06.5 | Percakapan Laut

2K 159 115
                                    

06.5
Percakapan Laut



Jogja. Menjelang tahun baru 2011.

Yudha sedang duduk-duduk di kontrakan Narya malam itu. Beberapa hari sudah berlalu sejak natal dan Yudha belum menghubungi Tama lagi meski perempuan itu sempat mengirimi pesan bertanya apakah Yudha baik-baik saja.

Sepulang dari Parang Tritis malam itu, tidak banyak kalimat yang diucapkan Yudha sampai ia mengantar Tama kembali ke rumah, tepat sebelum pukul sebelas. Dan kedua orang tua Tama masih belum pulang.

Malam itu Tama mengembalikan jaket Yudha dengan ragu, merasa laki-laki yang mengantarkannya pulang itu masih terlihat kacau.

"Jaket saya yang waktu itu masih belum kau kembalikan, ya?" ujar Yudha sambil mengulum senyum dan ekspresi wajahnya telah berubah melembut, seolah-olah kejadian sebelum malam itu berakhir tidak pernah ada, membuat Tama agak lega laki-laki itu masih bisa membercandainya.

Tama mengerucutkan bibirnya sambil tersenyum kecut. "Iya, iya, bang, saya tahu. Lupa mulu sih mau balikin."

Yudha terkekeh melihat sikap Tama yang tiba-tiba jadi defensive itu.

Tama mengerling ke arah Yudha dengan takut-takut. Sebenarnya, ia merasa senang si bule ini moodnya jadi lebih mendingan daripada beberapa jam lalu. Tapi perubahan mood Yudha itu terkesan dipaksakan, meski Yudha pandai sekali menutupi semua hal yang terjadi dengan senyumannya itu. Ah, pantas, selama ini orang-orang tak berani mendesak Yudha. Senyuman laki-laki itu telah meyakinkan banyak orang bahwa ia biasa-biasa saja dan tak ingin diusik kehidupan pribadinya. Tetapi, mengapa ya, laki-laki itu membiarkan Tama mengetahui semuanya? Seperti halnya Tama yang pada akhirnya membagi apa yang ia pendam dalam benaknya kepada orang lain.

"Besok pas sudah balik ke Jakarta, ya." Ujar Tama dengan nada yang lembut dan sedikit lebih ceria daripada sebelum-sebelumnya.

Yudha mengangguk sambil menyunggingkan senyum lalu membantu Tama melepaskan helm yang ia pakai. Tama hanya diam saja membiarkan jemari Yudha membuka pengait helmnya sementara tangan Yudha yang satunya menelangkup di atas helm lalu mengangkatnya setelah pengait helm itu terlepas.

'Tuh kah, sikapnya udah kaya kakak begini masa nggak mau kuakuin sebagai kakak. Huh.'

Tama tidak mengatakan apapun selama Yudha mengaitkan helm yang dipakai Tama tadi ke cantolan di bawah jok motor. Yudha mendongak menatap Tama lagi lalu tersenyum.

"Selamat malam, Tama."

Yudha menghela napas sembari menyadari sedari tadi rokok terselip di bibirnya tanpa ia apa-apakan. Bagian yang terbakar sudah panjang dan ia pun memegangi rokok itu dengan kedua jarinya dan mengetuk—ngetukan remah tembakau itu ke dalam asbak yang disediakan Narya. Yudha memandangi foto-foto yang memenuhi satu dinding kamar Narya. Pemilik kamar itu keluar kamar beberapa menit lalu untuk membuatkan Yudha kopi.

Yudha berulang kali menyisir rambut gondrongnya itu dengan tangan kanan, kebiasaannya ketika sedang resah karena sesuatu. Tiba-tiba diingatnya bagaimana Tama memainkan rambut-rambut yang berjatuhan di depan dahinya. Baru pertama kali itu Yudha diperlakukan seperti itu, seperti penuh cinta dan kasih sayang. Malam itu, ia merasa seperti menjadi anak kecil yang sedang merajuk dan tindakan Tama itu memberikan ketenangan sendiri di dalam dirinya. Ia ingin menangkap tangan Tama dan membiarkan tangan itu mengusap kening dan rambutnya lebih lama. Ia merasa nyaman dengan tindakan kecil Tama itu yang Yudha sadar, tidak memiliki arti apa-apa, hanya sebatas tindakan refleks saja.

JARAK [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang