yang sedari tadi ia tatap itu dibiarkan terbuka oleh pemiliknya. Ia termenung, sesekali menghela napas panjang.

Ia teringat percakapannya dengan Janu tadi siang di rumah pohon.

*

Janu langsung pergi menuju rumah pohon sepulang sekolah siang itu. Ia membawa minuman bersoda dalam kemasan botol satu liter, juga gelas plastic sekali pakai serta beberapa makanan ringan yang ia temukan di dapur. Di tengah pelajaran sekolah hari itu, sebuah nomor asing mengirimkan sebuah pesan singkat kepadanya.

Kutunggu di rumah pohon sepulang sekolah.

Janu tak pernah tahu nomor baru itu milik siapa. tapi firasatnya mengatakan bahwa orang itu adalah Gana. Ketika ia keluar dari pintu belakang rumahnya yang menghubungkan halamannya dan lapangan basket, ia mendapati sebuah sepeda bersandar di batang pohon di dekat tangga naik. Janu mendongak menatap jendela rumah pohon yang dibiarkan terbuka, dan tirai putih bergerak tertiup angin. Ia merasakan dejavu. Ia merasa pernah mengalami adegan ini pada suatu waktu.

Ia menaiki tangga dan terhenyak ketika mendapati Gana sedang duduk di ujung beranda, memunggunginya. Sekilas ia seolah melihat Tama duduk di sana. Gana menoleh ketika merasa ada seseorang yang datang.

"Hei, boi!" sapanya sambil tersenyum. Ia melambai sejenak dengan tangan kirinya yang memegangi rokok setengah terbakar. Janu tersenyum kecut tapi melanjutkan langkahnya.

"Aku bawa snack nih." Kata Janu sambil menyusul Gana dan duduk di beranda rumah pohon.

Angin berhembus semilir. Dan Janu mulai membuka minuman dan makanan yang ia bawa. Gana kembali termenung menatap pemandangan dari rumah pohon. Ia mendongak ketika angin tetiba berhembus keras dan membuat rerantingan di atasnya berdecit keras. Tiba-tiba ia menggeliat meregangkan tubuhnya lalu rebah di atas lantai beranda. Janu menatapnya dengan tatapan aneh. Ia sibuk melahap makanan yang ia bawa.

"Lapar ya?" ledek Gana.

"Belum makan cui. Aku langsung ke sini habis balik sekolah. Nih, seragam aja belum ganti." Jawab Janu dengan mulut penuh keripik kentang.

Gana tertawa kecil. Lalu ia kembali menatap pemandangan di atasnya, senyumnya bertahan. Sesekali ia menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Boi, kemarin aku baikan sama Tama."

Janu hampir tersedak minumannya ketika mendengar perkataan Gana. Gana melirik Janu yang terbatuk-batuk. Ia nyengir jahil ke arah Janu.

"Serius? Gimana bisa?"

Gana mengakat bahunya. "Well, nggak tahu sih bisa dibilang baikan apa enggak. Tapi kemarin tanpa sengaja aku ketemu dia di sini pas mau main basket sendirian. Lalu, kutantang deh dia main basket."

JARAK [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang