Don't forget to leave a comment.
.
.
.
Guys, please ingetin aku ya kalau ada typo. Soalnya aku kalau nulis biasanya malam hari, jadi sering typo:') Ya gimana, otakku baru mau jalan kalau malem sih hehehe
.
.
.
Yejin meringkuk di atas kasur. Yang ia lakukan setelah kepergian Baekhyun bersama Mia hanya menangis dan menyalahkan Suho. Gadis itu berasumsi bahwa Suho lah yang telah menghancukan harapan serta cintanya bersama Baekhyun. Kalau saja sejak awal Suho tidak menerima Mia, pasti keadaannya berbeda.
Ditambah lagi, mereka telah merencanakan pernikahan yang pelaksanaannya tinggal menghitung hari. Undangan telah disebar, katering sudah dipesan, dan gaun sudah di depan mata. Lalu, sekarang bagaimana? Yejin tidak mungkin membatalkan pernikahannya. Apa yang akan dikatakan orang-orang jika mendengar berita tersebut? Sungguh, Yejin belum siap menjadi bahan gunjingan bagi kerabat juga teman-temannya.
Ia malu.
Ia malu untuk mengaku bahwa tunangannya telah pergi dan tidak mencintainya sama sekali.
Ia malu untuk mengaku bahwa kisah cinta mereka adalah hasil dari suatu rekayasa.
Harga dirinya terlalu tinggi. Merupakan suatu penurunan imej apabila orang-orang mendengar bahwa sosok sesempurna Yejin telah dicampakkan oleh tunangannya.
"Suho sialan!" Yejin meremas sprei kasar. Matanya merah, senada dengan hatinya yang penuh amarah.
"Laki-laki tidak berguna! Kenapa aku harus menjadi adiknya? Semua rencanaku gagal! Hidupku benar-benar terkutuk!"
Seolah tak bisa berhenti, Yejin terus menangis. Ia tidak hanya menyalahkan Suho, namun juga Tuhan. Yejin merasa bahwa hidupnya hanya dipenuhi cobaan belaka. Tuhan pasti sangat membencinya hingga membuat hidupnya tersiksa.
Benar-benar tidak adil! Yejin murka karena Tuhan membiarkan pasangan lain untuk bersatu dan hidup bahagia, sedangkan Yejin tidak diberikan karunia seperti itu.
"Noona?"
Mau tak mau, Yejin mengangkat badan dan berusaha menopang tubuhnya untuk duduk bersandar di headboard kasur. Mingyu melangkah masuk, mendekati wanita yang terlihat kacau, bagaikan hidup segan, mati tak mau.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Yejin ketus. Suasana hatinya benar-benar tidak mendukung saat ini.
Tidak bisakah mereka membiarkan Yejin memiliki waktu untuk dirinya sendiri?
"Kau terus mengurung diri selama beberapa hari. Setidaknya, minumlah ini." Mingyu menyodorkan segelas susu pada Yejin. Ia tidak sedang berusaha mengambil hati wanita itu, Mingyu hanya tidak suka melihat Yejin melukai dirinya sendiri. Lagipula, orang yang ingin dibunuhnya adalah Suho, bukan Yejin.
Yejin tertawa ketus. Matanya melirik Mingyu tajam, melemparkan tatapan tak suka. "Kau pikir segelas susu akan mengembalikan segalanya?" Yejin berdiri perlahan, tubuhnya bergetar, namun emosinya tidak. "Kau pikir Baekhyun akan kembali jika aku meminumnya? Kau pikir pernikahanku tidak akan gagal jika meminumnya? Jawab aku!"
Mingyu menggeleng. Ia mundur selangkah, namun Yejin mengikuti. "Noona..."
"Kau... jika kau tidak membiarkan mereka kabur, pasti pernikahanku tidak akan gagal! Jika kau menggunakan otak dan tenagamu dengan benar, pasti hidupku tidak akan hancur!" Yejin merebut gelas dari tangan Mingyu, kemudian membantingnya ke lantai. "Kau sama saja dengan Suho! Kalian hanya orang bodoh! Pecundang! Aku akan membunuh kalian berdua!"
Yejin tidak tahan lagi, ia meraih pecahan gelas dari lantai dengan tangan kanan dan menahan lengan Mingyu dengan tangan kiri. Ia bukan gadis lemah, adrenalin serta emosi yang memuncak membuat kekuatannya bertambah berkali-kali lipat. Ditariknya tangan Mingyu hingga pria itu menjauh dari pintu. Tanpa segan, Yejin membanting Mingyu ke kanan, membuat pria itu menabrak meja cukup keras.
"Ah, sial!" Mingyu merintih kesakitan, salah satu tangannya terasa nyeri bila digerakkan. Belum sempat berdiri, Yejin sudah lebih dulu menduduki perut Mingyu sembari membawa pecahan kaca di kedua tangannya.
"Noona, apa yang akan kau lakukan? Hentikan semua ini!"
Yejin menggeleng. "Kau telah menghancurkan hidupku," ia berhenti sebentar, kemudian menggores perlahan pipi kiri Mingyu dengan pecahan kaca di tangannya. "Dan aku akan menghancurkan hidupmu!"
Mingyu menjerit kesakitan ketika benda bening nan tajam itu menggores kulit wajahnya. Ia berusaha melawan dan mendorong Yejin menjauh, namun Yejin tak kehabisan akal. Gadis itu menggunakan kedua kakinya untuk melindungi diri dan menghalangi tangan Mingyu.
"Noona, hentikan!"
Yejin tak menggubris Mingyu sama sekali. Ia menikmati setiap aliran darah yang keluar dari wajah lelaki itu. Namun, desir keinginannya seolah merasa tak cukup dan terus mendorong untuk menyakiti Mingyu di tempat lain.
