05.1 | le Garçon et la Fille

2.4K 179 64
                                    

05.1
le Garçon et  la Fille



Depok, 2010.


Senin yang biasa. Pagi itu, Yudha baru saja keluar dari kamar mandinya sambil mengusap-usap rambutnya yang setengah basah dengan handuk. Ia hanya bertelanjang dada dengan celana jeans hitamnya yang sudah pudar dan beberapa sobek di ujung bawah karena sering terinjak-injak. Ia melirik ke arah pintu kamarnya yang sudah terbuka lebar dan mendapati Alex duduk di kursi kerjanya. Kepalanya menyandar terlalu jauh ke sandaran kursi dan membuatnya seperti menggantung dengan posisi aneh. Ia menggerak-gerakkan kursi itu pada porosnya, sama sekali tak mengindahkan Yudha yang baru keluar dari kamar mandi.

Yudha memandang sekilas ke arah Alex dan berjalan lurus saja menuju almari baju yang ada di ujung depan kamar mandinya. Ia melemparkan handuknya ke aras kasur dan mencari kaus hitam polos yang baru kemarin ia ambil dari laundry kiloan langganannya. Ia tak punya banyak baju di dalam almarinya. Hanya beberapa kaos polos berwarna hitam yang cukup untuk seminggu dan setumpuk kemeja flannel yang kebanyakan berwarna biru tua dan setumpuk celana jeans.

Yudha mengerling sekilas ke arah Alex setelah selesai mengenakan kaos hitamnya dan kini berjalan ke arah tas ransel Jansport hitam polos yang terbuka di atas kasur. Ia mulai memasukkan laptop yang berada di atas tempat tidur.

"Hai, Lex, tumben kau pagi-pagi sudah ke kamar saya." kata Yudha sambil terenyum kecil. Ia membungkuk mengambil buku di dekat kaki tempat tidur. Kamar Yudha sebenarnya cukup rapi. Hanya saja ia suka meletakkan buku-buku sembarangan setelah selesai membacanya. Jadi di lantai kamarnya berserakan buku-buku bacaannya. Kalau tidak hati-hati, bisa kesandung tumpukan buku-bukunya. Yudha membuat catatan dalam benaknya untuk membereskan buku-buku itu sesegera mungkin.

Alex menegakkan kepalanya lalu membenarkan duduknya. Ia bersedekap dengan muka yang kelihatan serius. Yudha melembarkan pandangan heran sekilas lalu melanjutkan memasukkan barang-barang.

"Yudha, kau tahu kan kalau etika pertama mendaki gunung adalah untuk meninggalkan jejak sesedikit mungkin dan membiarkan alam tetap apa adanya? Itu artinya kau bertanggung jawab terhadap semua sampah yang kau bawa dan berusaha untuk tidak merusak apapun di alam."

Yudha mengerling sekilas ke arah Alex yang menatapnya serius. Sudut matanya menangkap rangkaian bunga edelweiss di atas meja. Padahal Yudha sudah membuangnya kemarin. Tetapi memang bibi yang biasanya ngurus kebersihan kamar selalu libur tiap hari minggu. Jadi, pasti tempat sampah di depan kamarnya masih belum dikosongkan. Alex masih menatapnya minta penjelasan setelah tahu bahwa Yudha mengerti maksud pembicaraan Alex.

Yudha mengangkat bahunya sekilas memberikan gestur tak paham maksud Alex.

Alex menghela napas. "Jadi, pas kau ke Pangrango kemarin, kau petik bunga edelweiss? Tumben kali kau melakukan hal norak macam gini. Kau tahu sendiri kan kalau bunga edelweiss itu susah tumbuhnya, apakagi sampai mekar." tanya Alex dengan tatapan penasaran sambil mengerling sekilas ke arah bunga edelweiss di atas meja.

Yudha menghentikan aktivitasnya lalu tertawa. "Ada beberapa anak dalam rombongan yang pengen bawa edelweiss buat kenang-kenangan penmas pertamanya. Biasa lah anak-anak labil yang baru pertama naik gunung. Saya membantu mengumpulkan dan memilih batang-batang edelweiss yang sudah patah dan terinjak-injak. Kan daripada mereka memetik yang masih di pohonnya. Dan bunga itu," Yudha menunjuk bunga yang Alex letakkan di atas mejanya, "sisa dari anak-anak yang pengen edelweiss. Bunga itu terbawa di saku jaket saya."

"Tapi nggak kau buang ke tempat sampah juga, dong Yudha?!"

Yudha tertawa kecil lalu menyelesaikan pekerjaan yang tertunda.

JARAK [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang