Serangan Besar-besaran (1)

62 7 0
                                    

      “Good Job, Dev. Untung lo tepat waktu, kalo nggak Ray bisa dot ko dot aidi alias Koid” Celetuk Cakka.

      “Selamat sih selamat, tapi bisa ‘kan gak pake jarum suntik!! Leher gua sakit ini, lain kali bius gua lewat sapu tangan aja.” Gerutu Ray mengusap-usapi lehernya.

      “Pengen banget gua bius pake sapu tangan? Kepala lo tambah sakit jangan salahin gua, ya.” Ejek Deva tanpa mengalihkan perhatiannya dari benda berlayar mulus memancarkan sinar. Sibuk memainkan Mobile Legend bersama Gabriel, Rio dan Obiet di dalam kamar Ray. Saat ini jam menunjukkan pukul tiga pagi.

      Gabriel tampak sedikit kesal atas tingkah mereka. Telah banyak yang dilalui ketiganya tanpa sedikit pun dia ketahui. Dia juga merasa Deva mulai berpaling pada mereka dan enggak bermain dengannya lagi. Pikiran seorang anak kecil yang tengah cemburu, tapi memang begitulah faktanya. Kebersamaan mereka yang terjalin cukup lama membuat Gabriel takut kehilangan seorang temannya.

      “Kenapa, Yel? Serangan lo jadi membabi-buta gini, gak pake strategi matang kaya biasanya.” Sindir Deva. Dia paham isi kepala Gabriel. Hanya saja belum waktunya dia mengutarakan alasan di balik perubahan sifatnya. Gabriel sudah seperti saudaranya sendiri, tak mungkin dia berkhianat. “Sorry, kalo telepon lo gak gua angkat, gua lagi makan permen karet soalnya, sayang kalo dibuang.”

******

      “Tumben lo bawa mobil?” Tanya Gabriel di dalam kendaraan beroda empat yang sudah di modifikasi pemiliknya menjadi penuh grafiti pada badan kendaraannya.

      “Cuma kendaraan ini yang nggak seorang pun tahu gua punya, kecuali lo.” Lagu milik Post Malone mengalun cukup keras mengisi ruang udara di dalam mobil, membakar semangat Deva untuk mengawali hari. “Gua mau ngebeberin semua temuan gua, Ayi, Ray, Cakka dan Obiet. Gua udah sepakat sama mereka buat ngasih tau kalian secara terpisah biar pelaku gampang ditemuin.”

      “Jadi, Rio juga udah di kasih tau?”

      Deva berdeham. “Tapi gak tau dari ketiga orang itu, siapa yang ngasih tau Rio dan kapan, semuanya dilakukan secara rahasia dan terorganisir.” Deva sempat berdecak kesal, terlalu pagi bagi para pengendara memenuhi ruas jalan, dia berbelok ke kanan mengambil jalan pintas yang bebas hambatan kecuali polisi tidur dan para pejalan kaki. “Kita hampir dekat sama pelakunya. Hari ini adalah ulang tahun salah satu dari ketiga pelaku. Obiet kemaren datang ke markas The L Maskman, gali informasi tentang kegagalan para The Seeker terdahulu. Nggak mudah dapat informasi itu, Obiet sampai harus putar otak, untung tuh anak pintar nyari alasan. Kesimpulannya, para The Seeker selalu gagal di hari besar ketiga pelaku, hari ulang tahun. Karena hari itu sama dengan tragedi kematian tujuh tokoh proklamator.”

      Gabriel mengerti, ngeri membayangkan yang akan terjadi hari ini. “Terus, yang udah lo siapin?”

      “Anything.” Deva tersenyum lebar. Sejak terpilihnya mereka menjadi The Seeker, baru kali ini Gabriel melihat senyuman lepas dari wajah teman dekatnya, sekaligus merinding mendapati kelicikan dalam senyuman tersebut.

      “Kenapa gua nggak pernah diikut-sertakan dalam perburuan kalian?”

      “Ada dua alasan. Satu, biar Rio nggak ngerasa bersalah karena nggak bisa bantuin kita, gua kasihan sama tuh anak, baru kali ini keluarganya lengkap ada di rumah dalam waktu relatif lama, jadi gua saranin ke yang lain supaya Rio bisa punya waktu lebih banyak lagi sama keluarganya dan Rio juga tau itu kok, dia malah ngerasa nggak enak, tapi kami paksa. Ya, dia sih tetap bantuin kita lewat internet dan kedua, lo bakal menilai pelaku secara subjektif. Sedangkan yang kita butuhin saat ini adalah keobjektifan."

      Gabriel teringat akan satu hal yang ingin dibicarakannya pada orang yang tepat, mungkin Deva orang itu.

******

Secret EnemyWhere stories live. Discover now