"Rasa sakitmu belum sebanding denganku, Kim Mingyu."
Yejin bergerak turun, berniat menggores leher Mingyu dengan pecahan gelas di tangannya. Ia ingin membunuh pria itu perlahan, membuatnya berteriak kesakitan, dan terus meminta pertolongan.
"Sampai jumpa di neraka, Kim Mingyu," ujar Yejin yang kemudian mulai mendekatkan pecahan gelas di tangannya pada kulit leher pria itu.
Sementara Mingyu terus memberontak, Yejin tidak terkalahkan. Senyumnya mengembang, perlahan namun pasti, Yejin mulai menggores kulit leher Mingyu, begitu pelan agar Mingyu mati kesakitan.
"Tapi sepertinya aku ak—"
PRANG!
Baru bergerak sebentar, Yejin dikejutkan oleh kaca jendela yang tiba-tiba pecah begitu saja. Ia berteriak kesal dan menengok ke asal suara. Seorang gadis berdiri di belakang sembari menodongkan pistol ke arahnya.
"Jika kau bisa menangkapku, kenapa kau harus membuang-buang waktu untuk membunuh Mingyu?"
Yejin termakan ucapan gadis itu. Ia melepaskan Mingyu dan berdiri. "Sofia Hailey, aku akan membunuhmu!"
♠
"You ready?" Baekhyun menaikkan penutup kepala dari jaket yang dikenakan Mia. Ia mengusap pipi sang istri untuk terakhir kali. "Aku tidak percaya harus membiarkanmu kembali ke sana."
Mia terkekeh pelan, diraihnya tangan Baekhyun yang sepertinya belum berniat melepaskan Mia. "Terkadang, untuk menang, kita harus kembali dan menghadapi apa yang ditakuti."
Baekhyun menghela napas panjang. "Berjanjilah padaku kau akan kembali dengan selamat, oke?"
Selama beberapa detik, Mia membeku. Ia tidak ingin membuat janji yang tak bisa ditepati. Ia tidak ingin menjadi pendusta.
Mia menggigit bibir bawahnya sebentar, kemudian menjauhkan tangan Baekhyun dari pipinya dan meremas telapak tangan pria itu. "Byun Baekhyun, jujur, aku tidak bisa menjanjikan apapun... kecuali..." ia berhenti sejenak, lalu mengecup sekilas bibir manis Baekhyun tanpa permisi, dan kembali berucap, "aku akan melakukan yang terbaik agar bisa kembali dengan selamat."
Balasan Mia rupanya menggoyahkan hati Baekhyun. Ia takut kalimat barusan memiliki arti berbeda. Baekhyun bisa merasakannya, suara Mia yang tak stabil biasanya, gerakan tak nyaman serta pandangan kosong yang beberapa kali sempat ditunjukkan Mia.
Baekhyun takut jika Mia ternyata tak yakin bisa pulang dengan selamat. Namun, mengatakan ketakutan hanya memperburuk keadaan, sehingga Baekhyun memilih untuk tidak membahas hal ini dan berusaha memberikan kekuatan pada Mia.
"Aku tahu kau adalah wanita yang kuat dan akan melakukan yang terbaik untuk kembali." Baekhyun menarik tubuh Mia mendekat. Ditenggelamkannya sang istri dalam pelukan. "Karena aku juga akan menunggumu di sini."
Berat rasanya untuk memberikan salam perpisahan, namun Mia harus melakukan itu. Ia melepaskan diri dari pelukan Baekhyun, mengangguk setuju dengan ucapan sang suami, dan menatapnya untuk terakhir kali.
"Good luck." Baekhyun memberikan senyum terindahnya, meskipun hati juga matanya berkata sebaliknya.
Dalam satu tarikan napas mendalam, Mia meyakinkan diri bahwa pilihannya memang tepat. Ia tidak akan mundur, apapun risikonya. Kakinya seolah tak mau melangkah, tapi tekadnya jauh lebih kuat.
Dengan harapan juga ketakutan, Mia menghampiri Siwon yang telah menunggu di dekat mobil bersama Agen Kang. Tentu saja Agen Kang tidak akan ikut, dia akan menemani serta mengawasi Baekhyun yang berperan sebagai penasihat mereka dalam aksi ini.
"Agent C, Agent S, kuharap kalian kembali dengan selamat," ujar Agen Kang sembari memegang pundak Mia dan Siwon bersamaan.
Berbeda dengan Mia, Siwon terlihat jauh lebih tenang, meskipun rasa takutnya juga membara. Ia hanya pintar mengendalikan ekspresi.
"We'll do our best," balas Siwon singkat.
Tak ingin membuang lebih banyak waktu, keduanya segera masuk ke mobil dan berangkat ke tempat tujuan. Semoga mereka datang di saat yang tepat. Semoga mereka berhasil mengumpulkan informasi mengenai sang calon kandidat, dan semoga mereka bisa pulang dengan selamat.
TO BE CONTINUED
Notes:
Hello! Aku cuma mau ngasih tahu kalau bentar lagi Obliviate akan tamat. Saat ini aku lagi ngerjain bab-bab akhirnya sih, cuma masih ada kebimbangan soal endingnya nih hehe. Buat bocoran aja, aku suka ending yang bahagia, tapi dalam hidup, yang namanya akhir kebanyakan menyakitkan. So, kayaknya nanti endingnya bakal Bittersweet. Cuma aku juga belom ada keputusan yang FIX sih. Tapi, aku berharap, bagaimanapun endingnya, semoga cerita ini bisa meninggalkan bekas di ingatan kalian hehe.