Yes, Mr Billionaire [COMPLETE...

By Reiinah76

37.2M 1.7M 56.8K

"Mulai sekarang kau milikku, mengerti?" "Y-yes, Mr. Billionaire" --- Dera Destia, seorang perempuan berumur 1... More

REVISI
Yes, Mr Billionaire
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
chapter 45
chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Chapter 70
PENGUMUMAN!!!
Chapter 71
Chapter 72
Chapter 73
Chapter 74
Chapter 75
Chapter 76
Extra Part (1)
Extra part (2)
PENGUMUMAN!!

Chapter 59

372K 18K 353
By Reiinah76

Jangan lupa vote dulu sebelum baca!

Happy reading!!

.

"Kembar sepasang, laki laki dan perempuan, selamat ya kalian berdua."

Kalimat itu terngiang ngiang di dalam benak Dera. Senyumnya tidak pernah luntur dari wajahnya, tidak banyak berbeda dengan Gerald juga.

Tidak hanya satu, tidak hanya seorang anak laki laki atau perempuan, tapi mereka langsung dianugrahkan dua anak kembar sekaligus. Pantas saja setiap hari Dera selalu dibuat bingung entah mengapa perutnya terlihat sedikit lebih besar dari wanita wanita lainnya yang sedang mengandung 5 bulan juga.

Tapi sejujurnya ada rasa takut saat Dera mendengar mendapatkan bayi kembar sekaligus. Selalu mendengar bagaimana lelahnya memiliki anak pertama, apalagi yang ini kembar.

Dia takut dia tidak bisa menjadi ibu yang baik bagi kedunya.

Tiba tiba Dera merasakan tangan Gerald menyentuh tangannya. Perlahan laki laki itu menggenggam tangan Dera, lalu mencium punggung tangan itu lembut, dengan sebelah tangannya lagi memegang setir mobil. Selalu menjadi kebiasaannya, tanpa Dera beri tahu, laki laki itu seperti sudah tahu jelas saat saat Dera terlihat sedang memiliki masalah, dan dia tidak pernah gagak untuk menghiburnya tanpa Dera ketahui.

Mata Dera menempel lekat pada sosok Gerald yang sedang menyetir. Laki laki itu menatapnya sekilas lalu meletakkan tangannya kembali di atas paha Dera.

"Memikirkan sesuatu?" tanya Gerald.

"Sedikit, bukan apa apa," balas Dera membalik ke arah depan. Jalanan hari itu tidak begitu padat, sangat enak untuk dipakai berjalan jalan mengelilingi kota.

"Kau tidak akan bertanya sesuatu kepadaku?" tanya Gerald tiba tiba. Dahi Dera mengerut kebingungan. Menanyakan apa?

"Apa yang harus kutanyakan padamu?" tanya Dera balik.

"Apakah aku memikirkan sesuatu? Tanyakanlah." Mata Gerald melekat kepda jalanan, sesekali melihat ke arah kaca spion.

Makin hari laki laki ini semakin aneh saja, apa yang diinginkannya? "Baiklah, apa yang kau pikirkan?" tanya Dera.

Gerald tersenyum manis, sebelum akhirnya wajahnya berubah geram. "Katakanlah kepadaku dengan jujur." Nada laki laki itu menegas. "Seharusnya kau bisa mengetahui jika kau mengandung anak kembar sejak 2 bulan yang lalu saat umur kandunganmu masih 3 bulan. Dokter macam apa yang kau datangi di Singapura, hah?"

Dera terdiam. Ternyata ini yang ingin ditanyakan Gerald. Rumah sakit mana yang didatangi Dera.

Perempuan itu hanya mencari rumah sakit asal, yang pasti tidak akan disukai oleh Gerald. Laki laki itu pasti akan menyuruhnya datang kepada rumah sakti besar dan menyuruh dokter dokter terkenal untuk memantaunya.

Dengan biaya yang tidak kalah besar.

Dera tidak mungkin bisa membiayainya saat dia berada di Singapura.

"Aku hanya mencari yang paling dekat dengan rumah, dan ehm... ekonomis, mungkin?" kata Dera ragu ragu. Apa yang bisa dilakukannya, Dera tidak ingin meminjam uang banyak dari Rian, tidak juga kepada Charlotte yang bahkan sampai saat itu pun masih berusaha keras mencari nafkah demi pengobatan ibunya. 

Dera menoleh ke arah Gerald, melihat urat urat sedikit menonjol di sekitar tangan laki laki itu. Dera menelan ludahnya pahit.

"Untung ini berada di tengah jalanan, dan bukan di dalam kamar. Kalau tidak, sudah ku siksa mati matian dirimu dengan caraku sedniri . Kau sepertinya snagat senang memancing emosiku," kata Gerald datar. Gerald mencoba untuk terlihat marah, yang sebenarnya gagal total. Dera mendengarkan nada jahil dalam kalimat Gerald, terutama pada kata kata 'di kamar', dia sedang setengah bercanda.

