ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ
Aeri tiba di kelas dan saat memasuki kelas, ia sudah di sambut heboh oleh Hana. Sahabatnya.
"Pagi, Aeri!" sapa Hana semangat.
"Hmm, pagi" balas Aeri datar.
Hana menaikan alisnya. "Kenapa, pagi-pagi muka kamu udah di tekuk gitu?" tanyanya dengan duduk di sebelah Aeri.
Aeri diam sejenak, setelahnya menghela napas. "Tapi janji jangan heboh?" ucapnya tegas.
"Iyaa janji," balas Hana dengan merubah posisi duduknya agar menghadap pada Aeri.
Aeri menarik napas dan menghembuskannya perlahan. "...Jeno sama Sihyeon mau tunangan," ucapnya lirih membuat Hana menutup mulutnya tak percaya.
"Se-serius kamu? Tau dari mana?!" tanya Hana dengan mengeraskan rahang. Hana sangat mengenal Aeri, gadis itu sudah menyukai Jeno lama tetapi, sampai saat ini cowok itu belum menyadarinya.
Aeri berubah sendu. "Dia sendiri yang bicara ke aku kemarin," jawabnya lirih dengan menunduk.
Hana mengelus bahu Aeri. Menatap iba sahabatnya. "Kamu nggak apa-apa?"
Aeri menggeleng pelan. "Nggak. Aku nggak baik-baik," balasnya.
Hana menghela napas pelan. "Pokoknya kamu harus lupakan Jeno. Masih banyak cowok yang lebih baik dan tampan darinya!" serunya menggebu. Hana ingin menyemangati Aeri.
Aeri tersenyum tipis. "Aku lagi berusaha."
"Bagus! Itu baru sahabat aku!" ucap Hana semangat. "Aku bakal bantu kamu untuk melupakan Jeno," lanjutnya.
Aeri tersenyum tipis kembali, setidaknya ada yang menghibur di saat seperti ini.
"Terima kasih," balas Aeri dan memeluk Hana.
Hana mengangguk dan membalas pelukan Aeri. "Jeno nggak pantas buat kamu. Kamu terlalu baik buat cowok yang nggak peka sama perasaan," ucapnya.
Tanpa disadari, seseorang mendengar percakapan mereka dari balik pintu kelas.
ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ
Bel istirahat berbunyi. Aeri dan Hana bersiap untuk ke menuju kantin. Saat berjalan di koridor sekolah, banyak adik kelas yang menyapa Aeri. Sedangkan yang di sapa hanya memberikan respon senyuman tipis.
Tiba di kantin. Tatapan Aeri langsung bertemu dengan Jeno yang kebetulan duduk di dekat pintu masuk kantin bersama Sihyeon.
Segera Aeri mengalihkan tatapannya ke arah lain.
Hana yang menyadari dan mengerti situasi, langsung menggandeng Aeri dan membawanya menjauh dari radar seorang Lee Jeno.
"Kita ke sana aja," ucap Hana.
Aeri mengangguk dan ikut saja.
"Aeri, Hana!" panggil Nakana yang sudah tiba lebih dulu di kantin.
Aeri dan Hana tersenyum. Mereka mendekati keberadaan Nakana.
"Mau makan apa? Aku yang pesan?" tanya Hana.
"Nasi goreng, pedas, ya," jawab Aeri.
Hana mengangguk.
"Nakana tolong jaga Aeri dari Jeno," bisik Hana ke Nakana.
Nakana mengerutkan kening, bingung. Apa maksud Hana, tetapi setelahnya mengangguk. Mungkin nanti akan bertanya lanjut dengan cewek itum
Hana telah pergi menuju penjualan nasi goreng. Nakana kembali mengobrol dengan teman-teman kelasnya, sedangkan Aeri memilih memainkan ponselnya. Menunggu Hana kembali setelah pesan makanan.
Grep!
Seseorang tiba-tiba menarik pelan tangan Aeri membuat gadis itu menoleh.
"Ikut. Ada yang ingin aku bicarakan," ucap seorang Lee Jeno. Tatapan cowok itu terlihat serius.
Aeri menghela napas. "Nggak. Aku mau makan," tolaknya datar.
Jeno mengerang. "Sebentar aja, Aeri," tekannya.
Nakana yang sedari tadi memperhatikan langsung bersuara.
"Sorry, Jeno. Bukannya mau ikut campur tetapi, Aeri lagi sama gue dan dia juga menolak ajakan lo," sambung Nakana.
Jeno menghela napas. "Aeri sebentar aja, please," mohonnya.
"Aeri, bareng gue. Mending lo urus Sihyeon. Kasihan tuh dia sendirian," sambung Hana yang tiba-tiba datang dengan nada ketus. Tatapannya juga tidak bersahabat. "Kalau lo nggak mau pergi, Aeri sama gue yang bakal pergi," lanjut Hana mengancam.
Jeno menghela napas kasar, dan dengan terpaksa ia pergi daripada diamuk oleh dua sahabat Aeri. Hana dan Nakana.
Setelah Jeno pergi, Aeri menghela napas lega. "Terima kasih, Hana."
Hana tersenyum. "Sama-sama. Aku kan sudah janji bakal bantu kamu," balasnya.
ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ
Bel pulang sekolah berbunyi, Aeri membereskan barang-barangnya dan setelahnya bergegas untuk keluar kelas. Hana sudah lebih dulu keluar kelas karena ada rapat club basket.
Melewati koridor kelas. Aeri melangkah menuju pintu keluar dan saat ingin berbelok, tiba-tiba tangan Aeri ada yang menahannya membuat ia menoleh terkejut.
"Aku mau bicara sama kamu. Sebentar aja, aku mohon," ucap Jeno dengan wajah sendunya.
Aeri terdiam sejenak. Sejujurnya ia tidak ingin bertemu dengan Lee Jeno untuk saat ini.
"Aeri aku—"
"Kak Hyunjin!" ucap Aeri semangat saat melihat sosok dokter Hyunjin yang terlihat di sekitar lobi. Pria itu seperti sedang mencari sesuatu.
Hyunjin yang lagi celingak-celinguk mendengar namannya di panggil, langsung mencari sumber suara.
"Maaf, Jeno. Aku sudah di jemput," ucap Aeri dan meninggalkan Jeno. Gadis itu mendekati Hyunjin.
Saat sudah berada di hadapan Hyunjin. Aeri langsung menggandeng lengan pria itu.
Hyunjin sempat terkejut namun, ia baru mengerti setelah gadis di sebelahnya berbisik.
"Maaf ya kak. aku pinjam lengan kamu dulu," bisik Aeri dengan mendongak saat tingginya hanya sebatas dagu pria itu.
Hyunjin hanya mengangguk pelan dan mengikuti kemauan Aeri.
Aeri membawa Hyunjin untuk luar kawasan sekolah. Setelah keluar dari sekolah, Aeri menghela napas lega.
"Terima kasih, kak" ucap Aeri dengan melepaskan tangannya dari lengan Hyunjin.
"Hmm," balas Hyunjin.
Aeri ingin pergi dari Hyunjin, ia berfikir mungkin Hyunjin ke sekolahnya karena ada yang ingin ia temui. Namun langkahnya terhenti saat tiba-tiba pria menarik kerah bajunya.
"Ehh?!"
"Mau kemana, hm?" tanya Hyunjin, membuat Aeri menaikan alis.
"Pulang," jawab Aeri dengan mengerjapkan mata.
"Kamu pikir saya kesini mau ngapain?!" tanya Hyunjin dingin.
Aeri menggaruk tengkuknya. "Kakak ke sini mau ketemu orang bukan? Makanya aku pergi," balasnya polos.
Hyunjin menghela napas.
Tjak!
"Aduhhh!" ringis Aeri saat dapat jitakan di keningnya, walaupun jitakan pria itu tidak sakit.
"Saya jemput kamu gadis kecil!" seru Hyunjin membuat mata Aeri melebar.
"Ehh! Jemput Aeri?!" terkejutnya.
"Hmm." Aeri menganga. Ia tidak percaya saat pria dingin dan jutek dihadapannya ingin menjemputnya sekolah. "Buruan. Saya tidak suka menunggu lama," lanjut Hyunjin dan berjalan lebih dulu menuju parkiran.
Aeri langsung mengejar Hyunjin dan berusaha menyamakan langkahnya, walaupun agak sulit karena kaki pria itu yang panjang.
"Kak, pelan-pelan, dong!" seru Aeri.
Tanpa di sadari, seorang Hwang Hyunjin melambatkan langkahnya, agar Aeri bisa jalan bersamanya.
"Kak, memangnya kak Felix kemana kok kakak yang jemput aku? Terus kakak nggak sibuk?" tanya Aeri bertubi-tubi.
Hyunjin menghela napas, gadis itu kembali mulai cerewet.
"Felix lagi ada praktek jadi nggak bisa jemput kamu," jawab Hyunjin datar.
"Ohh~" balas Aeri dengan nada lucu. "Eum, sekarang kakak nggak ada pasien?" tanya Aeri lagi.
"Sudah selesai jam praktek saya," jawab Hyunjin lagi dengan malas.
Tak terasa mereka berdua sudah tiba di area parkir.
Aeri ingin membuka pintu mobil bagian depan tapi ia ragu, takut pria itu menolak untuk duduk bersamanya dan akhirnya ia memilih untuk duduk di belakang.
"Kamu kira saya supir. Pindah duduk di depan!" seru Hyunjin tegas, membuat Aeri mengangguk cepat.
Aeri langsung membuka pintu mobil bagian depan, dan duduk. Setelahnya diikuti Hyunjin dan mobil keluar kawasan sekolah.
Di perjalanan, keadaan menjadi hening. Aeri yang canggung memilih menatap keluar jendela.
Lima belas menit perjalanan. Mobil mereka tiba di rumah Felix.
"Terima kasih, kak" ucap Aeri dengan melepaskan sabuk pengaman.
"Hmm, " balas Hyunjin.
Aeri ingin keluar mobil namun, lengannya ditahan Hyunjin. "Ke-kenapa kak?" tanya Aeri berubah gugup.
Tiba-tiba tangan Hyunjin menyentuh kening Aeri, membuat Aeri mengerjap.
"Syukurlah, sudah tidak demam" ucap Hyunjin dalam hati.
"Kak, kenapa?" tanya Aeri lagi, karena Hyunjin yanya diam saja.
"Saya di suruh Felix untuk temani kamu," jawab Hyunjin.
Kening Aeri mengkerut. "Hah? Temani aku?!" terkejutnya. "Eum, nggak usah kak. Aku sudah biasa sendiri kok," lanjut Aeri tidak enak.
"Tidak ada penolakan. Saya dapat amanah dari Felix," balas Hyunjin datar.
Aeri menghela napas pelan. "Ya, sudah. Ayok masuk," ajaknya.
ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ
Vote, share and comments
Thanks