Looking The Girls

58 5 0
                                    

   Cakka memperhatikan gelagat Ray yang cukup mencurigakan. Mencurigakan dalam hal ‘Dia tahu sesuatu, namun disembunyikan’. Dia tahu bahwa ketua OSIS-nya itu memiliki sifat yang tidak ingin membeberkan sesuatu sebelum satu fakta digenggam olehnya. Untuk saat ini, Cakka harus memaksanya mengutarakan semua yang ada dipikiran anak itu, mengesampingkan fakta atau opini, temannya harus mengutarakannya.

      “Kalau tau sesuatu, mending dikeluarin, disini kita kerja sebagai tim, bukan personal.”

      Ray yang mengerti maksudnya merasa tersindir, namun kenyataan emosi Cakka belum terkontrol baik sejak pertengkarannya dengan Rio membuat Ray terpaksa menahan emosinya sendiri agar tidak terjadi perpecahan lagi. Dia tidak lantas mengeluarkan pendapatnya atau lebih tepatnya, apa yang pernah dialaminya. Tarikkan nafas dalam dan hembusan teratur dia lakukan untuk menstabilkan gejolak emosinya.

      “Gua pernah ketemu sama cewek yang dinyatakan meninggal menurut lembaran itu.”

      Seakan sudah menduga, respon mereka biasa saja.

      “Dan cewek yang satunya lagi, gua pernah baca biodatanya. Tapi, sampai sekarang dia belum pernah keliatan dan anak itu seharusnya masuk ke kelas kita sebagai murid baru di hari Ayi dan Aidan mendapat insiden itu.”

      “Kalo gitu, untuk mempersingkat waktu dan mengurangi kesan mencurigakan terlebih kalian terbiasa berjalan-jalan mengelilingi sekolah, kalian berdua aja yang cari itu cewek-cewek, sementara kita memantau keadaan di sekitar kita aja, gimana?” Usul Cakka.

      “Kok lo jadi cerewet kaya Rio biasanya langsung to the point?” Celetuk Deva. Mendengar nama itu, semangat Cakka menghilang dan dia kembali pada kepribadiannya beberapa menit lalu ketika di tarik Ray ke perpustakaan. “Anyway, Cakka benar, kalian berdua pantau keadaan disekitaran kalian aja, biar kita yang nyari. Lagi pula, seingat gua hari ini guru rapat. Nggak tau rapat apa, tapi yang gua dengar ada semacam surat ancaman diterima para guru. Nah, Cakka, lo dapet tugas tambahan mencari tau isi surat ancaman tersebut, gua ngerasa ada hubungannya dengan kasus kita.”

      Semua siap menjalankan tugas mereka dan hendak keluar dari perpustakaan saat Deva teringat satu hal penting yang harus diberitahukan. “Selain dari kalian, nggak boleh ada yang tau atau rencana gagal.”

      Ray mempunyai cara tersendiri tanpa perlu repot berjalan mengelilingi sekolahnya yang dia yakin tidak akan selesai dalam satu hari. Cctv. Dia memiliki akses istimewa di ruang kendali keamanan sekolahnya. Petugas disana akan mempersilahkan Ray tanpa banyak bertanya. Dia duduk di tepi meja dan memperhatikan seluruh komputer yang menampilkan masing-masing ruangan, baik yang terpakai maupun tidak, yang selalu di buka maupun tertutup, termasuk ruang kepala sekolah dan arsip sekolah juga satu ruang rahasia milik kepala sekolah. Ray memperhatikannya penuh perhatian, otaknya dia kerahkan seutuhnya pada layar komputer tersebut, mengenyahkan segala pikiran mengganggunya sementara waktu, termasuk keadaan Ayi. Ponsel yang berdering pun diabaikannya demi mendapatkan sesosok gadis, targetnya.

      “Gotcha!!” Seru Ray dalam hati bergegas meninggalkan ruang keamanan, mengundang tanya dipikiran tiga orang petugas yang sedang berjaga.

      Arah kakinya satu dengan Deva yang datang dari arah berlawanan. Sesosok gadis berambut panjang berlari di depan mereka menuju ke sebuah lorong yang sama dengan gadis yang menjadi target Ray. Tangannya mengisyaratkan untuk berpencar dan mengepung kedua gadis tersebut. Hanya ada lorong, lorong yang tengah dilaluinya dan lorong yang akan Deva tuju. Kedua lorong tersebut akan mengepung mereka dari arah kanan dan kiri.

      “Kita tertangkap, siapa yang memberitahukan posisi kita?” Tanya seorang gadis yang baru saja sampai di depan temannya. Ray mendengarnya dari balik tembok.

