02.8 | Orthochromatic

2.6K 173 15
                                    

02.8
Orthochromatic*



Jogja & Denpasar
Awal April 2008


Pelajaran Biologi waktu itu adalah hari Sabtu. Dan sampai pulang pun Tama tak berkomentar apapun pada Surya. Surya pikir mungkin Tama tak langsung membaca surat itu. Ada sedikit rasa kekecewaan karena Tama yang malah datang langsung kepada Anggit. Mereka terlibat obrolan cukup serius mengenai isi surat yang Anggit kirimkan kepada Tama. Mereka berdua berbicara empat mata dan tak mau diganggu di pojok kelas. Surya pikir, ah, mungkin ini terkait masa lalu yang tak mungkin Surya korek sendiri dari Tama, Janu, Pram, dan Anggit.

Malam itu, malam setelah pelajaran biologi itu, Tama mendapatkan telepon dari ayah dan ibunya.

"Tama, ini ada telepon dari ayah!" ujar eyang putri memanggil Tama yang ada di kamarnya.

Tama langsung bangkit, begitu bersemangat, sampai berlari-lari turun ke ruang makan.

"Kok, tumben ayah telepon, eyang? Ayah udah balik dari luar negeri ya?" tanya Tama memincingkan mata penasaran.

Eyang putri dan eyang kakungnya tersenyum menjawab pertanyaan Tama. Tama langsung mengangkat telepon.

"Ih, ayah kok nggak bilang-bilang sih kalau mau pulang?!" kata Tama protes. Ayahnya tertawa di seberang telepon.

"Ayah kan, memang mau bikin kejutan buat kamu."

"Ih, nggak asyik banget sih! Trus sekarang ayah sama ibu lagi ada di mana? Di rumah Jogja, atau dalam perjalanan menuju Wonosari?" cecat Tama.

"Bukan, bukan, ayah sama ibumu sedang ada di rumah kakek di Bali."

"Apa? Serius?"

"Sumpah deh!" kata ayah Tama tergelak tertawa.

"Tuh, kan, nggak ngajak-ngajak!" protes Tama merajuk.

"Emangnya kamu mau ikut nyusul ke Bali?"

"Ya mau, lah! Masa nggak mau! Kan ayah yang beliin tiket." Ayahnya makin tertawa.

"Duh, anak ayah kok makin oportunis banget ya?! Hm."

"Di era globalisasi ini, kita harus berusaha seoportunis mungkin, yah! Kalau enggak, nanti kalah saing sama Cina!"

Ayahnya tertawa lagi.

"Eh, emangnya ayah ngapain sih di Bali? Kenapa nggak langsung balik Jogja aja? Jangan bilang ayah mau pergi jalan-jalan keluar negeri lagi ya habis dari Bali?"

"Enggak. Kamu masih ingat kan kalau ayah dapat beasiswa keliling Eropa, belajar di workshop-workshop seni-nya orang sana buat bikin pameran di Indonesia."

"He-em."

"Nah, sekarang ayah dapat yayasan yang bersedia mendanai pameran ayah. Nggak main-main lho! Di empat kota berurutan! Denpasar, Jogja, Bandung, Jakarta! Bayangkan, ayah keren banget kan?"

"Ih, narsis."

"Nggak papa dong! Kan artis, harus narsis." Canda ayahnya.

Tama geleng-geleng kepala oleh banyolan ayahnya.

"Trus, ntar coba cek emailmu deh. Ayah udah beliin tiket buat berangkat besok siang dari Adi Sucipto."

Tama kaget. "Serius banget?" tanya Tama girang.

"Mau nggak nyusul ke Bali?"

"Mau! Mau! Mau banget!!!" jawab Tama mengiyakan. Tanpa sadar ia bersorak tak mengindahkan ayahnya yang belum memutuskan sambungan telepon.

JARAK [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang