Jeda - Wessel Zone Kedua

2.6K 219 48
                                    


Jeda

Wessel Zone Kedua



Wonosari. Gunungkidul. 
Mei 2017.
Beberapa jam sebelum reuni.


Siang yang lengang. Langit yang cerah di akhir bulan Juni. Udara yang bergerak lambat. Ada seseorang yang tak nyaman dengan atmosfer di sekelilingnya. Rasanya seolah sudah bertahun-tahun lamanya, ia meninggalkan kota kecil tempatnya tumbuh itu. Tak banyak yang berubah. Lalulintas yang lambat, rumah-rumah yang berganti cat, pepohonan yang membesar dan beberapa dahannya dipangkas lalu tumbuh lagi. Ia tak terbiasa dengan pemandangan yang santai itu. Di Singapura, ia terbiasa pada ritme kerja tepat yang serba cepat, orang orang yang lalu lalang dalam langkah-langkah terburu-buru waktu, kendaraan yang teratur berjajar pada jalur jalurnya, kereta yang tiba tepat waktu, hiruk pikuk yang dingin. Di kota ini, sesuatu telah menyeretnya kembali kepada ritme lama, orang orang yang bergerak perlahan, jalanan yang lengang dan sesekali kendaraan yang melintas dengan seenaknya, kehidupan yang seolah esok masih jauh.

Sore itu, Surya memutuskan untuk menengok lapangan basket di belakang rumah Janu sebelum langsung datang ke reuni pertama anak-anak kelas mereka. Ia menghela napas. Ada dorongan untuk mencari rokok di dalam saku bagian dalam jaketnya. Buru-buru ia mengambil satu dan menyalakannya. Ia termenung di ambang lapangan basket, sebelum akhirnya ia melangkah masuk ke dalam lapangan basket yang telah menua. Ia tahu lapangan itu telah melalui tahun-tahun yang panjang. Pepohonan yang kini liar menaungi sekeliling lapangan. Dan tentunya, rumah kayu di ata pohon trembesi yang kini sedang berbunga.

Angin bertiup cukup kencang, menyibakkan dahan-dahan dan seolah, mengembalikan ingatannya pada waktu waktu lalu. Jarum jam seakan berhenti lalu berputar sebaliknya. Ia terbawa oleh arus itu. Setelah sekian lama, setelah sekian jarak yang ia tempuh untuk menjauh, lagi-lagi, hanya di tempat ini ia tak bisa mengelak.

*

Siang itu, Tama dan Kikan sedang berada di rumah Lintang. Mereka duduk duduk di teras samping rumah Lintang. Ada beberapa buah-buahan di dekat mereka, seperti mangga dan nanas yang telah terpotong-potong, beberapa buah mentimun. Secobek sambal lotis dan senampan sampah potongan buah.

"Tam, kau kapan berangkat ke Jakarta?" Tanya Lintang yang sibuk mengupas mangga. Sementara Kikan memotong-motong mentimun.

Tama sedang berjuang memanjat dahan pohon jambu air untuk memetik beberapa buahnya. Tama turun dari pohon dan menatap keduanya yang sesekali menatap Tama menunggu jawaban mereka.

"Hmm, minggu depan sih kayaknya. Aku mau ke Bali dulu." Kata Tama nyengir lebar dan mendekati mereka membawa buah-buah jambu yang ia petik.

"Oh iya, ngomong-ngomong, Surya bakal berangkat ke Surabaya lusa ya? Terus, Jay ke Bandung besoknya kan?" Tanya Lintang.

"Iya." Jawab Tama setengah bergumam. Ada yang ia pikirkan. Sementara Kikan hanya mengangguk saja.

"Wah, Kikan bakalan ditinggal si Jay nih!" canda Tama tanpa pikir panjang. Lintang tertawa. Sementara itu Kikan hanya terdiam. Tama dan Lintang bertukar pandang.

"Sebenernya, kalian gimana sih, kan? Masa udah mau pisah nggak jelas gitu hubungan kalian." Canda Lintang.

Ada jeda sejenak.

"Jangan-jangan tanpa kita tahu mereka udah jadian deh, tang." Ejek Tama sembari mengambil pisau dan mulai memotong-motong jambu air yang tadi ia petik. Kikan masih diam tak menjawab.

JARAK [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang