02.2 | Firasat

3.9K 195 48
                                    

02.2
Firasat



Panggang, Gunungkidul
Pertengahan Oktober 2007


Seminggu berlalu. Malam minggu tiba, serasa cepat. Latihan rutin 3 on 3 di lapangan belakang rumah Janu diliburkan karena pada anggota yang hendak pergi menonton pagelaran wayang di dekat rumah Anggit. Tama sudah siap membawa tas berisi sleeping bag dan beberapa bungkus makanan. Ia berpamitan kepada eyang putri untuk berkumpul di rumah Janu. Sweeter biru dongker kesukaannya ia ikatkan di pinggangnya karena masih merasa belum dingin.

Malam masih pukul tujuh. Langit terlihat gelap bersemu merah jambu. Tama bergegas berjalan menuju rumah Janu. Di halaman rumah Janu terparkir motor milik Pram, Jay, dan Surya. Anggit tadi sepulang sekolah langsung pulang. Mereka semua akan bertemu di rumah Anggit, menitipkan motor, lalu berjalan bersama-sama menuju lapangan tempat pagelaran wayang kulit yang didalangi oleh eyang kakungnya Tama.

Tama baru saja akan mengucapkan salam ketika ayah Janu keluar rumah dengan jas dokternya.

"Eh, Tama. Pada mau kemana sih? Kok kumpul di sini?" tanya ayahnya Janu. Tama menyalami sekaligus mencium tangan ayahnya Janu lalu nyengir.

"Mau nonton wayang di dekat rumahnya Anggit, Om. Dalangnya eyang kakung. Memangnya Janu tidak cerita?"

"Ah, Janu mana mau ngobrol sama om hal beginian."

Tama cuma tersenyum formalitas dan mengangguk-angguk. Dalam hati ia membatin ternyata hubungan Janu dan ayahnya sejak kematian ibunya 5 tahun lalu belum membaik juga.

"Tuh, Pram, Jay sama Surya ngumpul di teras belakang, katanya mau nungguin Lintang ya?"

"Iya om."

"Oke. Om mau berangkat dulu, soalnya ada panggilan mendadak dari RS Bethesda."

"Terimakasih Om, hati-hati di jalan dan selamat bertugas." Kata Tama sambil tersenyum.

Ayah Janu masuk ke mobil yang terparkir di carport. Mobil menyala halus lalu mengklakson Tama. Tama melambai sampai mobil itu menyeberang jalan.

Ia termenung sejenak melihat ke arah jalan dimana ayah Janu tadi pergi menghilang. Lamunannya itu terpecahkan oleh kemunculan Lintang dan Kikan berboncengan. Tama tersenyum kepara keduanya lalu melambai.

"Loh, akhirnya Kikan mau ikut juga, ya?" tanya Tama meledek.

Selama seminggu ini Kikan selalu mengelak untuk diajak menonton wayang. Entah yang alasannya malas lah, membosankan lah, malam lah, mesti nginep dan repot lah, hingga alasasan nggak mau karena Jay ikut. Hubungan Jay dan Kikan masih seperti anjing dan kucing saja, tak pernah akur meski sudah satu tahun berlalu di kelas yang sama.

Lintang tertawa. "Yah, aku memaksanya mati-matian hingga akhirnya mau."

Kikan turun dari motor lalu bersedekap kesal karena diledekin.

"Baguslah."

"Loh, mana yang lain?" tanya Lintang sambil celingukan ke arah rumah Janu yang sepi.

"Di teras belakang tuh. Yok samperin aja." Tama berbalik lalu berjalan menuju ke samping rumah yang terhubung ke halaman belakang.

Lintang mengikuti, bersama Kikan yang terlihat malas-malasan.

Di teras belakang, keempat anak yang di cari sedang berkumpul. Jay dan Surya malah lagi one on one di depan ring basket bikinan sendiri milik Janu. Sedang Janu dan Pram malah asyik merokok sambil minum kopi. Tama mengernyit melihat keduanya merokok. Baru kali ini ia melihat Janu dan Pram merokok.

JARAK [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang