Seeking The Choicer

701 6 0
                                    



"Cakka... Cakka, sekarang apalagi ulah kamu? Tempo hari kamu sama temen-temen kamu ribut dengan sekolah tetangga, kemaren jailin adek kelas kamu sampe penyakitnya kambuh gitu, sekarang apalagi? Kenapa kamu gak bosen-bosennya sih bikin ulah?!!"

"Yaelah bu, dianya aja yang lebay, masa minjem sepeda aja gak boleh, entar juga dibalikin."

"Gimana dia mau minjemin kalau kamu sendiri gak pernah balikin barang orang dengan utuh. Ya sudah, berhubungan kali ini ulah kamu cukup ringan, kamu beresin buku-buku yang baru dateng di perpustakaan, kamu baru boleh masuk kalo bukunya selesai kamu rapiin."

Bukan kali pertamanya kisah hidup gue berakhir dengan hukuman. Kenapa? Karena gue memegang prinsip, 'Melewati es dengan skate itu membosankan, tapi menjelajahi hutan, rumah bagi para hewan buas, barulah menyenangkan." Pahamkan maksud gue? Membuat keributan memang hobi gue, tapi meletakkan nama di buku kasus bukanlah bagian dari tujuan hidup gue, mereka saja yang suka membesar-besarkan masalah. Perkara kecil yang mereka jadikan besar dengan memanfaatkan kenakalan gue di sekolah.

Terpaksa deh gue menerima hukuman itu dan keluar dari ruang BK dengan memasang wajah menyesal. Hei, ayolah, bahkan kata menyesal pun gak ada di kamus hidup gue. Bagi gue, yang berlalu bukan untuk disesali, melainkan dikenang dan ditertawakan betapa bodohnya tindakan gue pada masa itu.

Gue keluar diiringi musik yang mengalun di telinga. Sejujurnya, celotehan yang diucapkan bu Winda gak ada yang mampir ditelinga, semua berlalu seiring nyanyian yang gue lakukan di kepala. Ceramah yang gak penting bukan? Toh, gue sudah mendengarnya tiap hari. Letak perpustakaan yang berada di ujung kulon mengharuskan gue mampir dulu ke kantin, sekedar untuk membeli minuman ataupun snack-snack. Ya, gue tahu gak boleh membawa makanan dan minuman ke perpustakaan,tapi siapa yang berani ngelawan gue? Cakka Augustine Nuraga, seorang anak laki-laki kebal hukum, hukuman sekolah maksudnya.

"Nah ni dia nih bocah yang gua cari dari tadi." Huft, jam berapa sekarang? 10.25 wib, masih cukup pagi untuk memberikan kehebohan. Kenapa gerombolan itu selalu muncul saat keindahan vokal band favorit gue lagi gue elu-elukan? Ganggu saja.

"Gabriello Savendy Andarius, buset dah nama lo ribet banget, mau apa lo nyari gua?" Tanya gue ketus setelah membalikkan badan dan memandang musang bertanduk di depan gue.

"Gua mau ngajak lo sparing, gua tunggu di belakang gudang roti pulang sekolah, kalo lo gak dateng, lo bakalan tau akibatnya." Ancaman belaka dari seorang amatiran, untuk apa di dengar.

"Iye entar gue dateng, lagian lo mau ngasih gue apa sih kalo gue gak dateng?"

Kalian mau tau siapa itu Gabriello Savendy Andarius? Dia adalah kapten basket yang jago muay thai, musuh bebuyutan gue sejak nama gue berada dibuku kasus sekolah ini, alasan dia menjadikan gue musuhnya gak pernah gue ketahui sampai sekarang. Dia juga merupakan laki-laki idaman para siswi disekolah nomor tiga setelah gue dan laki-laki yang tadi membuat gue harus membereskan perpustakaan. Jangan kaget, gini-gini juga gue adalah pria tampan yang suka menolong dan menyolong jambu orang.

Oke, kembali ke permasalahan. Sekarang gue sudah ada di perpustakaan dan apa kalian tahu seberapa banyak buku yang harus gue letakkan ke dalam rak-raknya? Sangat banyak dan gue malas ngasih tahunya. Perpustakaan seluas 3x ruang rapat kantoran saja sudah terasa sempit karena dus-dus berisi buku ini, Argghh... Setidaknya gue terbebas dari jam pelajaran sampai pulang sekolah.

"Buku pelajaran di lorong satu, buku ensiklopedia lorong dua, cerita fiksi lorong tiga, peralatan kesenian di ruangan yang itu, nah ruangan tempat gua istirahat dimana? Gak akan kelar seharian ini mah." Akhirnya gue putusin untuk meletakkan kardus-kardus itu sesuai lorongnya terlebih dahulu baru gue susun buku-buku menjenuhkan ini ke dalam raknya.

Secret EnemyWhere stories live. Discover now