      “Entah, aku juga heran. Aku sangat yakin profil kita sebagai siswi baru di sekolah ini sudah kubakar semua sesuai rencana. Aku tidak ingin tertangkap oleh bajingan kecil itu.” Sahut temannya.

      “Kau pikir aku mau.

      “Well, we get our target, Ray. Not waste time a lot.” Deva keluar dari persembunyiannya. Mengejutkan kedua gadis itu dan buru-buru mereka menutupi sebagian wajah menggunakan syal hitam dan topi guna menghalangi sorot mata mereka.

      “What do you know about The L Maskman and they Enemies?” Ray langsung pada inti pembicaraan.

      “We don’t know anything.” Jawab gadis berambut panjang bertubuh kurus.

      “Liar!!!!” Pekik Ray dan Deva bersamaan.

      “We don’t!!!” Dua gadis itu tak ingin kalah.

      “Stop!!! Ini gak akan nyelesaiin masalah.” Ray menghentikan perdebatan konyol itu dan menatap penuh harap pada dua gadis di depannya. “Gua mohon banget sama kalian, gua rela jatuhin harga diri gua di depan kalian asal kalian ngasih tau kami sedikit aja tentang kasus yang diberikan The L Maskman pada kami. Adek gua sekarat di rumah sakit, gua mau, saat dia sadar nanti, masalah ini selesai, gua gak mau dia terlibat lagi.”

      Pertama kalinya dalam sejarah hidupnya mengenal Ray, Deva melihat kerapuhan pada diri ketua OSIS-nya yang selalu terlihat berwibawa, tegas dan tak pernah memperlihatkan kepanikan atau emosi lainnya, selain marah dan senyum licik.  Anak itu, sedang mengalami dunia runtuh untuk kedua kalinya, dengan keadaan yang hampir sama. Bedanya, tinggal menunggu berapa lama lagi Ayi menentukan pilihannya. Akankah bertahan atau menyusul Ozy.

      “Gua gak terlalu tau banyak, yang gua tau cuma....” Gadis yang pernah menyambangi Ray di pemakaman Ozy menghentikan ucapannya sesaat, menimbang-nimbang akan memberitahu apa yang diketahui atau mengalihkannya pada pembicaraan lain. Pada akhirnya yang dipilihnya, “Kalian hanya perlu merombak ulang temua kalian, menjabarkan informasi yang masih menjadi misteri bagi kalian dan dari sana kalian akan mendapatkan kesimpulannya. Kita gak bisa ngasih tau banyak lagi, see ya.”

      “Gak membantu.” Dumal Deva.

      “Udahlah. Ayo!!!”

      Saat itulah mereka bertemu Bagas yang mungkin menguping pembicaraan mereka. Mereka tidak ingin bertanya pada anak kelas dua itu sudah berapa banyak dia mendengarkan percakapan mereka, seperti yang dilakukan di tayangan televisi maupun karya tulis tertentu. Apapun yang anak itu lakukan disana, patut dicurigai. Mereka mengejar Bagas yang sudah lebih dulu berlari menghindar.

*****

      “Gerakan kalian sungguh lamban. Di kejar dua laki-laki itu saja kalian sudah terkepung. Pantas saja tidak bisa menyamakan langkah musuh.”

      “Seperti biasa, hanya mencibir, tidak sadar bagaimana dirinya.”

      “Tau!!! Masih untung kami tidak tersudut oleh kata-kata malangnya, kalau tidak, habis sudah mereka. Mereka pasti akan berpikir menangkap para monster itu begitu mudah.”

      “Kurasa tidak. Apa yang mereka alami selama ini dan beberapa petunjuk yang benar, mereka tak akan bermain-main dalam menangkap monster keparat itu, mereka akan berhati-hati.”

      “Tetap saja aku khawatir. Aku benar-benar menyesal terlibat dalam kasus ini, kalau pada kenyataannya kalian tidak menepati janji itu. Lihatlah sekarang apa yang terjadi. Sungguh, aku mengutuki kalian semua.”

      “Diamlah!!! Kau akan merayakan keberhasilan mereka juga ‘kan nantinya? Itu pun kalau mereka berhasil.”

      “Sialan!!!”

*****

      “Udahlah berhenti, percuma juga kalian kejar. Kita balas perbuatan dia nanti.” Cakka dan Obiet menghentikan laju Deva dan Ray ketika secara tidak sengaja mereka bertabrakan di lorong kelas satu. “Ada berita yang lebih penting, kita udah tau isi surat itu.”

*****
Vote and Comment
Kritik dan Saran dibutuhkan

Secret EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang