ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ
"Kalian berdua, kami jodohkan," ucap Sihyun di anggukan oleh Yuna.
Mata Jeno dan Sihyeon melebar. Mereka sama-sama terkejut.
"Bun, Je—" ucapan Jeno terhenti. "Kalian saling kenal terlebih dahulu. Bunda dengar kalian juga satu sekolah ya ?" selak Yuna dengan wajah bahagianya.
Sihyeon mengangguk, sedangkan Jeno diam. Ia masih tidak percaya dengan rencana orang tua nya. Terlebih saat melihat wajah sang bunda yang berseri.
"Kalau begitu kalian kami tinggal ya, supaya bisa saling kenal," lanjut Sihyun dengan senyuman.
Yuna dan Sihyun bangun dari duduknya dan meninggalkan Jeno dengan Sihyeon yang masih saling diam. Mereka tidak percaya dengan rencana kedua orang tua mereka.
Setelah kedua orang tua mereka pergi, keadaan menjadi hening dan canggung.
"Ekhmm," dehem Sihyeon menatap Jeno.
"Kamu, Lee Jeno anak IPS 2 ya?" tanya Sihyeon memecahkan keheningan. Cewek itu tersenyum canggung pada Jeno.
"Hmm," balas Jeno singkat.
"Aku IPA dua. Aku juga—"
"Anak cheers?" sambung Jeno dengan tatapan datarnya.
Sihyeon mengangguk dan tersenyum. "Iya, kok kamu tahu?"
"Anak cheers nggak ada yang nggak terkenal," balas Jeno.
Shiyeon tersenyum dan mulai terbiasa saat dekat dengan Jeno.
Selama pertemuan itu, keduanya menjadi dekat. Lambat laun Sihyeon mulai menyukai Jeno. Sedangkan Jeno, ia bimbang dengan perasaannya. Ia menyukai Aeri namun, semenjak datangnya Sihyeon, sebagian hatinya mulai terisi oleh cewek itu dan pada pucaknya, Sihyeon menyatakan perasaan cintanya pada Jeno. Awalnya Jeno ragu tetapi, saat memikirkannya Jeno akhirnya menerima perasaan Sihyeon. Karena ia berfikir Aeri tidak mungkin mencintai dirinya, ia beranggapan Aeri hanya menganggapnya sebagaia sahabat.Tidak lebih dari sahabat.
Flashback end
Aeri keluar kawasan sekolah dan menuju halte bus, ia akan menuju kerumah sakit menggunakan bus.
Karena bus tujuannya belum datang, ia duduk di kursi halte dengan menatap kendaraan yang berlalu-lalang di depannya. 'Aku mencintai kamu, Aeri'.
Aeri tersenyum miris saat mengingat kata-kata Jeno yang tadi. "Cinta?" ucap Aeri dalam hati. "Kalau kamu cinta aku kenapa kamu milih Sihyeon," lanjutnya merasa kecewa.
Tak lama bus tujuan Aeri datang, segera Aeri masuk bus dan mencari tempat duduk paling belakang untuk menenangkan dirinya.
Di lain sisi, Jeno kembali ke lapangan setelah dari taman. Wajah cowok itu terlihat datar dan dingin.
Jaemin menepuk pundak Jeno. "Sihyeon udah pulang duluan," ucapnya.
"Hmm." Singkat Jeno.
Jaemin menatap raut wajah sahabatnya. "Tadi lo bicara apa sama Aeri? Lo nggak sakiti dia, kan?" tanyanya khawatir.
Jeno menggeleng kepala. "Pusing kepala gue" balasnya dan duduk di kursi penonton dekat lapangan dengan memijut pangkal hidungnya.
Jaemin menghela napas.
"Gue nggak tahu mau kasih saran apa. Tapi, gue cuma mau mengingatkan. Lebih baik lo menyakiti satu orang dari pada keduanya. Lo sudah punya Sihyeon, apa lagi lo mau tunangan besok. Jangan sampai lo kehilangan keduanya hanya karena egois," ucap Jaemin panjang.
Jeno menatap Jaemin serius. "Lebih baik lo lepaskan Aeri. Biarkan dia lupain perasaannya sama lo. Gue tahu lo masih cinta sama Aeri, tetapi lo nggak boleh egois. Ada Sihyeon yang sekarang statusnya lebih jelas dan jangan sampai lo menyakiti Aeri lebih dalam lagi," lanjut Jaemin menasehati.
Jeno diam, setelahnya menghela napas kasar. "Gue...bakal mencoba," lirihnya terpaksa. Jeno tidak ingin menyakiti Aeri lagi dan tidak ingin mengecewakan kedua orang tua nya, terlebih sang bunda.
Jaemin kembali menepuk bahu Jeno. "Bagus. Mulai sekarang lo biarkan Aeri menjauh. Dia lagi berusaha untuk melupakan perasaannya sama lo. Jadi gue saranin jaga jarak sama Aeri supaya dia cepat melupakan perasaannya sama lo," ucapnya bijak.
Jeno mengangguk ragu, di dalam lubuk hatinya ia menggeleng. Ia tak ingin Aeri menjauh darinya. "Thanks bro."
Jaemin tersenyum. "Gue sudah anggap lo sama Aeri sahabat. Jadi kalau kalian ada masalah, gue juga ikut merasakannya," balasnya.
ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ
Tibalah Aeri di rumah sakit dengan wajah datarnya, ia berjalan masuk menuju ruangan Felix.
Saat berjalan melangkah menuju ruangan Felix, banyak perawat yang menyapa Aeri karena memang sudah mengenal siapa Aeri.
Aeri yang di sapa hanya membalas dengan senyuman.
Bruk!
Bahu Aeri di tabrak oleh seseorang membuat tas yang ia sampirkan di bahunya terjatuh.
Aeri berdecak dan mengambil tasnya yang terjatuh dengan malas.
"Maaf, gue nggak sengaja," ucap seseorang yang menabrak Aeri.
Aeri mendengkus, hari ini adalah hari yang sial baginya. Mood nya jadi buruk setelah masalah ia dan Jeno tadi di sekolah.
"Hmm," balas Aeri tanpa menatap orang yang menabraknya dan melanjutkan langkah menuju ruangan Felix.
Tiba di depan ruangan Felix, Aeri langsung membuka pintu tanpa mengetuk.
Ceklek!
Aeri masuk ruangan Felix dengan wajah datarnya dan langsung duduk di sofa depan kursi kebesaran kakaknya. Aeri langsung memejamkan matanya.
Felix dan satu orang yang berada di ruangan itu menatap Aeri heran.
"Ada apa?" tanya Felix dengan melangkah mendekati Aeri.
Aeri tidak menjawab, ia lagi malas untuk bicara dengan siapapun.
Felix menghela napas. "Kalau ada masalah cerita sama kakak," ujar pria itu lagi dengan mengelus surai hitam Aeri.
Aeri membuka matanya dan menggelengkan kepala dengan senyuman, tentunya senyuman palsu. "Nggak apa-apa, aku lagi capek aja. Tadi pelajaran olahraga," jawabnya berbohong dan kembali memejamkan matanya lagi.
Felix menghela napas lega. "Sudah makan?" tanya Felix.
"Belum," jawab Aeri singkat.
Felix mendengkus. "Sudah siang kamu belum makan? Sana makan sama Hyunjin, kebetulan dia ajak kakak makan," ucap Felix dengan melirik keberadaan pria itu yang berdiri tidak jauh dari keberadaan mereka.
Seketika Aeri membuka mata dan melirik Hyunjin yang berdiri tepat di depannya dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Aeri tidak tahu jika ada orang lain selain dirinya dan Felix.
"Kakak udah makan tadi. Kamu makan sama dokter Hyunjin, ya?" lanjut Felix lembut.
Aeri melirik Hyunjin.
Hyunjin yang di tatapnya hanya memasang wajah datar.
Aeri menghela napas, setelahnya mengangguk setuju. "Ya, sudah, iya," ucap Aeri dan bangun dari duduknya untuk melangkah keluar ruangan Felix.
Felix menepuk bahu Hyunjin. "Temenin adek gue. Sekalian pendekatan," ucap Felix dengan senyum miringnya.
Hyunjin memutar bola mata malas dan keluar ruangan.
Aeri dan Hyunjin sudah berada di kursi cafeteria. Mereka duduk berhadapan. Hyunjin menatap Aeri, ia merasa ada yang berbeda dengan gadis itu hari ini.
Aeri terlihat tidak nafsu makan. Makanan yang ada di depannya hanya di aduk-aduk saja, tidak berniat untuk di masukan ke dalam mulut.
"Nggak enak makanannya?" tanya Hyunjin, membuat Aeri mendongakkan kepalanya dengan mata mengerjap lucu.
"Enak kok," balas Aeri singkat.
"Kalau enak, makan yang benar," seru Hyunjin.
Aeri menghela napas panjang dan terpaksa menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
"Hai, bro!" sapa seseorang yang mendekati keberadaan Aeri dan Hyunjin.
Hyunjin dan Aeri mendongakkan kepalanya. Melihat seseorang itu yang sedang tersenyum pada mereka.
"Hai, kita ketemu lagi," ucapnya pada Aeri.
Aeri menaikan alisnya, heran. "Lupa? Kita baru bertemu tadi. Saya yang nggak sengaja tabrak lo tadi di koridor," lanjutnya menjelaskan.
"Ohh," balas Aeri singkat dan kembali menatap makanannya.
Orang itu tersenyum tipis, terkesan dengan sikap cuek gadis di depannya.
"Saya, Hwang Carel," ucapnya memperkenalkan diri dengan senyuman.
Hyunjin mendengkus, sedangkan Aeri hanya mengangguk saja.
Carel duduk di samping Hyunjin dan menatap Aeri yang sibuk dengan makanannya.
"Cantik," gumamnya sangat pelan namun, dapat di dengar oleh Hyunjin.
Hyunjin menoleh pada Carel dan menatapnya tajam, membuat Carel menaikan alisnya. "Boleh buat gue?" bisik Carel dengan seringai.
"Gak!"
Vote, share and comments
Thanks