Seminggu kemudian...
Mansion besar milik Gerald pada hari ini benar benar berevolusi menjadi sebuah salon raksasa. Salon besar yang didirikan hanya untuk merias seorang perempuan saja. Wangi kosmetik tercium begitu menyengat, wangi parfum bercampur aduk di udara, dan bermacam macam baju berjajar rapi di atas semua sofa, membekaskan nol tempat untuk siapapun duduk di sana.
Gerald menghela nafasya panjang. Dia selalu menginginkan penampilan terbaik bagi Dera setiap kali dia pergi ke acara bersamanya, namun dia tidak menyangka Pak Rye akan melakukan sejauh ini membawa seluruh isi tokonya ke rumah Gerald.
Ini sudah bukan level menyewa make up artist, ini sudah seperti mengundang seluruh isi salon ke dalam rumahnya.
Gerald tidak bisa mengerjakan pekerjaannya yang masih tersisa, wangi parfum menyengat mengganggu konsentrasi. Ditambah lagi...
"Owh tidak tidak, dress itu not even matches her eyeshadow. Terlihat gross, tidak sama sekali blend cyantik dengan heelsnya," ucap Pak Rye mengoceh. Ini adalah alasan utama Gerald tidak bisa mengerjakan pekerjaannya.
Pria gay itu sangat berisik bahkan pada hal minor sekecil apapun. Kepala Gerald berdenyut nyeri mendengarnya.
Laki laki itu terus berceloteh memilih mana baju yang paling cocok untuk tubuh Dera, baju yang merah atau yang oranye. Keduanya memiliki design yang sama, bahkan warna mereka tidak jauh berbeda sehingga tidak ada yang akan bisa membedakannya kalau tidak memperhatikannya dalam dalam. Namun laki laki itu sangat mempersalahkannya.
"Baiklah, yang red sajah!" katanya sopran. Gerald menutup telinganya erat erat. "Hot Red! Cocok sekali! Tidak terlalu mencolok dan dengan make up Nyonya Dera.. OUWHHH Perfect match! Me like them! I love it, cepat cepat nyonyaa, pakai pakai, get it on! Masterpiece on the way!"
Dera tertawa pelan melihatnya dan langsung masuk ke dalam ruang tamu untuk berganti. Walaupun Dera sedikit ktergangu oleh suara keras Pak Rye, tapi dia tidak bisa protes. Karena pada akhirnya, setelah semua kerepotan dan keberisikan yang ditimbulkan, pria itu selalu berhasil menarik keluar seluruh kecantikan Dera yang terpendam di dalamnya.
Gerald menatap sosok perempuan itu dari balik pintu, mulutnya terbuka sedikit, menunjukkan bertapa terkejutnya dia melihat penampilan perempuan itu. Ini adalah penampialn tercantik Dera yang pernah Gerald lihat.
Dera dan Pak Rye tidak menyadari keberadaannya, Gerald bersyukur karena mereka tidak bisa melihat dirinya yang sedang menganggumi penampilan Dera diam diam.
Pak Rye mendekatkan tubuhnya ke arah Dera, meraup kedua sisi wajah Dera dan melihatnya dalam dalam mencari apakah ada kecacatan di seluruh polesan make upnya. Gerald tahu kalau dia adakah seorang homoseksual, namun melihat laki laki itu begitu dekat dengan Dera membuat dada Gerald terasa panas.
"Ehem," deham Gerald. Dera dan Pak Rye dikejutkan oleh suaranya.
"Ah, Pak Gerald, Anda suah datang! Everything is finished! Bagaimana, Pak?? Udah scayntiks belom your beloved wife?" oceh Pak Rye dengan bahasa inggris yang berantakan.
Mata Gerald kembali menatap Dera di balik kaca dan kedua pandangan mereka saling bertemu. Laki laki itu menatap mata Dera dalam dalam, memperhatikan betapa indahnya sosok perempuan di hadapannya. Begitu cantik dibalut oleh gaun panjangnya, terlihat begitu menawan di mata seorang Gerald Heston. Dia tersenyum.
"Kita sudah hampir telat, ayo pergi," katanya sambil berjalan mendekat kepada Dera. "Ye, akan saya transfer uangnya ke rekeningmu. Da seperti biasa, sangat memuaskan, Terimakasih."
Gerald menunduk medekat kepada Dera dan lalu membisik, "Kau sangat cantik malam ini." Semburat rona merah langsung muncul di wajah Dera dan jantungnya berpacu dua kali lebih cepat.
Gerald tekekeh geli melihat perempuan itu menahan senyumnya.
Dia beralih menggenggam tangan Dera lalu mengecupnya pelan di sana. Dijulurkan tangannya melingkari pinggang perempuan itu lalu segera berjalan keluar mansion, siap menghabiskan seluruh malamnya berduaan dengan Dera.
---
Berbagai orang berlalu lalang, saling berteguran, saling berbicara satu dengan yang lain. Mereka memamerkan kemajuan bisnis mereka, mengatakan hal manis dengan hati kecut di dalam masing masing dada mereka, memamerkan kemunafikan setiap dari orang orang itu.
Verio play station hall sudah dipenuhi oleh lautan orang dengan beragam tipe senyuman palsu, ego tinggi, dan derajat tinggi yang harus mereka pamerkan kepada rekan kerja sendiri.
Dera melangkah masuk ke dalam gedung itu bersama Gerald di sebelahnya yang sudah pasti mendapatkan perhatian semua orang sekaligus. What can you expect? He's Gerald Heston. Miliuner terkaya seasia dengan sejuta harta serta gelar lainnya yang selalu sukses membuat orang orang iri akan keberhasilannya.
Penaruh saham terbesar di Verio Play Station, sekaligus salah satu orang terpenting dalam majunya bisnis mainan itu sekarang. Gerald menceritakan ini kepada Dera di mobil dan untuk kesekian kalinya Dera dibuat kagum oleh laki laki itu.
Semua mata langsung tertuju pada kedua pasangan yang baru datang. Senyuman palsu langsung menyambut mereka, menunjukan kebaikan hanya untuk mendapatkan keuntungan besar dari perusahaan raksasa Gerald.
Namun dia tidak sebodoh itu untuk masuk ke dalam skenario mereka.
"Akhirnya kau datang juga, aku sempat khawatir kau tidak sempat mendatangi kami," sambut Agustinus Verio, pemilik perusahaan itu langsung menyambut kedatangan mereka dengaan senyum lebar.
"Selamat atas ulang tahun perusahaanmu yang ke 22," kata Gerald.
"Itu semua berkatmu, ayahmu memberiku inpirasi untuk memulai bisnis dan kau membantuku mewujudkannya," kata Agustinus sambil menjabat tangannya. "Terima kasih, kawan."
Tangan Agustinus beralih ke depan Dera yang langsung dijabat olehnya. "Selamat malam Nyonya Heston, ini kali pertama kita bertemu, bukan? Saya Agustinus Verio, pemilik perusahaan Verio Play station."
Dera mengangguk dengan senyum termanisnya. "Saya Dera Heston," katanya. Dia masih sangat kaku dengan nama belakang barunya. Gerald melingkarkan lengannya di pinggang Dera lalu menariknya mendekat.
"Dimana Istrimu?" tanya Gerald.
"Sinta sedang berbicara dengan tamu lain, dia akan segera datang menemuimu. Oh, aku ingin mengenalkanmu kepada keponakanku, mana anak itu?" Agustinus Verio mencarinya diantara lautan orang yang berkumpul di sana. "Ah disana kau, kemarilah Via"
Suara sepatu hak miliknya berbunyi nyaring menggesek lantai marble aula, sebuah senyum tercetak di paras cantiknya. Semua laki laki mungkin akan jatuh pada pandangan pertama ketika melihat perempuan itu, dia terlihat sangat baik dan tulus.
Tapi Dera tahu sebaliknya.
Via yang dimaksud lelaki itu tidak lain dengan Silvia, perempuan yang mencintai Gerald yang mengancam Dera untuk tidak mendekat kepada Gerald. Bahkan dia hampir membunuhnya di dalam toilet pada acara ulang tahun mertuanya.
Muka Dera langsung berubah pucat.
"Via, ini rekan kerja Om, kenalka-"
"Via sudah kenal, Via dulu satu sekolah dengan Gerald," katanya sambil tersenyum.
"Oh benarkah? Ternyata kalian sudah saling mengenal, ketidaksengajaan yang sangat unik," katanya tersenyum lebar. Silvia membalas tersenyum, menatap ke arah Gerald dan pamannya dengan ramah. Namun saat matanya menatap ke arah Dera, sebuah senyum licik langsung muncul di bibirnya. Oh, tidak.
---
Dera merasa sangat haus berbicara dengan ratusan teman kerja Gerald yang tersebar di seluruh penjuru aula. Dera ingin mengajak Gerald mengambil minum bersama dengannya, namun laki laki itu masih sibuk berbicara dengan teman temannya.
"Kau saja duluan mengambil minum, meja minuman berada di pojok ruangan atau kau bisa minta pada pelayan yang berjalan berlalu lalang membawa nampan minum," bisik Gerald. Dera mengangguk mengiyakannya.
Sebetulnya dia tidak ingin berjalan sendirian di ruangan itu, tidak dengan adanya Silvia di dalam aula itu. Gerald tidak tahu apa yang terjadi pada malam itu di ulang tahun Anandya dan Dera pun tidak bermaksud untuk menceritakannya.
Hatinya tidak bisa tenang, tapi apa yang bisa terjadi hanya berjalan mencari minum?
Minuman di meja sudah habis semua dan Dera terpaksa berjalan mencari pelayan yang berjalan mondar mandir membawa minuman dengan mereka.
Dia menemukan seorang pelayan dan menghampirinya, ingin secepat kilat memuaskan dahaganya dan lalu kembali ke samping Gerald. Namun sepertinya Dewi fortuna sedang tidak memihak kepadanya.
Disanalah dia, berdiri dengan angkuhnya sambil tersenyum mencemooh kepada Dera. Silvia Seldany.
"Kau tampak tidak mendegarkan ancamanku. Tidak akan kubiarkan begitu saja," bisiknya pelan.
Sebelum Dera bisa membalas apapun, Silvia mendorongnya ke arah pelayan itu hingga kepalanya membentur lantai. Kejadian terjadi begitu cepat dan yang Dera tahu setelah itu hanyalah dirinya yang sudah basah kuyup serta suara pecahan gelas yang menyambut indra pendengarannya keras. Oh, tidak!
.
Follow me on instagram
Nnareina
Kalian ada yang punya maag akut ga sih? Kok akhir akhir ini maag aku kambuh sering banget bisa sampai seminggu 3 kali. Repot banget kalau lagi jadwal update, konsentrasi aja susah bangett TT, pengen nangis deh rasanya.
Jangan lua vote dan komen. Thank you so much.
Love you all!!