05.2 | Kopi dan Cokelat

2.1K 184 53
                                    


05.2
Kopi dan Cokelat 



Depok & Puncak
Sekitar akhir September 2010


Di malam Sinta di bakar, kutemukan kau, sekelebat seperti kembang api yang rekah di langit sepolos jelaga. Bebungaan yang rekah dalam segenggam tangan yang berpindah ke pangkuan. Ada yang aneh bergejolak dalam rongga dada, seperti ombak yang menyapu pantai, menerbangkan kupu-kupu menuju setangkup kembang. Aku geli merasakan kepalaku dipenuhi bunga-bunga dan senyummu malam itu.

Sekejap, aku menjelma Cinderella yang tak ingin pulang selepas tengah malam. Malam itu kutemukan kau dalam mimpi-mimpi yang samar. Mimpi yang sering kali tanggal di ujung kesadaran di pagi hari.

-

Tapi tidak hari itu.

Di antara sadar, aku memutuskan untuk menyimpan mimpi itu dalam ingatanku tentangmu.

-

Dan pagi. Sadar aku mereka ingatan, diantara perjumpaan dengan mu dan mimpi. Bunga di atas meja kamarku itu telah layu. Lesu,kupandangi yang cantik tak abadi. Lalu senyummu seperti ciuman matahari pagi diantara kabut. Hatiku kalang kabut.

Hari ini kita bertemu, kau yang diburu waktu. Kereta-kereta masih lama. Tetapi mengapa sebentar saja aku berharap saat ini sesaat jadi lebih lama? Rasa itu kata orang-orang tergambar jelas di kedalaamn tatap mata. Aku diam, tapi kau tak tahu aku ketakutan.

Yang kutakutkan dari perjumpaan bukanlah perpisahan. Tetapi perasaan rindu yang seharusnya tiris malah meluap-luap mencekat dada, setelah lambaian tangan terakhir ditunaikan.


-



Yudha mengembalikan buku catatan Tama di Lokamandala sehari setelahnya tanpa berkomentar apapun. Buku catatan Tama itu tahu-tahu sudah berada di antara buku-bukunya yang ada di atas meja kerja. Tama sadar ketika ia mau pulang dan membereskan buku-bukunya. Di hari Yudha mengembalikan bukunya, mereka tidak saling berbicara satu sama lain. Tama sibuk membaca buku diantara rak buku, sementara Yudha hanya datang saja untuk mencari Tama di Lokamandala. Siang itu mereka tak bertemu.

Di perpustakaan universitas pun, Tama tak bertemu Yudha. Di Lokamandala pun seringnya hanya ada Alex saja. Dari pengakuan Alex, Yudha sedang sibuk tugas kuliah dan urusan mapala yang mau ikut lomba panjat amateur. Di kosan mereka pun, ia tak pernah bertemu, bersisipan waktu pulang pun tidak. Hanya kadang malam-malam sekali, jika Tama masih terjaga karena menuntaskan buku yang ia baca, ia mendengar deru motor Yudha yang baru saja pulang.

Entah mengapa rasanya aneh sekali, Yudha sama sekali tidak berkomentar apa pun. Tama entah mengapa jadi resah. Seperti melihat kawanan awan mendung yang bergelayut di atas kota, siap hujan, tetapi tak kunjung turun. Apalagi setelah Tama tahu, video rekaman bang Seno ternyata juga merekam Surya yang memberinya bunga malam itu. Meski di video itu muka mereka tidak jelas karena gelap dan gambar yang pecah karena di zoom maksimal. Kegelisahan itu menjadi-jadi dan membuat Tama selalu gugup jika ia menemukan tanda-tanda keberadaan Yudha. Padahal ya, Yudha biasa saja, malah cenderung berjarak dari biasanya. Mereka memang tak pernah dekat, tetapi seringnya Yudha mengajaknya mengobrol.

Tapi keresahan itu tidak bertahan lama karena kegiatan kampus yang menyibukkan Tama. Apalagi Satya yang mengajaknya untuk ikut dalam kegiatan outbound anak-anak teater di akhir minggu. Tujuannya tentu saja villa di puncak milik saudara salah satu anak teater. Tama mau-mau saja karena tak menemukan alasan yang bisa meyakinkan Satya untuk tidak merengek agak Tama bersedia ikut. Lagian, lumayan juga untuk refreshing.

JARAK [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang