03.5 | Duta Panglawung

2.9K 180 20
                                    

03.5
Duta Panglawung*)



Wonosari. Gunungkidul
Sekitar pertengahan bulan Juni 2008
Menjelang ujian kenaikan kelas


Lagi-lagi ia berdiri di sebuah ladang ruput semata kaki. Di ujung kakinya, air danau di depannya bergerak-gerak akibat riak-riak kecil. Danau itu seolah tak berujung. Bertemu cakrawala yang berwarna lembayung. Sedang langit di atasnya berwarna biru dongker. Di sisi danau yang paling dekat dengannya, ada bebatuan karang tinggi yang menghalangi sisi hutan yang berakhir di kegelapan. Di atas karang paling tinggi itu, seorang laki-laki duduk termangu menatap rembulan sabit yang menggantung di atasnya. Rembulan itu bersinar pucat, dingin. Lelaki itu menatap rembulan itu dengan tatapan penuh damba. Ada perasaan terpukau di sana, ada pula perasaan menahan sakit tergambar di wajahnya, ada pula perasaan putus asa. Itu adalah ekspresi seseorang yang sedang jatuh cinta tak terkira.

 Ada sebuah bintang jatuh yang melintasi angkasa, menuju lembayung senja yang bertemu di horizon danau. Ia mengikuti ekor bintang jatuh itu dengan matanya. Alih-alih, ia mendapati dirinya sendiri berdiri di sampingnya. Ia terperanjat kaget mendapati dirinya sendiri menatapi horizon. Masih kaget mendapati dirinya sendiri berdiri di sampingnya, ia melihat sebuah perahu bergerak perlahan dari horizon barat. Di atas perahu itu, ia mendapati seorang perempuan duduk di atas perahu itu. Perempuan itu tak menoleh sedikitpun ke arahnya, dia dan dirinya yang satu lagi. Mungkin perempuan itu tak tahu ia – mereka- ada di sana. Perempuan itu, terus menatap ke arah tebing karang paling tinggi. Dengan tatapan yang sama dengan laki-laki yang menatap mendamba pada rembulan sabit itu.

Ia memalingkan wajahnya, tak mau menatap pemandangan di hadapannya. Tapi, ia malah mendapati dirinya yang satu lagi, yang berdiri di sampingnya, menatap perempuan di dalam perahu itu dengan tatapan yang sama. Ia tertegun. Ia melemparkan pandangannya ke arah danau itu. Perempuan itu berdiri di atas perahunya. Dan si lelaki di ujung karang itu juga ikut berdiri. Tatapan laki-laki dan perempuan itu bertemu di satu titik. Nyeri mulai menjalari dada kirinya. Laki-laki itu memutuskan tatapan itu lalu mendongak kembali menatap rembulan.

Dalam hitungan ketiga, laki-laki itu meloncat seolah ingin terjun ke dalam danau. Ia meraih ujung rembulan sabit itu. Tetapi, seolah terlepas dari tempatnya, rebulan itu ikut jatuh bersamanya, dalam dekapannya. Perempuan di perahu itu ikut melompat, seolah ingin menyelamatkan laki-laki yang terjun bebas itu. Tahu-tahu, dirinya yang satu lagi telah berlari ke dalam danau.

Lalu, langit tetiba penuh dengan awan badai. Dan danau itu kini bergolak. Banjir yang entah datangnya darimana itu menenggelamkannya, ia dan dirinya yang seorang lagi, juga perempuan itu, juga laki-laki yang mendekap rembulan.

Anggit terbangun dari mimpinya itu dengan napas yang sesak. Ia menatap ke sekeliling kamarnya yang terang. Ia tak pernah bisa tidur dengan lampu yang mati sejak kecil. Ia menatap ke arah jam dinding di atas meja belajarnya. Belum juga pukul 4. Ia memegangi kepalanya yang berdenyut hebat. Ia punya firasat yang sangat buruk, sangat buruk. Dan ia, salah satu diantaranya.

*

Seminggu lagi ujian kenaikan kelas. Tugas-tugas semakin banyak. Guru-guru mulai sibuk hingga beberapa kelas dikosongkan, hanya diisi dengan pembagian soal-soal yang kemungkinan akan keluar saat ujian.

Sudah sebulan, sejak kejadian itu, kedatangan Gana dan kepergiannya, Tama yang berubah jadi bukan seperti dirinya dan kembali lagi seperti semula seolah tak ada apa-apa keesokan harinya dengan rambut sebahunya yang telah dipangkas hingga sebatas telinga bersama berhentinya ia memakai kacamata berframe tebal miliknya, dan juga kegundahan Surya yang semakin menjadi-jadi karena Tama yang kini terlihat lebih stunning dan teman-temannya yang telah tahu perasaan yang tak ia yakini sendiri. Tama mungkin tak sadar perubahan dirinya itu mampu membuat beberapa anak di sekolahannya meliriknya ketika ia lewat. Tama juga tak sadar, bahwa setiap pelajaran, jika ada kesempatan, ada seseorang yang tak henti-hentinya memperhatikannya sambil sesekali membuang muka karena malu akan tingkahnya sendiri.

JARAK [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang