Jeda - Wessel Zone

2.6K 221 17
                                    

Jeda
Wessel Zone



Singapore & Jogja
Mei 2017


Entah sudah berapa lama ia menunggu di depan The National Gallery of Singapore siang itu. Orang lalu lalang menuju ticket admission. Hari panas sekali, matahari terik, dan sedikit lembab. Ia menunggu di bawah naungan bayang-bayang bangunan The National Gallery of Singapore. Ia  mengambil bungkus rokok yang ada dalam tas tenteng kanvas yang ia ampit. Satu saja ia selipkan di dalam mulut. Baru saja ia mau menyalakan rokoknya, rombongan temannya terlihat di depan mata. Ia mendecak agak gusar lalu mengurunkan membakar rokok dan menyelipkannya di dalam saku kemeja biru dongker yang ia kenakan. Di dalam dilarang merokok.

"Hey, Surya! How long you've been here? You are so early today." Sapa temannya yang bermuka India. Aksen India dalam bahasa inggrisnya hampir tak terdengar.

Surya tersenyum sambil menyingsingkan lengan panjang kemejanya hingga sebatas siku. Asal saja. Agak tidak rapi tertapi malah membuatnya semakin keren.

"I could not sleep last night." Jawabnya lalu tertawa.

"Really? Are you still working in the weekend?" tanya temannya yang berparas mongoloid. Matanya sipit dan kulitnya putih bersih, rambutnya coklat muda, terkuncir rapi, poninya tipis dan selalu terlihat seperti habis dikeramas setiap hari. Ia memakai riasan tipis di sekitar matanya, membuat matanya terlihat lebih besar dari ukuran aslinya, dan juga, sedikit perona pipi serta lip-gloss berwarna bibir.

Surya menggeleng sambil tersenyum lemah.

"No. I just . . . Something bother me and I ended up stay until morning. I went to bed after sunrise and woke up after 2 hours nap."

"You guys don't worry about him. Let's go!" kata temannya yang bermuka melayu.

Keempat orang itu bergegas menuju counter pembelian tiket.

*

Hari Senin itu, sekembalinya Tama dari absennya selama seminggu, teman-temannya mengerubunginya. Itu karena ingin bertanya kemana aja dia selama satu minggu ini dan juga karena Tama membawa sekotak pie susu khas Bali yang dia bagi-bagikan kepada teman-teman sekelasnya.

"Jadi, kamu bolos seminggu cuman gara-gara pameran ayahmu?" tanya Pram sambil mencomot pie susu entah yang ke berapa kali.

Tama mengangguk sambil memakan pie susu dengan bahagia.

Janu dan Anggit saling pandang nyengir lebar melihat tingkah Tama.

"Semua orang menyangka kamu mau pindah ke Bali loh, Tam." Kata Lintang menambahi. Kikan mengangguk sambil mengunyah pie susu bagiannya.

"Ya kali." Kata Tama santai. Ia mengerling ke arah Jay yang duduk di atas meja dimana Kikan duduk di kursi sebelahnya. Sesaat ia nyengir dengan muka seperti orang bodoh.

"Jadi, kamu nggak pindah?" tanya Anggit.

"Enggak lah bang. Ngapain juga pindah. Bentar lagi kita kan mau naik kelas 3."

Dan semua orang tertawa.

Sementara itu Surya yang pagi itu berangkat agak terlambat berhenti di ambang pintu ketika melihat Tama dikelilingi teman-temannya. Ia agak kaget dan terpana sambil menatap Tama yang asyik ngobrol bersama teman-temannya. Sesaat kemudian ia sadar dari lamunannya. Ia menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal sambil berusaha menyembunyikan cengirannya.

"Loh, Surya, baru berangkat? Tumben banget senin-senin berangkat mepet." Kata Lintang kepada Surya yang meletakkan tasnya asal-asalan di bangku yang kosong. Surya agak kaget juga karena sapaan Lintang. Ia menatap teman-temannya yang kini menatapnya, termasuk Tama yang juga menatapnya.

JARAK [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang