05.5 | Janglar

1.7K 174 91
                                    


Bab 37
Janglar




Wonosari, Gunungkidul
September, 2010



Ayo basket?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayo basket?

Sabtu sore dan hanya dengan satu kalimat itu, Tama mampu mengumpulkan ketiga sahabatnya di lapangan basket di belakang rumah Janu. Pram yang datang dengan sepeda hitamnya sekonyong-konyong langsung menoyor kepala Tama karena gemas dan rindu lama tidak bertemu. Padahal jelas-jelas saja dua bulan lalu mereka menghabiskan waktu liburan panjang bersama-sama seperti dulu kala ketika mereka masih SMA. Tama yang kepalanya ditoyor hanya bisa cengengesan saja membuat Pram langsung mengapit kepala Tama diantara lengan dan badannya. Setelah Tama memohon agar Pram melepaskannya, akhirnya Pram mengendurkan lengannya dan tetap membiarkan tangannya mengalung di pundak Tama.

"Pulang nggak bilang-bilang kau ya!?!" hardik Pram terdengar kesal tapi sebenarnya ia menyembunyikan perasaan terkejut dan senang. Tama hanya nyengir saja membiarkan Pram melepaskan tangannya dari pundak Tama.

Giliran Janu datang ia langsung mengacak-acak rambut Tama. Anggit yang datang berbarengan dengan Janu hanya bisa tersenyum simpul melihat bagaimana kedua sahabat laki-lakinya itu memperlakukan Tama.

"Sayang nggak bisa 3 on 3. Orangnya kurang nih." Ujar Tama sambil terkekeh men-dribble bola sambil mengambil ancang-ancang menembakkan ke arah ring basket yang papannya sudah rusak di sana sini.

"Jay emang belum pulang?" tanya Pram.

"Belum, Senin baru berangkat dari Bandung katanya." Jawab Tama sambil melakukan shooting dari area tembakan hukuman. Bola basket yang dilemparnya itu masuk mulus sekali ke dalam keranjang tanpa menyentuh pinggiran ring.

"Kalau Surya?" tanya Janu sambil tersenyum seolah mengetahui sesuatu.

Tama menoleh ke arah Janu lalu memalingkan muka karena hendak berlari mengejar bolanya.

"Tau deh. Kok tanya aku." Jawab Tama agak sewot.

Janu dan Pram saling tatap dan mendengus geli. "Sante lho, Tam." Ujar Pram sambil mesam-mesem.

Ketika Lintang datang dengan Vario Putihnya, ia langsung histeris setelah turun dari motor. Rambutnya yang coklat mengombak indah hasil smoothing itu membuat Tama terbengong-bengong.

"Parah banget nggak ngabarin kalau kamu balik!" ujar Lintang sambil bersungut-sungut sementara Tama dengan mulut setengah terbuka takjub pada penampilan temannya itu. Dari dulu, Lintang memang selalu terlihat cantik dan menarik, tetapi, sore itu, entah karena cahaya matahari senja atau Tama yang sudah lama tak bertemu Lintang, teman baiknya itu terlihat lebih dewasa dengan dandanannya yang kasual tetapi tetap terlihat memukau.

JARAK [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang