04.6 | Sebuah Percakapan di Pinggir Danau

1.9K 176 47
                                    

04.6
Sebuah Percakapan di Pinggir Danau



Universitas Indonesia, Depok
Akhir bulan Agustus 2010



Tak perlu waktu lama bagi Surya untuk membuat Tama tertawa karena ceritanya. Tawa Tama yang renyah membuat dada Surya menjadi hangat. Apalagi lirikan mata Tama yang kadang pura-pura sebal dengan lelucon Surya hingga ia yang harus memutar bola matanya karena entah jenggah atau hanya pura-pura saja. Surya menikmati pemandangan yang ada di depannya itu dengan segenap hati. Ia tak lelah memandangi mata Tama yang jenaka itu.

Saat itu, Surya jadi sadar ada sedikit demi sedikit yang berubah dari diri Tama. Tama kini membiarkan rambutnya kembali memanjang hingga se-dagu, hampir-hampir menyentuk pundaknya. Aura di sekitarnya juga melembut dan terasa seperti wanita. Surya merasa jantungnya semakin berdebar menyadari perubahan kecil itu. Tama sepertinya tak sadar Surya telah beringsut mendekat dan kini keduanya duduk agak berhadapan di kursi panjang tempat mereka duduk. Kedua kaki mereka hampir-hampir bersentuhan. Surya terpana sendiri menikmati keindahan di hadapannya.

Tama sendiri sadar, ada yang sudah berubah dalam diri Surya. Tapi tawa dan candanya tetap sama. Ia mendapati dirinya seperti mengecil dan menjadi rapuh di dekat Surya. Ya apalah perasaannya itu yang ia coba tampik melulu. Tama mencoba mempelajari gurat wajah Surya yang sedang bercerita panjang lebar mengenai kekonyolan teman-teman barunya di universitas. Rambut Surya yang panjang melebihi telinga dan ujung rambut di tengkuknya menyenggol lipatan kerah jaket. Surya berhenti memakai kacamata karena ia bilang penglihatannya membaik setelah masuk kuliah. Mata coklat gelapnya yang sesekali mencuri-curi pandang ke arah Tama terlihat melembut seiring senyumnya yang merekah. Tama menikmati pemandangan di depannya, bagaimana Surya mencuri-curi pandang ke arah Tama saat bercerita. Tama merasa tingkah Surya itu menggemaskan.

Dunia seolah milik berdua sampai-sampai diumumkannya pesawat Tama yang hendak berangkat menuju Jakarta. Tama sebenarnya agak enggan menghentikan obrolan mereka sampai ia sadar Surya sudah berdiri dan memasukkan kedua tangannya di saku jaketnya.

"Kenapa? Kamu nggak pengen pulang ?" goda Surya.

Tama mendengus sebal. "Ya kali." Jawab Tama sambil memutar bola matanya dan berdiri menyandang tasnya.

Surya mengantarkan Tama sampai ke batas ia tak boleh masuk. Keduanya termenung sejenak.

"Bye, Surya. Sampai jumpa." Kata Tama sambil tersenyum enggan. Ia merasa masih ingin di tempat ini, mengobrol bersama Surya.

Surya tersenyum sambil mengangguk. Ia mengeratkan tangannya di dalam saku jaket.

Tama tersenyum untuk terakhir kalinya dan mengendik. Ia berbalik dan berjalan menuju pemeriksaan tiket. Hingga tiba-tiba ada seeorang yang menarik tangannya dari belakang. Tama tersentak dan berbalik kaget. Dan ia mendapati Surya sedang menarik tangannya. Ekspresi mukanya penuh dengan keragu-raguan dan sesuatu yang terpendam.

Surya tak banyak berpikir ketika ia cepat-cepat menyusul Tama sebelum masuk ke pengecekan tiket. Ia meraih lengan kanan Tama dari belakang dan membuat Tama berbalik seketika. Ekspresi Tama terlihat kaget. Surya tertegun. Ia meruntuki perbuatannya barusan. Kini ia terlalu pengecut untuk mengatakan apa yang hendak ia katakan. Tapi memangnya ia ingin mengatakan apa? Sesaat ia tercekat dan lupa sendiri akan kalimat yang hendak ia ucapkan tadi. Ia gentar oleh tatapan Tama.

Surya buru-buru melepaskan tangannya dari lengan Tama. Ekspresi Tama berubah dari kaget menjadi heran dan penuh antisipasi.

Surya tersenyum kecil. "Hati-hati ya, sampai jumpa."

JARAK [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang