01.8 | Jenjam

3.9K 213 13
                                    

01.8
Jenjam*)



Wonosari, Gunungkidul.
Di awal bulan Desember 2006.


Rutinitas basket 3 on 3 itu sekarang sudah berlangsung selama satu bulan. Janu dan Pram masih tak mau mengalah kepada Jay yang ingin sekali setim bareng Tama. Anggit dan Surya tak banyak berkomentar tentang keempatnya yang selalu rebut ketika permulaan permainan.

Hari itu sabtu. Sesuai peranjian Tama kepada Jay dan Janu, sore nanti mereka tetap akan melangsungkan tanding 3 on 3 yang Lagi-lagi, Tama bertemu Jay dan Pram diparkiran, lima menit sebelum bel berbunyi.

"Kamu kok sering banget berangkat mepet-mepet, Jay?" tanya Tama ketika mereka berjalan meninggalkan area parkiran menuju area deretan kelas 1 yang berada paling jauh dari sisi sekolah, daerah paling depan dari kompleks SMA mereka. mereka bertiga jalan bersisihan dengan Jay yang berada di tengah.

"Duh, Tam, di rumah itu ribet banget kalau pagi. Aku harus ngurusin si kembar sekalian mengantar sampai ke sekolah. Ya, mana bisa aku berangkat pagi kalau urusan rumah belum beres." Kata Jay lalu tertawa sarkas.

"Nggak ada rewang di rumahmu?" tanya Tama lagi.

"Nggak ada. Paling simbah putri sih, bantuin nyiapin sarapan."

Tama mengangguk tanda mengerti. Ia lalu mengerling kepada Surya yang bersiul-siul kecil nggak jelas.

"Kamu kenapa sering banget berangkat mepet-mepet, Ya?" tanya Tama.

Surya tergagap ditanya tiba-tiba.

"Aku, aku sulit bangun pagi tam." Kata Surya sambil menggaruk-garuk rambutnya yang tak gatal.

"Wah kalau itu masalahnya, memang nggak terelakkan lagi." Komentar Tama sambil terkekeh.

Mereka bertiga menikung di deretan kelas 2 dan bel tanda masuk berbunyi. Anak-anak yang masih duduk-duduk diluar kelas pun buru-buru masuk ke kelas. Mereka terus berjalan diantara lalu lalang anak-anak yang buru-buru masuk kelas sambil diam. Beberapa guru mulai keluar dari ruang guru dan berjalan di koridor menuju kelas tempat mereka mengajar pada jam pertama.

"Hei, Tam!" sapa Janu, Pram, dan Anggit yang tiba-tiba muncul dari lorong menuju ruang ekstra dan mushola sekolah.

Janu langsung merangkul pundak Tama. di sampingnya Anggit menyapa Jay dan Surya. Pram merangsek diantara Tama dan Jay, membuat Jay mendengus kesal. Tama diapit oleh dua orang tinggi besar itu. Ia terlihat kecil, kira-kira hanya setinggi telinga Janu dan Pram. Mereka berenam berjalan beriringan memenuhi lorong yang kemudian melebar dan bertemu dengan lapangan basket di depan deretan kelas 1.

"Kamu kenapa deh, sok baik main rangkul-rangkul kaya gini segala? Pasti ada maunya kan?" sergah Tama sok sinis.

Janu tertawa bersama Pram.

"Tau aja sih."

"Tipikal kalian kalau lagi mau minta bantuan. Berhubung ini hari sabtu, kalian mau nyontek PR matematika ya? Iya kan? Pasti begitu."

"Boleh ya pinjem PR-mu buat di salin?" tanya Janu memasang tampang memelas.

Tama mendengus setengah sebal setengah geli.

"Diem aja berarti boleh nih! Yuhui!" sorak Pram senang sambil menyenggol Tama. Tama cuma bisa tersenyum sekilas sambil memutar bola matanya.

"Tam, kok kamu mau sih nyontekin mereka?" tanya Jay gusar.

"Memang kenapa?" tanya Tama balik, heran pada protesan Jay.

"Kan nggak mendidik mereka." hardik Jay.

JARAK [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang