Fox And Flower

By nanaanayi

1M 90.9K 19.5K

Historical Naruhina Fanfiction (FOR 18 +) Hidup bersama dan mengabdi dengan orang yang membatai keluarganya a... More

001. Lamaran Membawa Petaka
002. Malam Pembantaian
003. Di Bawah Pohon Ginko
004. Kehancuran Uchiha
005. Saudara
006. Sangkar Emas -1-
007. Sangkar Emas -2-
008. Rubah Emas dan Lotus Ungu
009. Kelopak yang Tersayat
010. Penyatuan
011. Luluh
012. Keegoisan
013. Kebimbangan
014. Bertemu Kembali
015. Keputusan
016. Ancaman
017. Terungkapnya Rahasia
018. Legenda Rubah Emas -1-
019. Legenda Rubah Emas -2-
020. Legenda Rubah Emas -3-
021. Legenda Rubah Emas -4-
022. Legenda Rubah Emas -5-
023. Legenda Rubah Emas -6-
024. Legenda Rubah Emas -7-
025. Legenda Rubah Emas -8-
026. Legenda Rubah Emas -9-
027. Legenda Rubah Emas -10
028. Legenda Rubah Emas -11
029. Legenda Rubah Emas -12
030. Awal dari Semua Kehancuran -1-
031. Awal Dari Semua Kehancuran -2-
032. Awal Dari Semua Kehancuran -3-
033. Awal Dari Semua Kehancuran -4-
034. Terciptanya Dendam -1-
035. Terciptanya Dendam -2-
036. Jalan Pembalasan -1-
037. Jalan Pembalasan -2-
038. Dibawah Cahaya Rembulan
039. Air Mata Sang Jendral -1-
040. Air Mata Sang Jendral -2-
041. Dendam Sang Geisha -1-
042. Dendam Sang Geisha -2-
043. Pernikahan Agung -1-
044. Pernikahan Agung -2-
045. Kembang Api Yang Terbakar -1-
046. Kembang Api Yang Terbakar -2-
047. Pangeran Yang Terbuang -1-
048. Pangeran Yang Terbuang -2-
049. Kelopak Sakura Yang Layu -1-
050. Kelopak Sakura Yang Layu -2-
051. Kebahagiaan Kecil Menuju Bencana Besar -1-
052. Kebahagiaan Kecil Menuju Bencana Besar -2-
053. Mimpi Buruk Bagi Sang Jenderal -1-
054. Mimpi Buruk Bagi Sang Jenderal -2-
055. Kehancuran Itu Akan Terulang -1-
056. Kehancuran Itu Akan Terulang -2-
057. Malaikat Kecil Yang Malang -1-
058. Malaikat Kecil Yang Malang -2-
059. Cinta Yang Tak Pernah Terbalas -1-
060. Cinta Yang Tak Pernah Terbalas -2-
061. Rembulan Hitam Di Langit Kyoto -1-
062. Rembulan Hitam Dilangit Kyoto -2-
063. Pertarungan Pertama -1-
064. Pertarungan Pertama -2-
065. Menjelang Penyerangan -1-
066. Menjelang Penyerangan -2-
067. Tahta Atau Cinta -1-
068. Tahta Atau Cinta -2-
069. Menghitung Hari Menuju Perang -1-
070. Menghitung Hari Menuju Perang -2-
071. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -1-
072. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -2-
073. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -3-
074. Menembus Benteng Kyoto -1-
075. Menembus Benteng Kyoto -2-
076. Menembus Benteng Kyoto -3-
077. Kembalinya Kamakura Bakufu Ke Tangan Uchiha -1-
078. Kembalinya Kamakura Bakufu Ketangan Uchiha -2-
079. Jenderal Baru -1-
080. Jenderal Baru -2-
081. Racun Berwujud Kekuasaan -1-
082. Racun Berwujud Kekuasaan -2-
083. Salju Pertama Menjadi Saksi -1-
084. Salju Pertama Menjadi Saksi -2-
085. Salju Pertama Menjadi Saksi -3-
086. Serangan Dairi -1-
087. Serangan Dairi -2-
088. Serangan Dairi -3-
089. Jatuhnya Dairi -1-
090. Jatuhnya Dairi -2-
091. Binasanya Para Kitsune -1-
092. Binasanya Para Kitsune -2-
093. Cinta Abadi Siluman Rubah Dan Kaisar -1-
094. Cinta Abadi Siluman Rubah dan Kaisar -2-
095. Fitnah Keji -1-
096. Fitnah Keji -2-
097. Dusta Untuk Kebahagiaanmu -1-
098. Dusta Untuk Kebahagiaanmu -2-
099. Teman Hidup
100. Darah Sang Guru
101. Ikatan Hati -1-
102. Ikatan Hati -2-
103. Serigala Berbulu Domba -1-
104. Serigala Berbulu Domba-2-
105. Cinta Yang Kembali Dipersatukan -1-
106. Cinta Yang Kembali Dipersatukan -2-
107. Darah Lebih Kental Dari Air -1-
108. Darah Lebih Kental Dari Air -2-
109. Darah Lebih Kental Dari Air -3-
110. Kemalangan Hime -1-
111. Kemalangan Hime -2-
112. Bersatunya Samurai Tangguh Heian -1-
113. Bersatunya Samurai Tangguh Heian -2-
114. Lahirnya Sang Harapan Baru -1-
115. Lahirnya Sang Harapan Baru -2-
116. Menjemput Takhta Tertinggi -1-
117. Menjemput Takhta Tertinggi -2-
118. Menjemput Takhta Tertinggi -3-
119. Sekeping Rindu Untuk Lotus Ungu
120. Kenangan Malam Pembantaian
121. Pergolakkan Batin
122. Ketika Rembulan Memberikan Sinarnya Pada Sang Mentari
123. Merekahnya Lotus Ungu
124. Permaisuri Hati -1-
125. Permaisuri Hati -2-
126. Titik Hitam Di Musim Semi -1-
127. Titik Hitam Di Musim Semi -2-
128. Sayap Yang Dipatahkan -1-
129. Sayap Yang Dipatahkan -2-
130. Awan Gelap Musim Semi -1-
131. Awan Gelap Musim Semi -2-
132. Genderang Perang Tanpa bunyi -1-
133. Genderang Perang Tanpa Bunyi -2-
134. Pesta Kembang Api terakhir -1-
136. Perisai Berduri Sang Kaisar -1-
137. Perisai Berduri Sang Kaisar -2-
138. Duri Dalam Daging -1-
139. Duri Dalam Daging -2-
140. Duri Dalam Daging -3-
141. Ego Sang Bunga -1-
142. Ego Sang Bunga -2-
143. Dinding Tak Kasat Mata -1-
144. Dinding Tak Kasat Mata -2-
145. Angin Racun Musim Gugur -1-
146. Angin Racun Musim Gugur -2-
147. Noda Cinta
148. Terwujudnya Kutukan -1-
149. Terwujudnya Kutukan -2-
150. Permaisuri Yang Terusir -1-
151. Permaisuri Yang Terusir -2-
152. Rindu Tak Sampai
153. Kelopak Terakhir Lotus Ungu
154. Kisah Cinta Yang Tak Lengkap
155. Sesal Tak Bertepi
156. Yang Tanpa Yin
157. Penebusan Dosa
158. Menanti Musim
159. Era Baru -1-
160. Era Baru -2-
161. Menjemput Takdir
Pengumuman

135. Pesta Kembang Api Terakhir -2-

2.2K 335 87
By nanaanayi

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode

"Pagi ini kau begitu cantik...."

Hinata terkesiap sejenak, saat merasakan sepasang tangan kekar melingkar di pinggang rampingnya, ia tersenyum lembut saat mendapati kepala kuning dengar surai tajam itu menusuk di pipi mulusnya, ia menghentikan kegiatannya mengoleskan pemerah bibir di bibirnya dan mengelus rahang tegas pria tercintanya ini.

"Hari ini pendeta akan menentukan hari dan waktu pemurnian pernikahan Hanabi...." Jawab Hinata seraya menumpukan kepala kelamnya pada kepala Naruto yang bersandar di bahunya.

"Aku belum mandi, dan kau akan meninggalkanku." Rengek Naruto manja, tanpa sadar posisinya sebagai pemimpin negeri.

Hinata tersenyum tipis seraya menepuk pipi Naruto yang dihiasi guratan menyerupai kumis kucing itu. "Air panas sudah disiapkan di Onsen, ada Chouji jika Naruto-kun membutuhkan bantuan..."

"Chouji?" Naruto menegakkan kepalanya dan menatap Hinata kesal. "Kau perintahkan Kasim gendut itu untuk mengurusku pagi ini?" Protes Naruto seraya menunjuk hidungnya sendiri

Hinata mencubit gemas melihat ekspresi terkejut sang suami, benar-benar mengingatkannya pada masa kecil mereka. Wajah menyebalkan Naruto di waktu kecil amatlah terlihat lucu. "Mau bagaimana lagi, aku tak mengizinkan satupun dayang untuk mengurus Naruto-kun."

"Kalau begitu biar aku mengurus diriku sendiri." Naruto kesal, dan berlalu seraya mengibas-ngibaskan telapak tangannya.

Sementara Hinata tersenyum seraya menutup mulutnya, "maafkan aku Tenno-sama... Menertawakan Kaisar adalah pelanggaran besar." Gumamnya geli.

...

"Aku ingin menikah di awal musim panas." Hanabi nampak kesal mengutarakan keinginannya. Pagi-pagi seperti ini ia sudah dibangunkan oleh sang kakak untuk datang ke kuil Ginkaku Ji, untuk memenuhi saran dari para tetuah untuk menentukan hari dan waktu pernikahannya dengan Shikamaru.

"Hanabi, biar pendeta yang menentukan." Hinata menggamit tangan sang adik agar lebih sabar lagi.

Sementara Konohamaru yang didampingi oleh Kurenai, nampak menahan tawanya. Ia tahu betul calon istrinya itu tengah kesal setengah mati, karena para tetuah itu ikut campur dalam rencana pernikahan mereka, dan parahnya baik Naruto ataupun Hinata, tak ada satupun dari mereka yang menentang keinginan Danzo lebih tepatnya kali ini.

"Pembukaan musim panas tidak baik untuk pernikahan, orang-orang biasanya menikah di musim semi." Danzo buka mulut sebelum pendeta berbicara. Ia ingin Hanabi cepat-cepat menikah dan dibawa ke Shinto Ryu agar rencananya bersama para tetuah lain berjalan mulus.

Tapi jangan berpikir Hanabi adalah gadis bodoh atau penurut seperti kakaknya, sebisa mungkin ia tak akan membiarkan Danzo mengusirnya dengan cepat.

"Ehem...." Saitama sang Pendeta pun batuk dengan disengaja agar keberadaannya dianggap. "Aku sudah memeriksa astronom Hanabi dan Konohamaru, tak ada masalah di awal musim panas."

Hanabi menjulurkan lidahnya pada Danzo, ia merasa menang.

"Hanabi, jaga perilakuku..." Hinata menegur dengan nada lebih tinggi dari biasanya. "Kita sudah tidak memiliki orang tua lagi, bersyukurlah Shimura-sama mau memperhatikan kita."

Danzo tersenyum penuh kemenangan mendengar pembelaan Hinata. "Lalu bagaimana dengan waktunya, pendeta, bukankah pemurnian pernikahan harus diadakan pagi hari?"

"Pemurnian pernikahanku akan dilaksanakan di malam Hanabi Matsuri. Aku lahir di malam Hanabi Matsuri dan akan menikah di waktu yang sama!" Ucap Hanabi mutlak tak terbantahkan.

"Dengar gadis kecil..." Danzo berbicara pada Hanabi seolah tengah berbicara pada anak kecil.

"Aku bukan gadis kecil Danzo-sama, usiaku sembilan belas tahun dan sebentar lagi aku akan menikah!" Hanabi melipat tangannya di depan dada tidak terima disebut gadis kecil.

"Baiklah, Nona Hanabi." Danzo kehilangan kesabarannya. "Orang normal melakukan pemurnian pernikahan di pagi hari."

"Bagaimana pendeta?" Hanabi mencari pembenaran kepada Saitama.

Saitama terkikik kecil. "Begini nona Hanabi, sebenarnya tak harus pagi hari, asalkan jangan waktu malam, karena saat matahari terbenam adalah waktunya para roh jahat berkeliaran, kau tak akan mendapat banyak berkah saat itu."

"Kalau begitu aku akan menikah di tengah hari!"

Kini bukan Danzo atau Hinata yang keberatan dengan keputusan Hanabi, tapi wajah Konohamaru lah yang nampak kecewa berat. Ia harus memakai haori hitam dan tebal di tengah panasnya matahari musim panas di tengah hari.

...

"Tidak bisa kah kita berbicara di ruang kerjamu, Dobe?"

Naruto merapikan haori nya saat panggilan 'kesayangan'nya itu terdengar. Sang kaisar tertawa geli, entahlah akhir-akhir ini ia akan merasa sangat bahagia melihat wajah kesal Sasuke, sama seperti ketika mereka masih mengemban pendidikan di perguruan Shinto Ryu.

"Menjijikkan sekali kau mengundangku ke kamarmu." Gumam Sasuke muak, ia mendudukkan dirinya di kursi marmer di tengah kamar Naruto.

"Paman dan Bibiku membangun jalan rahasia dari kamar mereka ke kamar yang sekarang kau tempati di istana Kamakura, agar bisa dengan mudah mengatur strategi, tanpa diketahui siapapun." Jelas Naruto sambil berjalan kearah meja, Hinata telah menyiapkan sarapan untuknya.

"Katakan apa yang ingin kau bicarakan?" Tanya Sasuke tanpa basa-basi.

"Hinata sedang ke kuil untuk menentukan hari pernikahan Hanabi, ku kira inilah saat yang tepat untukku meminta bantuan padamu." Inilah alasan Naruto sebenarnya untuk tidak menolak keinginan para tetua itu untuk ikut campur dalam penentuan hari pernikahan Hanabi.

Naruto menyodorkan sepiring gyoza pada Sasuke, namun bungsu Uchiha itu menggeleng menolaknya. "Aku ingin mengetahui kejadian masa lampau. Kau bisa membantuku menggunakan kitsune-bi di luar tubuhku?" Tanya Naruto kembali.

"Akatsuki pernah mengajariku tentang itu. Tapi Hoshi no Tama terbaik untuk melihat masa lampau, adalah Hoshi no Tama milik kitsune berusia lebih dari seribu tahun."

...

"Apa anda menyukai sutera yang ku pilih, Kurenai Sensei?"

Janda satu anak itu mengalihkan pandangannya dari kain sutera yang berada di pangkuannya, iris Ruby miliknya menatap wajah ayu Hinata yang berkilau di bawah terpaan cahaya matahari. Guru dan murid ini kini tengah bersantai di teras barat paviliun Kokiden, Hinata sedang meminta pendapat tentang kain yang ia pilihkan untuk sang guru.

"Cita-cita ayah Anda telah tercapai, Kogo-sama..." Ucap Kurenai lembut seraya tersenyum.

Namun cepat-cepat Hinata menggeleng, tangannya menggamit tangan yang telah mengajarinya berbagai keterampilan, hingga tata Krama istana.

"Aku bisa seperti ini karena kemampuan Naruto-kun juga karena didikan anda, Sensei. Ku mohon jangan bicara formal seperti itu padaku, disini hanya ada kita berdua...." Pinta Hinata penuh harap.

Kurenai tersenyum manis, "boleh aku mengusap kepalamu seperti dulu?"

Hinata mengangguk cepat menjawab pertanyaan sang guru. Ia sedikit menunduk agar dengan mudah Kurenai mengelus kepalanya.

"Setelah apa yang telah kau alami selama ini, semua penderitaan yang menderamu, dan semua kesusahan yang kau rasa... Kau pantas berada di posisi ini, Hinata....."

Hinata menghela nafas saat tangan Kurenai tak lagi berada di puncak kepalanya. "Aku hanya mendampingi Naruto-kun menyelesaikan tugasnya untuk negeri ini, serta tanggung jawabnya sebagai penjaga dinasti ini, hingga akhir, hingga Heian kembali pada pewaris seutuhnya..."

"Sejak kecil kau telah memiliki aura sebagai permaisuri Hinata, aku bisa melihatnya saat pertama kali aku dipanggil ke istana klan Hyuuga untuk melatihmu."

"Maukah Kurenai Sensei melatih Tomoyo selama berada di Kyoto, Sensei adalah guru seni dan tata Krama terbaik di Heian...." Pinta Hinata penuh harap.

"Lihat... Tak ada yang berubah dari dirimu... Bahkan kau masih tetap memikirkan orang yang akan menggantikan posisimu...."

"Sudah menjadi tugasku untuk mendidik Tomoyo, Sensei. Dialah permaisuri sebenarnya dinasti ini."

"Apa aku punya pilihan tidak untuk permintaanmu....?"

"Hontou ni Arigatou, Sensei...."

"Anggap saja itu sebagai permintaan maaf ku..."

Dahi Hinata berkerut mendengar ucapan gurunya itu.

"Hinata, aku ingin minta maaf sebelumnya padamu.... Hanabi..."

"Ada apa dengan Hanabi, apa dia telah melakukan kesalahan hingga membuat malu Shinto Ryu?" Tanya Hinata panik.

Kurenai menggeleng pelan. "Hanabi, aku minta maaf Hinata..... Hanabi akan kami bawa ke Shinto Ryu usai pemurnian pernikahan...."

Hinata tersenyum kecut, tampak guratan kecewa yang amat jelas dari raut wajahnya, sudah satu bulan rombongan dari Shinto Ryu berada di Dairi. Tinggal satu bulan lagi menjelang pernikahan Hanabi. Adik satu-satunya itu akan diboyong oleh suaminya.

"Apa tidak bisa diperpanjang hingga satu pekan usai pernikahan?" Tanya Hinata kecewa.

"Aku takut rumor bahwa keluarga Sarutobi juga mengambil keuntungan dari terpilihnya Naruto sebagai Kaisar akan semakin meluas ke penjuru Heian. Hinata, nama baik Shinto Ryu tengah dipertaruhkan."

Hinata tersenyum kecut seraya menunduk. Kurenai benar, sejak kedatangan rombongan Shinto Ryu ke istana, gosip tentang Hinata yang berniat mengembalikan kejayaan Hyuuga kian santer terdengar, bahkan lebih parah lagi kini berhembus kabar bahkan klan Sarutobi juga berencana mengambil posisi di istana. Gosip bahwa Konohamaru akan dijadikan menteri semakin kuat terdengar.

...

"Kau semakin mahir...." Peluh tetesan keringat itu menjadi deras di dada bidang sang Kaisar yang tak tertutup sehelai benangpun, nafasnya cukup terengah, namun staminanya masih cukup banyak untuk meladeni permainan katana samurai muda seperti Konohamaru.

"Anda sudah mulai tua, Yang Mulia...," Ejek Konohamaru seraya tertawa.

"Sial!" Umpat Naruto seraya menyambar gelas bambu yang berisi air putih, yang kemudian ia tenggak habis. Naruto lalu berjalan menyusul Konohamaru yang lebih dahulu duduk di teras Dojo.

"Tinggal lah lebih lama lagi disini." Tangan Naruto menyodorkan gelas bambu, dan langsung disambar oleh pewaris Shinto Ryu itu.

"Gosip kau akan mengangkatku sebagai menteri sudah menyebar se istana ini, mustahil kau belum mendengar itu, Naruto Nii-san...."

...


Manik bak mutiara itu akhirnya nampak setelah cukup lama bersembunyi di balik kelopak mata yang bak bunga lili itu. Hinata mengakhiri doanya. Kuil Ginkaku Ji sudah sepi, beberapa saat lalu ia dan beberapa dayang masih menghias altar untuk upacara pemurnian pernikahan Hanabi, namun kini tinggallah ia sendiri.

Dua orang samurai yang bertugas mengawalnya masih berdiri di pintu kuil, menanti dirinya keluar. Hinata bangkit dari duduk bersimpuhnya, ia menatap langit-langit kuil yang dihiasi pita merah, pun juga dengan altar yang dihiasi rangkaian bunga matahari, bunga favorit Hanabi.

Ia menghela nafas pelan, "besok hari pernikahan Hanabi," tak terasa hampir tiga Minggu berlalu untuk mempersiapkan pernikahan adik bungsunya itu. Esok hari yang dinanti itu akan segera tiba, adiknya akan menjadi seorang Sarutobi dan itu berarti perpisahan mereka tak akan lama lagi.

"Kau disini Nee-sama..."

Hinata terkesiap saat suara adiknya memenuhi gendang telinganya, lengkap dengan tepukan di bahunya. "Hanabi, besok pemurnian pernikahanmu, kau tak boleh keluar dari paviliun...."

"Seisi Dairi gempar karena sang permaisuri belum kembali, dan aku harus duduk diam berpangku tangan, itu bukanlah diriku, Onee-sama..." Hanabi tak pernah berubah, gadis yang akan segera melepas masa lajangnya itu tak bisa diikat dengan peraturan istana ataupun tradisi leluhur.

"Kau akan menjadi menantu perguruan Shinto Ryu sebentar lagi...., Tou-sama dan Kaa-sama pasti sangat bangga padamu..." Hinata menepuk pelan pipi Hanabi.

Hanabi tersenyum tipis, ia menggenggam tangan sang kakak yang berada di pipinya. Ia akhirnya tahu, alasan sang kakak masih berada di kuil, "kau merasa gelisah karena pernikahanku besok....?"

Hinata mengangguk menjawab pertanyaan Hanabi.

Hanabi tersenyum simpul, ia tahu benar, sang kakak akan selalu pergi ke kuil dan berdoa, jika hatinya tak nyaman. "Apa hatimu membaik usai berdoa...?"

Hinata mengangguk kembali. "Naruto-kun sedang berada di perbatasan Kyto, ia mengirim pesan pada seorang Kasim agar aku menunggunya disini..."

Dahi Hanabi berkerut, "seorang Kaisar keluar dari istana dan belum kembali selarut ini?"

"Naruto-kun baru saja menyelesaikan rapat terbuka sore ini yang dirapel dengan rapat pagi besok yang tak bisa diadakan karena pernikahanmu, jadi dia memutuskan untuk pergi ke kuil perbatasan Kyto.... Untuk membawa abu Otou-sama kesini...."

Hanabi hampir saja berteriak tidak percaya, ia menutup mulut menahan teriakannya, "Naruto-nii?" Ia kembali memastikan dan kakaknya mengangguk memastikan.

"Dia ingin Tou-sama melihat pernikahanmu...." Jelas Hinata lembut.

"Hiks.... Hiks..." Hanabi tak kuasa menahan tangisnya, ia tak menyangka hati Naruto begitu mulia, bagaimana bisa ia membiarkan abu jenazah pembunuh ayahnya diletakkan di altar kuil kekaisaran, "yang Naruto-kun lakukan untuk keluarga kita sudah lebih dari cukup untuk menebus dosa masa lalunya...."

"Kau benar Hanabi, aku bahkan merasa sangat malu....." Hinata menarik sang adik dalam pelukannya.

...

Sepatu besi itu baru saja menapaki anak tangga tertinggi di kuil kekaisaran, namun terhenti, saat bertanya menangkap dua orang wanita yang sedang berpelukan di depan altar.

Dua orang Samurai yang berjaga di pintu kuil menyadari kedatangan kaisar mereka, sontak mulut mereka terbuka untuk mengumumkan kehadiran sang Kaisar. Namun telapak tangan pemimpin dinasti ini terangkat, sebuah isyarat bahwa keduanya harus kembali tutup mulut. Naruto tak ingin kehadirannya merusak suasana dua saudara ini.

...

"Ehemmm..."

Suara batuk yang disengaja itu membuat pelukan dua bersaudara itu terlerai, Hinata yang berada membelakangi Naruto, kenal betul suara itu. "Naruto-kun...., Okaerinasai...."

Naruto tersenyum simpul, istrinya itu begitu berbakti, menyambutnya bahkan sebelum ia memberi salam. Sang Lotus ungu berjalan mendekat pada belahan jiwanya yang merentangkan tangan, Hinata hafal suaminya itu minta dipeluk.

Naruto memeluk sekilas tubuh mungil yang masuk dalam rengkuhannya dan mengecup sekilas puncak kepala permaisurinya. "Maaf membuatmu menunggu lama...., Tadaima..." Tangan kanannya melepas sejenak rengkuhannya pada sang istri lalu mengambil sesuatu di kantong hakama-nya. "Ini..."

Bulir-bulir air mata Hinata tak dapat dibendung, saat tangan Naruto terulur menyerahkan kantung kain hitam yang ia yakini berisi abu sang ayah. Tangannya bergetar menerima benda itu.

Naruto dapat melihat itu, betapa sedihnya sang istri saat menerima kembali abu jenazah sang Ayah. "Hontou nii Arigatou Anata ... Saat Naruto-kun bersedia mengkremasi jenazah Tou-sama dengan layak dan bersedia meletakkannya di kuil walaupun itu adalah kuil kecil di perbatasan kota, itu adalah suatu kehormatan bagi klan pengkhianat seperti kami...."

Hinata hampir berlutut di hadapan sang suami, tapi Naruto menangkap lengan kecilnya. "Sudah ku katakan, kau tak boleh berlutut di hadapan siapapun, bahkan aku sekalipun...." Naruto membawa Hinata dalam pelukannya dan mengusap bahu bergetar sang istri.

"Tenno-sama....." Kini giliran Hanabi yang membungkuk sembilan puluh derajat di hadapannya. "Aku mewakili klan Hyuuga meminta maaf sebesar-besarnya atas kebusukkan klan kami yang merusak hidup Anda.... Dan sangat berterimakasih karena telah bersedia meletakkan abu jenazah ayah kami di altar kuil kekaisaran."

...

Hinata meletakkan dengan hati-hati guci perak itu di rak khusus kayu dimana abu para bangsawan di semayamkan, ia meletakkan abu Hyuuga Hiashi, di samping abu ibunya. Hyuuga Hikari meninggal sebelum terkuaknya kebusukkan klan Hyuuga, sehingga abunya masih bisa diletakkan bersama dengan abu jenazah tetua klan Hyuuga terdahulu, di kuil kekaisaran ini.

"Naruto-kun, mau meletakkan abu mereka..." Mata Hinata melirik pada meja marmer di sampingnya, ia sudah meletakkan abu jenazah kakek nenek dan orang tua Naruto yang tergabung dalam satu guci, juga abu Kaisar Hashirama dan Permaisuri Mito yang digabung dalam satu guci.

Hampir seluruh keluarga Naruto mati dalam pembantaian, membuat satu guci berisi lebih dari satu abu jenazah. Dan Hinata memandang sedih hal itu.

"Seandainya kita bisa meletakkan abu jenazah Neji-nii disini..."

Celetukan Hanabi membuat Naruto membuka kelopak matanya dan mengakhiri dengan cepat, ia baru menyadari akan keberadaan abu Neji, setelah berbulan-bulan, dirinya terlalu sibuk dengan pengangkatan dirinya sebagai kaisar dan pertentangan para tetua akan Hinata. Ucapan Shikaku beberapa hari lalu kembali mengulang diingatannya. Abu Neji...? Mungkin wanita itu.... "Hinata, malam dimana saat Akatsuki dan Toneri membawamu dari Goa, seharusnya ada Tenten disana...."

"Mungkin dia yang membawa abu Neji-nii...." Hanabi menimpali.

"Aku tidak tahu... Malam itu aku pingsan karena terlalu sakit...." Hinata mulai gusar, ia tahu apa yang ada dibenak suaminya. Naruto pasti mencurigai Tenten yang membawa Akatsuki dan Toneri ke tempat persembunyian mereka. Terlebih lagi ia merasakan kehadiran Tenten sebelum para manusia laknat itu membawanya yang sedang menahan kesakitan.

Aku tak boleh berkata apapun soal Tenten.... Jika Tenten masih hidup Naruto-kun tidak boleh tahu keberadaannya dan berniat mencarinya. Ia pasti tak akan melepaskan Tenten, sementara penerus Hyuuga, mungkin masih bergelung nyaman di rahim Tenten.

...

Siang itu matahari berada pada poros pusatnya, sinar emas kekuningannya menyinari seluruh daratan Kyto. Kuil Ginkaku Ji, kuil yang menjadi saksi setiap pernikahan agung di dinasti matahari terbit ini, siang ini menampakkan pesonanya.

Sedikit berbeda, kali ini kuil dengan arti paviliun perak ini, menikahkan sepasang pengantin tidak di waktu lazim. Biasanya kuil ini akan menikahkan pengantin di pagi hari musim semi. Namun tahun ini berbeda, di tengah hari musim panas kuil ini menjadi saksi janji suci antara samurai junior yang telah banyak berjasa pada dinasti ini dengan adik sang permaisuri.

Pernikahan pertama yang diselenggarakan Heian usai perang saudara yang mereka mereka lalui.

...

