Benarkah?

102 4 2
                                    


Sebagai teman yang baik—karena ada maunya—gue nemenin mereka berdua dirumah sakit, sementara tiga sekawan itu pulang untuk berganti pakaian dan katanya bakal balik lagi bawain gue beberapa makanan ringan dan baju ganti, gue rela ngelakuin ini karena dia adalah Ketos gue sekaligus orang yang bakal bantuin gue nyelamatin Cakka. Jujur, dari tadi pikiran gue gak tenang, besok adalah kesempatan terakhir untuk bisa nyelamatin Cakka, sementara Ray dan Ayi— harapan gue—masih terbaring lemas dan sama sekali belum menunjukkan kondisi yang membaik, gue khawatir, gue takut, kalau sampai nanti malam keadaan mereka masih sama, gue terpaksa ninggalin mereka dan berjuang sendirian nyelamatin Cakka di sebuah kawasan perumahan.

"Malem, bro." Sapa Rio yang datang dengan beberapa kantong plastik di tangan. "Gimana keadaan mereka?" Gue nengok ke samping, mereka masih tidur, wajah mereka damai tapi berbanding terbalik dengan gue. "Masih sama kaya tadi."

"Tenang aja, Cakka pasti selamat kok, gue jamin orang-orang itu gak akan berani macem-macem sama Cakka. Secara, tuh anak kan jago bela diri. Yahh, emang sih si Cakka itu petarung jalanan..." Sebelum Rio ngelanjutin omongannya yang bakal bikin telinga gue pedes, gue natap sinis dia duluan. Gue gak suka ada Cakka di jelek-jelekkin saat dia lagi kesusahan. "Sorry." Sesal Rio.

Selang beberapa menit, Gabriel dan Deva datang tepat saat Ray terbangun dari tidurnya.

"What's up, bro? Gimana keadaan lo?" Tanya Deva yang bertingkah sok akrab. Emang sih, sejak diculiknya Cakka, lambat-laun orang-orang yang bertolak belakang sifatnya mulai merapatkan barisannya. Gue gak tau, bakalan bertahan selamanya kaya gini atau justru cuma akrab sebatas nolongin Cakka.

"Gimana, Cakka udah ditemuin?" Ray gak ngejawab pertanyaan Deva malah beralih topik. Tiga sekawan itu malah menatap gue. "Gue emang udah tau dimana Cakka disekap, tapi gue gak tau alamat itu bener atau hoax doang."

"Emang lo dapet darimana?"

"Dari sumber terpercaya."

"Oh iya, kata ART lo, ada paket buat lo." Gabriel emang tetangga gue sejak gue SD, tapi gue gak pernah deket sama dia, baru-baru ini gue deket, seperti yang udah gue bilang tadi, karena Cakka.

Gue ambil paket itu yang dibungkus dengan kertas coklat dan sebuah pita hitam diatasnya. Gue curiga dengan paket ini karena alamat pengirimnya gak tercantum. Ya kali gue punya secret admirer, ahahah khayalan tingkat tinggi.

CD? CD apaan? Gue gak pernah mesen CD, karena gue adalah rajanya download, lagian bulan ini film bagusnya belum ada yang tayang. Gue makin dibuat curiga sama CD ini, ditambah lagi celetukkan Rio yang gak jelas, "Jangan-jangan isinya video porno atau skandal-skandal apa gitu." Gue bener-bener bingung sama jalan pikiran Rio, ada aja yang terlintas dipikiran dia. Tanpa basa-bsai lagi gue masukin CD itu ke laptop Deva yang kebetulan lagi on.

Video ini aneh, cuma ada ruangan kosong dan satu kursi, gak ada siapapun disana, suara juga gak ada dan gak berubah selama 3 menit, gue dan yang lain sampe bosen ngeliatinnya dan nyaris dimatiin sama Gabriel sebelum akhirnya sebuah tulisan singkat bertinta merah muncul. "Late". Apa maksudnya? Gue lempar pandangan ke ketiga sekawan itu, mereka juga gak ngerti. Menit berikutnya ada seseorang yang duduk dikursi dengan seluruh kepala tertutup kain hitam. Dari postur tubuhnya, cara dia duduk...

"Cakka!!!!" Teriak kami serentak saat mengetahui laki-laki yang duduk di tempat itu adalah Cakka. Seketika kami menegang, seorang pria dengan pakaian sama saat menculik Cakka sedang berdiri dibelakang Cakka dengan sebilah pisau ditangannya. Kelima jari pria bertopeng itu satu-persatu menghilang, menyisakan 3 jari lagi. Gue ngerti, dalam hitungan ketiga kalau gak ada yang nyelamatin Cakka, dia bakal dibunuh. Gue makin panik, kalo gue ngejar Cakka ke tempat itu gak mungkin, karena tempat yang gue dapet dengan tempat Cakka duduk sekarang belum tentu sama, tapi kalo gue Cuma duduk disini sama aja gue nyerahin nyawa temen gue sendiri ke penjahat itu. Gue harus apa? Dalam sekejap ketiga tangan itu menghilang bersamaan dengan terangkatnya tangan yang memegang pisau tersebut ke atas.

Secret EnemyWhere stories live. Discover now