Prangggg!!!
Suara pecahan gelas gelas memenuhi indra pendengaran Dera. Perempuan itu mengadahkan kepalanya, menatap ratusan ornag yang sedang menatapnya tidak bisa diartikan.
Bisikan demi bisikan mencemooh terdengar, dan tatapan demi tatapan menghakimi menatap Dera tajam. Dia menoleh ke arah Silvia. Perempuan itu tersenyum sinis menatapnya rendah, mata Dera mulai berlinang air mata. Tanpa berpikir panjang Silvia langsung pergi meninggalkan Dera.
"Nona tidak apa?" tanya pelayan yang tadi ditabraknya sambil mengulurkan tangannya.
Dera menerima uluran tangan itu lalu mencoba memperbaiki penampilannya, namun semuanya terlanjur terlalu kacau. Tatapan mata semua orang mengusik dirinya dan hal selanjutnya yang dia lakukan adalah kabur dari tempat itu.
---
Gerald sedang berbicara dengan salah satu rekan kerjanya tentang perkembangan perusahaan dan rencana kerja sama dalam proyek kedepannya. Tapi ditengah perbincangan mereka, dia mendengar suara pecahan gelas begitu nyaring yang lalu disertai oleh orang orang membulat mengerumi asal suara itu.
"Apa itu?" tanya Jerfee, rekan kerjanya.
"Mungkin hanya pelayan ceroboh yang menjatuhkan gelas minuman," kata Gerald tidak acuh. "Lebih baik tidak usah dihiraukan."
"Iya juga, mari kita lanjutkan berbicara saja," katanya tersenyum. Gerald membalas senyuman itu, dipaksakan.
Entah mengapa, hatinya merasa tidak enak.
---
Dera berlari tanpa arah sebagaimana kakinya bisa membawanya.
Kakinya terasa sakit, apalagi hatinya. Dera menahan tangis seraya kakinya terus melangkah membawanya pergi. Dia berlari sampai ke toilet di lantai underground, toilet untuk satpam dan para pekerja lainnya. Tidak ada satupun orang disana karena pintu gedung Utara memang jarang dijaga.
Tempat yang tepat untuk Dera menenangkan hatinya.
Dia meringkuk sambil memeluk lututnya erat. Matanya kembali terasa memanas dan saat Dera sadar, air mata sudah kembali turun membasahi seluruh wajahnya.
Dia kesal, dia marah. Dia merasa sangat dipermalukan oleh Silvia dan dia merasa sangat marah karenanya. Namun lebih dari itu, Dera marah kepada dirinya sendiri. Dera marah melihat betapa menyedihkannya dirinya yang tidak bisa melawan setelah diperlakukan buruk oleh Silvia sekalipun.
Dia marah melihat dirinya yang lebih memilih untuk menangisi kebodohannya di bawah sini tanpa memberi perlawanan sama sekali.
Tangis menyelimutinya, dadanya terasa sesak karena terlalu banyak menangis.
Dia hanya ingin sendiri, mendalam dalam kesunyian, menyelam dalam tangis dan amarahnya, lalu lenyap menghilang di telah bumi saat ini juga. Detik berlalu tanpa bisa dicegah, tanpa bisa diputar balik, memaksa Dera merasakan kejadian buruk ini menggerogoti dadanya nyeri.
Tidak ada satupun hal yang berubah semenjak hari pertama aku bertemu Silvia. Tidak ada!
Di tengah kesunyiannya itu, dia mendengar sebuah langkah seseorang mendekatinya. "Tidak, jangan mendekat," bisik Dera begitu pelan.
Dia sudah cukup dipermalukan.
Tiba tiba orang itu berlutut di hadapan Dera dan lalu merapihkan rambut Dera sebelum akhirnya mendekapnya erat.
Gerald.
Laki laki itu tidak berkata apa apa, dia hanya memeluknya erat dan membiarkan Dera merasa nyaman di dalam dekapannya. Semua tangis yang dia coba bendung akhirnya luruh sudah. Dera menangis dengan kencang di dada Gerald.
Laki laki itu tetap berdiam sunyi sambil mengusap punggungnya lembut tanpa mempedulikan air yang sudah menyerap ke dalam kemejanya.
Ini adalah kedua kalinya Gerald melihat Dera seperti ini, dan kedua kalinya pun dia kebingungan apa yang terjadi kepada perempuan itu. Namun kali ini Gerald berjanji kepada dirinya sendiri, dia tidak akan membiarkan Dera menangis seorang diri. Tidak akan dibiarkannya Dera kembali menitikkan air matanya dibawah pegawasannya.
---
Mobil hitam Gerald terparkir di depan mansionnya. Perjalanan tadi bukanlah perjalanan yang menyenangkan, mereka berdua terdiam hening dengan pikiran masing masing. Dera masih merasa sangat tertekan setelah apa yang terjadi dan Gerald merasa begitu pusing karena kepalanya yang terus berputar memikirkan apa yang terjadi kepada perempuan di sampingnya.
Bukan berarti dia dengan pahamnya datang menenangkan Dera, bahkan dirinya sendiri pun masih tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.
Betapa kagetnya dia saat tahu orang yang memecahkan semua gelas itu adalah Dera. Terlebih lagi kata seseorang berkata bahwa dia kabur dengan tangis menghujani wajahnya. Gerald secepat mungkin mengejar perempuan itu dengan panik.
Dan kejadian berkembang hingga manjadi seperti sekarang.
Gerald berjalan membuka pintu untuk Dera.
"Ayo," katanya lembut.
Sambil merangkul Dera, dia berjalan masuk ke dalam rumahnya itu. Beberapa pelayan menatap mereka bertanya tanya, mereka langsung Gerald isyaratkan untuk tidak mempedulikan mereka.
Lelaki itu masuk ke dalam kamar Dera lalu merebahkan perempuan itu di atas kasur. Dera tetap tidak bersuara dan Gerald tidak bisa menyalahkannya.
Gerald duduk di tepi ranjang Dera.
"Maaf," gumam Dera pelan.
"Untuk?"
"Karena, aku telah merepotkanmu. Terlebih lagi, aku melakukan hal ceroboh seperti itu, pasti kau merasa sangat malu. Aku membuat reputasimu menurun, kau pasti menyesal memilihk-"
Sebelum Dera bisa melanjutkan perkataannya, Gerald lebih dahulu meraup wajahnya dan mencium Dera dalam.
Lelaki itu menciumnya pelan sambil merangkul tubuh Dera erat. Ciuman yang lembut dan menenangkan. Tidak seperti biasa yang dalam dan menuntut, kali dia begitu sangat manis dan hangat. Dan Dera tidak sama sekali menolak.
Ciuman itu berlangsung sangat singkat, namun seperti sebuah sihir, ciuman itu membuat Dera merasa tenang. "Jangan berkata seperti itu. Aku tidak pernah dan tidak akan pernah menyesal memilihmu," katanya berbisik di telinga Dera.
Setetes air mata kembali jatuh di pipi Dera. Pertama kalinya di hidup Dera dia merasa dipedulikan, diingini, dan dikasihi. Lingkungan, teman, bahkan keluarganya sendiri tidak pernah memberikan kehangatan yang dibutuhkannya.
Namun berbeda dengan Gerald.
Lelaki itu mengusap air mata Dera pelan, lalu tersenyum hangat.
"Terima kasih." Hanya sepatah kata itu yang bisa diucapkannya dan Gerald kembali merengkuhnya pelan.
"Tidurlah," kata Gerald.
"Jangan tinggalkan aku sendiri," kata Dera.
Hati beku Gerald serasa terlelehkan saat itu juga. Melihat Dera yang terlihat sangat rapuh itu membuat hatinya mencelos sakit, ingin rasanya dia mendekat perempuan itu itu dan menenangkannya, mengatakan bahwa semuanya akan baik baik saja.
Gerald kembali duduk di sebelahnya dan tanpa aba aba dia menggendong perempuan itu di atas kedua tangannya. Dera sudah tidak memiliki tenaga untuk memprotes Gerald yang mengejutkannya.
Dia membawa Dera sampai menuju kamarnya.
"Tidurlah disini, aku akan mengambilkan baju kering untukmu," katanya.
Geradl kembali tidak lama setelahnya. Dera langsung menggantinya di dalam kamar mandi setelah dia membasuh tubuhnya sebentar, tentu setelah berdebat kecil dengan Gerald yang melarangnya karena tidak ingin Dera sampai masuk angin.
Wangi khas Gerald melekat di tubuhnya dan Dera sangat menyukainya. Saat Dera keluar dari kamar mandi, dia mlihat Gerald sudah terduduk diatas ranjangnya menunggu perempuan itu. "Kemarilah," katanya.
Seduduknya Dera di atas ranjang, Gerald langsung merengkuh tubuhnya kembali.
Gerald mencium tangannya lembut lalu menjauh dari Dera. Dia mencium Dera pelan di bibirnya sambil dengan nyaman merasakan kulit halus Dera yang bersentuhan dengan kulitnya.
Jantung Dera berdetak berkali kali lebih cepat, wajahnya memanas malu namun dia tidak menolak. Semuany terasa sangat indah bersama Gerald.
Dan tanpa Dera ketahui, jantung laki laki di hadapannya itu berdetak dua kali lebih cepat dari jantung Dera sendiri.
Dan di dalam kesunyian, dinding es kedua akhirnya luruh pula sepenuhnya.
.
Follow me on instagram
Nnareina
Jangan lupa vote dan komennya. Thank you all!!
Love youuu