Seluruh rangkaian upacara pemurnian pernikahan telah usai, Hanabi dan Konohamaru membungkuk sembilan puluh derajat di hadapan para tamu yang menghadiri upacara pemurnian pernikahan mereka. Tepat saat mutiara lavender sang bungsu Hyuuga beradu dengan iris serupa dengan miliknya, hatinya terenyuh amat dalam.

Hanabi bisa melihat tatapan sendu dari kakak perempuannya yang dihiasi dengan sunggingan senyuman begitu tulus. Tak ada yang dapat menyangkal rona bahagia yang terpancar di wajah sang permaisuri saat melihat adik kesayangannya menikah dengan pria pilihannya, namun di sisi lain raut gelisah juga nampak pada raut cantik sang permaisuri. Hanabi tak lagi dapat menjadi tamengnya dalam menghadapi kerasnya hidup sebagai wanita nomor satu di dinasti ini.

Bungsu Hyuuga itu berjalan menuju pintu kuil dengan bergandengan dengan sang suami. Kakinya terhenti tepat di hadapan tamu pertama yang harus ia berikan penghormatan, di hadapan sang Kaisar dan permaisuri.

Air mata tak dapat dibendung oleh mutiara lavender Hanabi saat ia harus duduk bersimpuh bersama sang suami untuk memberi hormat pada wanita yang bukan sekedar ia anggap sebagai kakak. Hinata, bagi Hanabi adalah sosok ibu yang satu-satunya ia kenali.

Ia bahkan tak mengenal ibu kandung mereka, satu-satunya wanita yang memberikannya kasih sayang setara ibu hanyalah Hinata. Wanita itu memberikan kasih sayang yang melimpah padanya, bahkan setelah apa yang pernah ia lakukan pada Hinata, hampir merenggut nyawanya bersama sang bayi sang kala itu masih bergelung nyaman dalam rahimnya, bahkan tak menyisakan setitik dendampun pada hati bersih Hinata, rasa cintanya pada sang adik tak berkurang sedikit pun.

Hanabi tak kuasa lagi menahan diri, sikap tenang yang ia pertahankan selama prosesi pemurnian pernikahan luntur seketika.

Hinata terkesiap saat tubuh Hanabi menubruk tubuhnya, adik kecilnya yang telah berstatus sebagai seorang istri itu menerjangnya dengan pelukan erat. Ia hanya dapat tersenyum tenang seraya menepuk pelan punggung Hanabi yang bergetar karena tangisnya. "Sstttt, jangan menangis, nanti riasanmu luntur." Hinata menenangkan walau setitik air mata haru dan sedih tak dapat ia bendung dari sudut matanya. Hanabi akan langsung dibawa ke desa Miyamoto tepat setelah upacara pemurnian pernikahan ini.

Karena gosip dan mulut jahat yang menyudutkan keluarga Sarutobi dan rombongan dari Shinto Ryu, membuat perayaan kembang api yang dibuat untuk merayakan pernikahan Hanabi, harus ditolak baik-baik oleh rombongan dari perguruan samurai itu.

Hinata harus begitu cepat hidup terpisah dengan adik kesayangannya itu.

"Nee-sama... Tetap bertahanlah di istana yang kejam ini.... Hingga tiba saatnya kau dan Naruto-nii akan melepaskan semua beban ini dan hidup sebagai orang biasa dengan tenang."

...

Tepukan pelan di lengannya membuat Hanabi menenggakkan kepalanya dari lengan Hinata yang menjadi sandarannya. Sepanjang perjalanan dari kuil Ginkaku Ji, hingga ke gerbang Dairi Hanabi tak berjalan bergandengan dengan sang suami yang baru ia nikahi, hanya tangan sang kakak yang tak lepas dari rangkulannya, entah mengapa ia begitu berat untuk kembali hidup terpisah dengan Hinata setelah semua rintangan yang telah mereka lalui.

"Kita sudah berada di gerbang..." Ucap Hinata lembut seraya mengusap lembut satu pipi sang adik.

Hanabi menggeleng cepat, air mata mengalir dari mutiara ungu pucatnya. "Nee-sama, tak bisakah kau ikut bersama kami...."

"Aku harus berada di tempat suamiku berada..." Tangan lembut sang Lotus ungu mengusap sayang pucuk kepala sang adik. "Seperti dirimu sekarang, semua keputusan suamimu adalah titah bagimu...." Hinata menangkup sepasang pipi gembul sang adik, mendekatkan kening Hanabi pada bibirnya, lalu mengecup penuh sayang kening adik kesayangannya. "Jadilah istri yang baik, kau adalah seorang Sarutobi sekarang, jalan yang kau tempu amatlah berliku, tapi satu yang perlu kau ingat, apapun keburukan suamimu, cukup kau dan Kami-sama yang tahu, bahkan padaku kakakmu sekalipun, tak perlu kau ungkap semua kehidupan rumah tanggamu..."

Kembali, Hanabi tak kuasa masuk kedalam pelukan sang kakak. "Onee-sama aku tak tahu terbuat dari apa hatimu, kau pantas bahagia Onee-sama.... Terimakasih... Terimakasih telah bersedia dilahirkan menjadi kakakku... Terimakasih telah bersedia memaafkan dan menerimaku kembali sebagai adikmu, terimakasih.... Terimakasih untuk semua pelajaran hidup yang telah kau ajarkan....."

Hanabi tak peduli dengan puluhan pasang mata yang menjadikan dirinya sebagai tontonan utama, di hadapan keluarga Shinto Ryu dan tamu kekaisaran ia bersikap seperti anak kecil yang tak mau lepas dari ibunya.

Hingga tepukan hangat di bahunya menyadarkan siapa dirinya. Sarutobi Hanabi.

"Hana... Sudah waktunya kita berangkat." Suara lembut Konohamaru seraya menepuk lembut bahunya, bak petir yang menyambarnya. Bukannya melepaskan pelukan pada sang kakak, Hanabi semakin erat memeluk Hinata.

"Sedikit lebih lama lagi, ku mohon..." Pandangan Hanabi memelas pada sang suami, namun iris cokelat Konohamaru melirik sekilas pada Kakashi Hatake yang telah siap menunggu mereka.

"Konohamaru, Shinto Ryu tak pernah sedikitpun bersinggungan dengan urusan pemerintahan. Bahkan sejak Hyuuga dan Uchiha berkonspirasi meminimalisir pengaruh senju di pemerintahan terdahulu, Shinto Ryu tak pernah turun tangan, kecuali saat pemberontakan besar-besaran menumbangkan dinasti yang dipimpin Toneri. Naruto lebih berhak untuk menyelesaikan konflik internal istana bersama dengan Sasuke. Kita akan menyalahi aturan jika terlalu lama disini, posisi Hinata dan Sasuke akan semakin menjadi pergunjingan."

Bukannya Konohamaru tega atau kejam pada Hanabi, tapi ini semua ia lakukan demi Shinto Ryu yang harus ia jaga nama baiknya, demi mengurangi konflik internal istana yang mempergunjingkan posisi Hinata, semakin lama mereka disini gosip Hinata yang akan membangkitkan kembali kekuasaan klan Hyuuga akan semakin kuat.

Semua ini ia lakukan untuk menjaga nama baik Hinata dan perguruan Shinto Ryu.

Konohamaru meraih tubuh Hanabi, membawa bungsu Hyuuga itu dalam pelukannya, kepalanya menyelusup pada wataboshi yang menutupi surai cokelat Hanabi. "Ini semua demi Onee-sama...semakin lama kita disini para tetuah itu akan terus menyebarkan gosip."

Hanabi memisahkan diri dari dekapan Konohamaru, ia beranjak, kali ini bukan Hinata yang menjadi tujuannya, tapi Uzumaki Naruto, satu-satunya orang yang ia harapkan untuk melindungi sang kakak dari tekanan istana yang begitu kuat.

"Tenno-sama...." Hanabi langsung berlutut di hadapan sang Kaisar, "saya Sarutobi Hanabi, menantu dari perguruan Shinto Ryu, merendahkan diri di hadapan anda, memohon kemurahan hati Yang Mulia untuk melindungi kakak saya dari segala bentuk ancaman yang ada dalam istana ini..."

Naruto tersenyum geli, bagaimana mungkin Hanabi meragukannya dalam menjaga Hinata setelah semua hal yang telah ia lakukan. Ia berjongkok agar menyamakan posisinya dengan Hanabi yang berlutut di hadapannya.

"Kau tak perlu meragukan ku adik kecil...." Naruto menenangkan seraya menepuk pucuk kepala Hanabi.

Kau tak tahu Naruto-nii, mereka semua ingin menyingkirkan Nee-sama dari sisimu.... Ku mohon, tetap lindungi Nee-sama walau nyawanya tak terancam.... Tapi aku takut, saat kebahagiaannya direnggut ia akan kehilangan kemampuannya untuk bertahan hidup. Tetaplah mencintainya ketika semua orang ingin memisahkan kalian.

つづく
Tsudzuku

Terimakasih mas Musasiii untuk ilustrator Konohananya....

Absen dunk yang baca dari kota mana aja.....

Continue Reading

You'll Also Like

53.5K 7.8K 24
Disclaimer Naruto © Masashi Kishimoto Hyuuga Hinata, seorang Polisi lalu lintas yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta dan bertekad akan memper...
902K 57.7K 37
Sakura menginginkan bayi tanpa harus menikahi laki-laki. -oOo- Naruto © Masashi Kishimoto AvalerieAva 2017 present : Single.
47.9K 6.8K 41
[SELESAI] "Di balik pria yang sukses, ada wanita kuat di belakangnya." Sayangnya peribahasa itu tak berlaku untuk Sasuke. Kesendirian yang banyak mem...
52.3K 8.4K 35
Dalam perjalanan balas dendamnya Hinata menemukan Naruto, pria dengan sejuta ambisi di dalam kepalanya. Namun jika punya satu tujuan yang sama, buka...