Penyelidikkan

86 6 0
                                    

       Pagi damai namun melelahkan dijalani Ayi seorang diri bersama inhalernya, sesekali tangannya yang sibuk mengetik memegang benda penyelamat hidupnya dan mengarahkannya memenuhi isi mulut. Asmanya tadi malam belum berhenti karena faktor tubuhnya yang lelah juga udara dingin menyapa hari.

       Suasana sepi di kantin dimanfaatkan Ayi untuk mencari tahu siapa penyerangnya tadi malam, dia sangat bersikukuh orang tersebut merupakan para tersangka yang namanya mulai terkuak.

       "Mampus lo." Bisik Ayi pada dirinya sendiri. Dia telah menemukan si penyerang dengan membobol sistem keamanan milik lawannya. Terlihat di dalam layar itu, si penyerang tengah berjalan di sebuah tempat amat familiar untuk Ayi. Seulas senyum tipis timbul di wajah gadis berprestasi itu.

       Tidak bagi hatinya, sangat bertolak belakang dan menentang keras kebenaran yang tersuguh di depan mata. Bagaimana tidak, lelaki pujaan hatinya menjadi target inceran dia beserta kakak kelasnya dan sekelompok manusia bertopeng. Lelaki yang terkenal humoris dan selalu menyebarkan ketenangan pada setiap orang yang dijumpainya. Kenapa harus dia targetnya? Pikir Ayi. Laki-laki itu kini terlihat berjalan mendekatinya, menebarkan senyum pesona yang tidak dapat Ayi sanggah kemanisannya. Pikiran Ayi mencoba bersikap rasional dan mencari celah kesalahan fakta yang dia temukan. Hanya karena dia pernah menjadi korban penculikkan, bukan berarti dia tersangka.

       Dan laki-laki itu telah benar-benar berada di depannya.

       "Hai, lo lagi sakit?" Gadis itu hanya sanggup mengangguk. Dadanya seperti di hantam beton dan palu dalam waktu bersamaan. Lagi, pikiranya terus memikirkan bagaimana orang seperti laki-laki di depannya bisa menjadi kemungkinan seorang monster? Tidak nampak ciri-ciri sesosok monster pada pria di depannya.

       "Udah makan belum?" Perhatian yang tidak pernah laki-laki ini berikan padanya selama dia menjadi pengagum rahasia. Jujur, Ayi senang, dia—dengan cara apapun—ingin sekali memanfaatkan rasa sakitnya untuk mencari perhatian lebih pada sosok itu. Tapi, mengingat adanya kemungkinan monster dalam diri pria itu, Ayi buru-buru menepisnya.

       "Kak Ray gak ngizinin jajan di kantin, bentar lagi dia dateng bawain makanan."

       Di sudut kantin, dua sosok pria tengah memperhatikan mereka dengan tatapan intens pada sudut pandang masing-masing. Keduanya terlibat interaksi berbeda di dunia maya. Membicarakan kedua insan dengan sebuah topik menarik. Salah satu dari mereka terus memandangi keduanya, terkhususnya Ayi.

       Ayi merasakan itu, gerak-geriknya sedang diperhatikan dua orang dibelakangnya. Tapi, Ayi tidak bisa merasakan sinyal merah di dekatnya. Sedangkan, kakaknya dan teman-temannya yang lain tak kunjung datang ke sekolah. Gadis itu memang sengaja datang lebih pagi karena takut, terik matahari memperparah keadaannya. Detak jantung Ayi bekerja dua kali lebih cepat saat dirinya berada di bawah mentari dibandingkan berada di tempat dingin.

       "Ayi, ikut gua." Alvin menarik paksa tangan adik atasannya dan mendapatkan penolakkan keras dari gadis itu.

       "Ikut gua atau gua laporin lo ke kakak lo." Ancaman Alvin dipandang sinis oleh Bagas, laki-laki yang dikagumi Ayi dan berada di dekat Ayi sejak beberapa menit lalu. Ayi tak kalah sinisnya pada Alvin.

       Saat yang bersamaan Ray dan Deva datang menghampiri mereka dan melihat pergelangan tangan adiknya ditarik Alvin cukup kasar. "Apa-apaan ni." Ray sedikit membentak melihat adiknya diperlakukan demikian.

       Alvin tidak menjawab dan hanya bermain mata memberikan kode pada ketuanya. Ray memahami itu. "Ayi, ikut gua ke ruang OSIS, kita sarapan disana." Tidak ada bantahan dari gadis itu. Dia sangat tahu apa yang tersembunyi dari nada bicara itu.

Secret EnemyWhere stories live. Discover now