Dan Dera ragu Gerald bisa marah kepadany setelah mendengar berita tadi dari Dokter Sania.

Kembar.

Sebuah kata itu saja membuat senyum merekah kembali di wajah Gerald. Dera yang melihatnya ikutan tersenyum. Refleks tangannya mengusap perut besarnya pelan, sambil berdoa memohon keselamatan kedua anaknya.

"Oh iya, kemana kita sedang menuju?" tanya Dera melihat kesana kemari. "Ini bukan jalan sampai ke rumah."

"Itu sebuah kejutan," kata Gerald sambil memutarkan setirnya, menyalip mobil yang didepannya dan cepat cepat berbelok ke samping dengan kecepatan sangat tinggi. Banyak mobil di belakang mereka yang menyalakan klakson geram, namun Gerald tertawa kecil dan kembali membanting setirnya, menyalip mobil mobil lain dengan kecepatan lebih kencang lagi.

"Apa kau gila!?" tanya Dera sambil memukul lengan Gerald pelan. "Sudah berapa kali kau sangka kita nyaris menabrak kendaraan lain?"

"Bocah ingusan itu pun bilang bukan, pergilah ke publik dan tunjukkanlah bahwa kita bahagia di sini. Ini salah satu cara mencari perhatian," kata Gerald diikuti dengan tawa jahilnya.

"Itu bukan mengumpulkan perhatian namanya, itu artinya mendekatkan diri kepada Tuhan, bodoh," kata Dera mendengus keras.

Gerald tidak bisa menahan gelak tawanya dan dia mengusap rambut Dera lembut.

Laki laki itu memasukkan mobilnya ke dalam lobby sebuah Hotel yang belum pernah Dera kunjungi sebelumnya. Gerald keluar dari mobil terlebih dahulu, mengambilkan kursi roda Dera di bagasi, lalu membukakan pintu untuk Dera. Diberikannya kunci mobil kepada seorang sopir valet dan berjalan membawa Dera menuju bangunan setinggi 18 lantai itu

"Ini dimana?" tanya Dera.

"Ini sebuah Hotel yang baru dibuka oleh temanku dulu," jawab Gerald. "Anehnya tempat ini lebih terkenal dengan restaurannya daripada hotelnya sendiri. Aku selalu mengatakan kepadanya untuk membuat Restauran saja daripada membuat hotel jika hobinya adalah memasak, namun dia tetap mengotot ingin memiliki hotel. Dan lihatlah sekarang, dia sibuk dengan restaurannya bahkan dikit waktunya mengurusi bagian hotel. Lantai satu sudah sama saja seperti food court."

Dera menahan tawanya mendengar cerita Gerald.

Seperti biasa, setiap kali Gerald masuk ke dalam sebuah tempat, seluruh pelayan tempat itu sudah berbaris rapih menyambutnya. Dera bahkan sampai sekarang masih merasa tidak terbiasa dengan perlakuan semua orang kepada Gerald.

Lantai pertama dibersihkan seluruhnya. Dera melihat banyak sekali orang yang ditidak bolehkan untuk berlalu lalang, hanya boleh melihat dari samping sembari Gerald dan Dera lewat. 

Dan Dera tau satu hal, Gerald tidak pernah meminta hal seperti ini. Semua orang melakukan ini untuknya.

"Tuan Mardita ingin meminta maaf karena tidak bisa menyapa Anda langsung di tempat ini," kata seorang pelayan membungkuk badannya 90 derajat. Dera tebak Mardita adalah teman dulu yang Gerald katakan. "Kami telah menyiapkan meja untuk Anda, mari ikuti saya."

Salah seorang pelayan menawarkan Gerald untuk mendorong kursi roda Dera, namun ditolak oleh Gerald mentah mentah. Enak saja dia berjalan lebih dekat dengan Dera daripada diriku.

Terkadang laki laki itu suka lupa akan angka umurnya.

Dera baru sadar sebetapa penuhnya restauran itu. Memang semua kamar hotel penuh oleh pengunjung juga, tapi yang menginap dan yang datang untuk makan, jauh lebih banyak orang yang datang untuk makan.

Sangking penuhnya, sampai banyak orang yang menunggu gilrian mereka di luar pintu restauran. Bayangkan, padahal ini baru siang hari di hari weekday, bagaimana nanti saat malam hari?

Dera dibawa sampai masuk ke dalam sebuah lift dan seorang pelayan menekan tombol menuju lantai 18, membawa mereka menuju lantai teratas gedung itu.

Ternyata ada restauran rooftop. Pelayan itu mengatakan bahwa tempat ini adalah incaran semua orang yang datang untuk makan, karena tempat ini memiliki pemandangan yang sangat indah. Tapi hari ini disengajakan, 30 meja di atas rooftop dikosongkan hanya untuk makan siang Dera dan Gerald.

Tempat itu sangat indah, pemandangan kota Jakarta pada siang hari menghiasi pandangan mereka. Tempat itu dipenuhi oleh sofa sofa dan meja kopi kecil kecil. Jika kosong seperti ini, ini adalah tempat yang akan paling disukai para introvert. Menyendiri, mendengarkan musik, angin alami yang berhembusan, tanpa diganggu siapapun, hanya duduk disana membaca novel novel berjam jam.

Dera langsung menyukai tempat ini.

Gerald dan Dera duduk di salah satu meja yang sudah disediakan. Gerald membantu Dera duduk di atas sofa sebelum mereka memesan makanan.

"Steak Sirloin, dan beer satu. Kau?" tanya Gerald.

"Chicken cordon bleu satu, dan lemon juice saja."

Pelayan itu mengangguk dan lalu berlalu pergi tanpa lupa mengambil menu mereka. Gerald mendengarkan sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya, dan Gerald membelalakkaget  saat melihat 32 misscall di ponselnya hanya karena dibiarkannya dalam mode diam selama 2 jam.

Memang pekerjaan akan membuntutinya kapanpun dimanapun. Gerald tidak peduli dengan semua panggilan yang tidak terjawab, Gerald tidak ingin merusak harinya bersama Dera berkutat dengan pekerjaan.

Gerald mendongak, menatap Dera yang sedang menatap angin kosong, menghadap ke kanan, menikmati pemandangan Jakarta dengan berbagai macam kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya. Rambut Dera dihembuskan oleh angin membuat Gerald bisa dengan jelas melihat wajah Dera. Perempuan itu terlihat sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri. Wajah Gadis itu terlihat cemas.

"Ada apa?" bisik Gerald bertanya.

Dera membalikkan kepalanya kepada Gerald. "Rian."

"Ada apa dengan bocah itu?"

"Aku hanya berharap dia tidak apa apa. Aku ingin memberitahu kepadanya kabar gembira tentang kedua anak ini. Tapi aku bahkan tidak tahu bagaimana cara menghubunginya. Mungkin sekarang dia sudah kembali ke dalam penjara, aku juga tidak tahu."

"Penjara?" Gerald tertawa. "Aku tidak mengenalnya sepanjang kau mengenalnya, tapi menurutku dia tidak mungkin dengan mudah kembali tertangkap. Walaupun aku membencinya, tapi kuakui dia memiliki otak. Dia akan dengan gampang mengelabui polisi polisi biasa. Percayalah."

"Dan jika dia tidak?" tanya Dera dengan wajah tertekuk.

"Kalau dia tidak, artinya kau sedang bermimpi, itu saja," kata Gerald sambil mengangkat kedua bahunya terlihat tidak peduli.

"Jangan bercanda pada saat seperti ini, Gerald!"

Gerald tertawa. "Percayalah kepadanya sedikit. Aku tidak akan memaafkannya jika dia tertangkap polisi, aku tidak akan memaafkannya sebelum aku bisa menonjok mukanya, membalas apa yang pernah dilakukannya kepadaku sebelumnya."

Kali ini Dera yang tertawa. 

"Jangan terlalu membebankan diri dengan pikiran pikiran aneh," kata Gerald tersenyum. Dera akhirnya mengangguk tersenyum. 

Benar apa kata Gerald.

Tidak ada gunanya juga terlalu banyak memikirkan tentang seseorang yang seharusnya Dera sendiri percayai mampu bertahan melewati masalah yang sedang dialaminya. Dia pasti mampu melewati kasus ini, aku tidak perlu mencemaskannya.

Betapa bodohnya aku.

Dera menghela nafasnya panjang.

"Apakah makanannya belum ya?" tanya Dera tiba-tiba.

"Mengapa? Kau lapar?"

"Bukan, aku ingin pergi ke restauran lain. Aku tiba tiba ingin makan ayam sambal matah, dengan rujak bogor, dan batagor palembang dengan bumbu barbeque. Ayo pergi."

Ada apa dengan bumil satu ini!?

.

Follow me on instagram
Nnareina

Chapter kli ini filler ya hehehe...

Aku gasabar pengen kaki Dera cepet sembuh supaya gausah ngetik ngetik kursi roda lagi XD

Jangan lupa vote yang banyak, begitu juga komen! yang banyakkkkk.

Kalau komennya banyak aku bakalan double update hari ini ya say!! ;*

Thank you! 

Love you all!!

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 106K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
SPARKLE [end] By L

Short Story

624K 65.9K 32
Jungkook menemukan anak kecil di depan pintu rumahnya dengan surat yang mengatakan jika anak itu adalah anaknya
867K 52.1K 55
Tatapan yang tajam dan gelap itu sangat menusuk mataku. Baru kali ini aku melihat seorang pria yang menatapku dengan tatapan tajam dan penuh kebencia...
1.4M 112K 36
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...