01.2 | Start Jongkok

13.8K 487 14
                                    

01.2
Start Jongkok,
Duo Pembuat Onar Bersatu Kembali



Adisucipto. Yogyakarta.
Awal Juli. 2006.


"Kamu yakin nggak mau ikut kami?" tanya ibunya sambil mengelus rambut anak perempuannya yang tergerai di bawah telinga, masih belum menyentuh pundak.

"Ah, kalian kan mau sekalian bulan madu. Nggak mau ah! Mending di rumah eyang deh daripada ikut kalian." Jawab anak perempuannya itu mbesengut.

 Ayah dan ibunya saling pandang lalu tertawa. Eyang kakung dan eyang putrinya hanya tersenyum.

"Tenang saja, nak Putu, biar Tama tinggal sama kami." Ujar eyang putri tama memeluk pundak tama.

"Tuh, udah sih, kalian pergi aja ke Eropa. Biar aku tinggal sama eyang putri dan eyang kakung." Ujar tama pura-pura kesal kepada kedua orang tuanya.

"Ya sudah, kamu jaga diri baik-baik ya, Tama. Jangan menyusahkan eyang kakung dan eyang putri lhoh." Ujar ayahnya.

"Iya ayah!" ujar tama meyakinkan.

Sejenak terdengar panggilan kepada penumpang. Ayah dan ibu Tama saling pandang.

"Ayah, ibu, kami pamit pergi dulu ya. Kami titip tama ya, yah, bu." Ujar ibu tama kepada kedua orang tuanya. Eyang kakung dan eyang putri mengangguk.

"Kalian jaga diri baik-baik ya di sana nak! Jangan lupa kirim kabar kepada kami." Ujar eyang putri.

Ayah dan ibu tama pamit kepada eyang kakung dan eyang putri. Kedua mata eyang putri dan ibu tama berkaca-kaca menahan kesedihan. Suasana begitu haru pagi itu di bandara adi sucipto yang masih lengang.

"Ayah, aku menantikan pameran ayah lho, sepulang dari eropa." Ujar tama ketika ia bersalaman dengan kedua orang tuanya.

Ayahnya tertawa lalu mengacak-acak rambut putri satu-satunya. Mereka berlima berpisah di itu.gerbang masuk yang dibatasi oleh satpam. Tama menatap kepergian orang tuanya lalu menghela napas panjang.

"Ayo tama, kita pulang ke rumah barumu!" ujar eyang kakungnya sambil membimbingnya menuju parkiran mobil. 


Tama lahir di lingkungan keluarga seni. Ayahnya yang seorang pelukis, mewarisi bakatnya dari kakek Tama, seorang budayawan asal Bali. Nenek dari ayahnya adalah seorang penari Bali tradisional. Ia membuka sanggar tari Bali bagi anak-anak perempuan di desa adatnya untuk belajar tari Bali. Ibu tama yang seorang pemain Selo, mewarisi bakat itu dari kedua orang tuanya. Eyang kakung Tama adalah seorang dalang yang cukup terkenal di Jogja. Ia sering diundang ke berbagai acara yang nanggap wayang. Jam terbangnya sudah tinggi, dan melayani undangan se-DIY Jateng. Di rumahnya, ia membuka workshop wayang dan juga mengajari ndalang. Eyang putri tama dulunya adalah seorang sinden. Ia adalah putri dari guru eyang kakungnya belajar wayang. Kadang, eyang putri masih sering menemani eyang kakung ketika pagelaran dan menjadi sinden.

Meski lahir dalam keluarga penggiat seni, Tama sangat menyukai pelajaran berhitung. Sejak kecil ia cerdas dan selalu ingin tahu. Meski sikapnya agak tengil juga, tetapi ia sebenarnya anak manja.


"Nah, Tama, kita sudah sampai." Ujar eyang kakung membuyarkan lamunan Tama yang duduk di jog belakang mobil bersama beberapa kardus dari rumah Tama.

Tama keluar dari mobil dan tercengan melihat rumah kakeknya yang berubah dari terakhir kali ia lihat.

"Lhoh, udah jadi aja kerjaannya om Abi." Komentar tama sambil melihat bangunan tambahan di sebelah pendapa joglo. Banguan yang dulunya bergaya rumah kampung yang dulunya adalah workshop eyang kakungnya kini telah disulap begitu modern dengan kolom-kolom baja bercat hitam berdinding paduan tembok dan kaca. Terlihat kontemporer sekali.

JARAK [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang