03.1 | Sky, Sunlight and Clouds

3K 196 10
                                    

03.1
Sky, Sunlight and Clouds



Wonosari, Gunungkidul
Suatu ketika di bulan April 2008


Ia sedang senang sekali akhir-akhir ini. Sangat senang malah. Ia merasa, dirinya selangkah lebih dekat dengan Tama. Sekarang ia punya sedikit alasan untuk menghubungi Tama lewat pesan singkat. Setelah kencan, ah ia malu menyebutnya kencan, itu, ia kadang-kadang menghabiskan malam bertukar pesan. Yang mereka bicarakan kadang seputar sekolah, PR, tugas-tugas, dan hal remeh temeh. Dan ia pun sadar, bahwa, sebenarnya pun sejak dulu ia bisa saja memulai percakapan dengan Tama, karena Tama pun sepertinya tak banyak pikir juga untuk membalas pesan-pesannya. Ia mungkin terlalu ge-er, ia mungkin terlalu percaya diri, ia mungkin terlalu optimis, tapi ia merasa, terlalu merasa, dirinya selangkah lebih dekat dengan Tama.

Ia terlalu besar kepala.

*

Hari yang lengang. Langit biru dan awan yang berarakan, sedikit panas tadi teduh dalam bayangan mendung. Saat istirahat, kelas hanya tersisa sedikit orang. Beberapa sengaja membawa bekal dari rumah dan menyantapnya bersama teman sambil bercengkerama. Sebagian tentunya sedang berdesakan di kantin sekolah. Sebagian memilih makan sepulang sekolah dan saat istirahat memilih pergi ke teman di kelas sebelah. Sebagian pergi ke perpustakaan, yang ini, bisa dihitung jari, paling hanya satu dua atau tiga saja.

Hari itu, setiap orang sibuk dengan apa yang ingin mereka lakukan sendiri.

Janu, Pram, dan Anggit bergabung bersama dengan Geng Anak Belakang Sekolah, geng anak SMP 1. Ada Lintang dan beberapa anak perempuan sahabat Lintang dari SMP juga. Mereka makan di sebuah warung makan di belakang sekolah. Warung itu menjual berbagai jenis jus buah, es buah, semacam tempura-tempura, jajanan, dan gorengan. Mereka semua terlihat asyik ngobrol sana sini. Beberapa anak laki-laki juga terlihat merokok. Lokasi warung ini agak masuk ke dalam gang jadi apabila guru lewat, mereka tak akan bisa melihat siswanya merokok. Beberapa orang yang merokok itu adalah Pram dan Janu, serta beberapa orang anak SMP 1 lainnya. Ada Kuncoro juga di sana, ikutan merokok meski hanya sebatang saja lalu berhenti.

Sementara itu, Jay berada di perpustakaan, sedang celingukan mencari sosok yang biasanya ia temukan duduk sambil menghadapi kamus besar bahasa Indonesia sembari menulis sajak. Tapi ia tak menemukannya di bangku yang biasa orang itu duduki. Ia, mungkin mencoba berdamai dengan impresi pertamanya. Mungkin juga ia telah berdamai dengan emosi yang entah dari masa sering kali muncul di masa lalu. Mungkin, dulu ia hanya tidak terima, ada seseorang yang begitu membenci kehadirannya. Ah, mungkin, membenci kehadirannya pun hanya anggapan Jay saja. Karena kadang, dimasa muda, kita tak pernah bisa menyampaikan perasaan kita dengan benar, mungkin juga karena kita tak mampu, ah, bukan, tapi tak mau jujur pada perasaan kita.

Jay cepat saja menemukan Kikan diantara rak-rak karya sastra. Sebuah senyum kecil merekah di sudut bibirnya tanpa ia sadari. Kikan sedang kusyuk sekali membaca sebuah buku sembari berdiri dan bersandar pada rak buku di belakangnya. Jay mendekat sambil mengeratkan buku yang sedari tadi ia bawa dari kelas. Ia berjingkat berjalan mendekati Kikan, dan berusaha menjejerinya dalam diam, lalu berusaha melongok ke halaman yang sedang Kikan baca.

Jay baru saya membaca dua kata pertama Tentu, Kau . . . ketika Kikan sadar ada seseorang yang sedang berusaha melongok ke halaman yang ia baca. Reflex dia buru-buru menutup halaman itu dan menyembunyikan buku itu di balik tubuhnya ketika mendapati muka Jay begitu dekat dengan pundaknya. Ia tergagap tak bersuara melangkah dua langkah menjauh.

"Astaga, Jay! Bisa nggak sih muncul biasa saja, nggak ngagetin!" pekik Kikan tertahan.

Jay manyun karena tak berhasil membaca halaman yang tadi di baca Kikan. Ia menegakkan badannya sambil mendengus sebal.

JARAK [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang