OBLIVIATE - Baekhyun

By heena_park

278K 53K 4.6K

Aku menjalani tiga tahun belakangan dengan penuh pengorbanan, menahan rasa sakit juga kekecewaan demi Baekhyu... More

●PROLOGUE●
● TRAILER ●
● CAST ●
1 ● Plan
2 ● Party
3 ● Look At Me
4 ● Remember
5 ● Ring
6 ● Conversation
7 ● His New Girlfriend
8 ● Gift
9 ● Offer
10 ● Save Me
#1 Baekhyun Side ● La Vie En Rose
11 ● Honesty
12 ● Vibes
13 ● If You Know
14 ● Afraid
15 ● Safe And Sound
16 ● First Mission #1
17 ● First Mission #2
18 ● First Mission #3
19 ● First Mission #4
20 ● First Mission #5
21 ● Lie
22 ● Confession
23 ● Jealous
24 ● Painkiller
25 ● Lose
#3 Baekhyun Side ● Special?
Q & A
26 ● Alibi
27 ● Change
28 ● Oblivion
29 ● Get It
30 ● Get It #2
31 ● Get It #3
#4 Baekhyun Side ● Precious Moment
32 ● Get It #4
33 ● Hope [END]
● BOOK 2 ●
[B2] Chapter 1 ● Reality
[B2] Chapter 2 ● She's Okay
[B2] Chapter 3 ● déjà vu
[B2] Chapter 4 ● Real or Not?
[B2] Chapter 5 ● Safe And Sound #2
[B2] Chapter 6 ● Start Over
#5 Baekhyun Side ● The Truth
[B2] Chapter 7 ● Closer
[B2] Chapter 8 ● Possibility
[B2] Chapter 9 ● Promise
[B2] Chapter 10 ● Plan #2
[B2] Chapter 11 ● Escape
[B2] Chapter 12 ● Escape #2
[B2] Chapter 13 ● I Want You
#6 Baekhyun Side ● So Long
[B2] Chapter 14 ● Now or Never
[B2] Chapter 15 ● Mother and Father-in-law
[B2] Chapter 16 ● Thank You
[B2] Chapter 17 ● The Joke's On Her [EXPLICIT]
[B2] Chapter 18 ● Agreement
#7 Baekhyun Side ● Soulmate
[B2] Chapter 19 ● Eumenídes
[B2] Chapter 20 ● Shall We Begin?
[B2] Chapter 21 ● Sound of War
[B2] Chapter 22 ● Future

#2 Baekhyun Side ● Close To You

3.8K 851 41
By heena_park

Instagram : heenapark.official

Line@ : @fbo0434t [with @]

.

.

.

Don't forget to leave comment ^^

.

.

.






Sejak minggu lalu, aku selalu berharap agar hari ini segera tiba. Aku berkaca, mencoba menilai apakah gayaku sudah cukup manly dan keren untuk bertemu Mia. Yah, sebenarnya ini bukanlah pertemuan biasa, bisa disebut kencan, atau kami lebih suka menyebutnya 'menjelajahi Lyon' bersama.

Kami sudah berjanji untuk bertemu di depan Museum of Fine Arts of Lyon dan mencoba membuat artikel setelah ke sana. Well, meskipun kami menggunakan alasan pekerjaan untuk bertemu, aku yakin Mia tidak menganggap janji kami sebatas itu. Maksudku, setiap hari kami bahkan saling mengucapkan selamat pagi maupun malam, kami juga selalu mengabari satu sama lain, menceritakan apa saja yang terjadi seharian dan terkadang tertidur tanpa memutuskan panggilan.

Kulihat jam di dinding, tiga puluh menit lagi aku harus sudah di sana, sehingga langsung kuraih kunci mobil dan meluncur ke museum. Rupanya aku datang lebih dulu, Mia mengirimiku pesan jika ia masih di jalan. Oke, bagaimana kalau aku membeli tiket masuk untuk kami daripada membuang-buang waktu?

Tepat setelah membeli tiket, Mia datang. Ia berlari sambil melambaikan tangan. Pakainnya casual, rambutnya diikat ke belakang. Jujur saja, Mia terlihat dewasa dengan gaya seperti ini.

"Apakah aku membuatmu menunggu terlalu lama?" tanya Mia yang tak lupa menunjukkan ekspresi sedih di depanku.

Astaga, dia benar-benar imut jika seperti itu!

Aku menggeleng dan menyodorkan salah satu tiket padanya. "Tidak, aku juga baru sampai dan langsung membeli tiket, kebetulan kau datang setelah aku mendapatkannya."

"Syukurlah, aku takut membuatmu menunggu terlalu lama." Mia mengusap dada dan bernapas lega. Ia mengambil tiket dari tanganku. "Kalau begitu, ayo kita masuk!" ajaknya penuh semangat.

Ia meraih tangan kananku dan menggenggamnya, ia kelihatan senang hari ini. Seriously, aku baru mendapati ada gadis yang senang bukan kepalang saat diajak menjelajahi museum. Ia terus berjalan mendahului tanpa melepaskan tautan tangan kami. Sebelum masuk ke museum, kutahan tangan Mia hingga ia berhenti dan menengok.

"Ada apa?" tanyanya bingung.

Aku menggeleng dua kali, lalu menunjukkan sebuah senyum simpul padanya. "Tidak apa-apa, aku hanya ingin bilang jika kau terlihat cantik dengan gaya seperti itu."

Mia tersipu, terlihat dari pipinya yang memerah. Ia salah tingkah karena ucapanku barusan. "Terima kasih, kau juga tampan dengan kemeja itu," balasnya.

Selama berada di dalam museum, tak jarang Mia mengambil gambar. Ia juga menulis beberapa kalimat di notes-nya. Sementara aku hanya mengamati tanpa bisa mengalihkan pandangan dari Mia.

Ini gila, bahkan melihatnya saja membuatku ketagihan. Aku jadi bimbang sekarang, manakah yang lebih kusukai, kopi americano atau Mia?

"Byun Baekhyun, apa kau akan terus menatapku seperti itu?" tanya Mia terang-terangan.

Kunaikkan kedua pundak bersamaan. "Mungkin."

"Kenapa?"

"Karena menatapmu bisa membuatku bahagia."

Mia tertawa, ia memukul pelan dadaku.

"Kau pikir aku tergoda dengan rayuan murahan itu?"

Kuangkat kedua alisku. "Memang kau tidak tergoda?"

Lagi-lagi Mia memukul dadaku. "Tentu saja aku tergoda. Kau berhasil, Byun Baekhyun hahahahaha."

Mia langsung berbalik dan melanjutkan kegiatannya, hanya saja, sesekali ia melirik ke arahku dan melemparkan senyuman. Astaga, dia terlalu manis, sangat manis, aku bisa terkena diabetes kalau Mia terus melakukan itu.

Setelah puas menelusuri museum, Mia mengajakku pergi ke restoran kesukaannya. Katanya, dia tidak bisa hidup kalau seminggu saja tidak pergi ke restoran itu karena nyawanya tertinggal di sana hahahaha.

"Jadi nyawamu tertinggal di sana?" tanyaku mengikuti alur pembicaraan penuh khayalan kami.

Mia mengangguk dengan penuh percaya diri. "Iya, sejak pertama kali aku menyantap masakan di sana, nyawaku tiba-tiba saja melompat keluar dan tidak mau kuajak pulang. Katanya, dia akan tinggal di sana dan aku hanya diberi nyawa seperti baterai yang bisa habis, makanya seminggu sekali aku harus datang untuk mengisi daya."

"Hahahahaha!" gelak tawaku semakin menggema. "Kalau begitu, mungkin saja nanti nyawaku juga akan tertinggal di sana."

"Itu bisa saja terjadi!"

Aku mendecak, "Tapi... kurasa nyawaku sudah tertinggal di tempat lain."

Mia menatapku penasaran. Aku hanya bisa meliriknya karena sedang menyetir. "Tempat lain? Di mana?"

"Di hatimu. Maka dari itu, seminggu sekali kita harus bertemu untuk mengisi daya hidupku."

"Byun Baekhyun!"

Mia tertawa terbahak-bahak sambil menggeleng-gelengkan kepala. Dia kembali menatap lurus ke depan. "Baiklah. kalau begitu, aku dengan senang hati akan menemuimu seminggu sekali agar daya hidupmu terisi."

Pembicaraan kami masih terus berlanjut. Aku senang bisa membuat Mia tertawa. Jujur saja, berada di samping Mia membuatku merasa nyaman. Dia tidak segan untuk mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya. Dia juga sangat enak diajak bicara. Kurasa hatiku benar-benar dicuri oleh Mia, dan ini gawat, karena kemungkinan aku tidak akan bisa mengambilnya kembali. Mia memiliki penjara yang sangat sulit untuk dibobol, mungkin selamanya hatiku akan terperangkap di sana.

Kami akhirnya sampai di Aromatic, restoran yang menjadi tempat terperangkapnya nyawa Mia. Syukurlah Mia sudah memesan meja, sehingga kami tidak perlu menunggu lama hanya untuk makan siang.

Ia merekomendasikan paket yang ada, lengkap mulai dari menu pembuka sampai penutup. Karyawan di sana juga sangat akrab dengan Mia. Sekarang aku yakin dia benar-benar datang tiap minggu.

Sambil menunggu makanan, aku mulai membuka percakapan, "Mia..."

Ia menengok. "Iya?"

"Kenapa namamu Mia Alexandra Savannah?"

Mia mengerutkan kening, ia berpikir selama beberapa saat sebelum akhirnya berdehem. "Mia artinya adalah milikku, Alexandra berarti penolong, sedangkan Savannah adalah marga ayahku. Jadi, kurasa mereka memberiku nama seperti itu agar aku menjadi penolong bagi mereka."

"Sepertinya namamu juga ikut mempengaruhiku. Aku ikut merasa tertolong olehmu."

Mia terkikik, "Aku bahkan tidak melakukan apapun." Ia menghela napas panjang. "Ayahku adalah orang Prancis yang diadopsi oleh keluarga Savannah dari Spanyol. Kemudian, ayah menikah dengan ibuku, seorang wanita Korea."

Mataku membelalak. "Korea?"

Mia mengangguk. "Iya, ibuku adalah orang Korea, sama sepertimu. Tapi beliau meninggal saat usiaku menginjak sepuluh tahun, dan ayah tidak pernah menikah lagi. Sampai akhirnya di usiaku yang ke-20, ayah menyusul ibu ke surga."

Aku melihat perubahan air mukanya. Mia menundukkan wajah, sepertinya kesedihan masih membekas di hatinya.

"Aku turut berduka akan kehilangan yang kau rasakan."

Kuberanikan diri untuk mengusap punggung Mia. Untunglah ia tidak menolak dan terus membiarkanku melakukannya.

Mia adalah sosok yang dewasa, ia tidak akan menangis tersedu-sedu di depanku, melainkan kembali mengangkat wajah dan melipat kedua lengan di atas meja.

"Bagaimana denganmu?" tanyanya balik.

Aku belum siap menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dalam hidupku. Mungkin sekarang aku harus berbohong. Tidak, bukan berbohong, hanya saja aku perlu membuat ceritaku abu-abu.

"Tidak ada yang spesial. Aku pindah ke Lyon untuk mencari suasana baru dan kebetulan bertemu denganmu."

Mia mendekatkan wajahnya. "Aku tidak percaya dengan kebetulan, aku menganggap kebetulan adalah sebuah takdir. Mungkin saja pertemuan kita sudah di takdirkan."

"Aku setuju." Aku berhenti sebentar. "Lalu, kenapa kita tidak melanjutkan saja takdir yang telah digariskan ini? Maksudku, tidak ada salahnya bagi kita untuk saling mengenal lebih dalam lagi."

Mia nampaknya langsung menangkap inti ucapanku sebenarnya. "Baiklah, kalau begitu mari memulai dari hal paling kecil. Apa yang kau sukai dan tidak kau sukai?"

"Mmm..." Aku menatap kedua mata Mia dan mulai berbicara, "Aku suka warna putih, hitam dan abu abu. Aku suka semua makanan, aku suka Scooby-Doo, aku suka bermain piano, ah! Aku juga suka seseorang bernama Mia, dan dia sedang duduk di hadapanku sekarang."

Lagi-lagi Mia tertawa, aku tidak ingat sudah berapa kali membuat pipinya merona.

"Dan untuk hal yang tidak kusukai... aku tidak suka saat orang meremehkanku. Bagaimana denganmu?"

"Aku suka warna biru, aku suka melakukan perjalanan panjang dan mengunjungi tempat yang indah, aku tidak bisa bermain musik karena tidak ada yang mau mengajariku, padahal aku sangat ingin bermain piano. Jadi, kuharap seseorang yang duduk di depanku dan berkata dia bisa bermain piano akan menawarkan diri untuk mengajariku. Terakhir, aku tidak suka alpukat."

Diberikan kesempatan untuk mengajari Mia bermain piano adalah suatu kehormatan bagiku. Tentu saja aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Dengan senang hati aku akan mengajarimu, setiap hari juga tidak masalah."

Mia menepuk kedua tangannya senang. "Kalau begitu, bagaimana jika kita bertemu 3 kali seminggu? Aku punya piano di flat. Aku akan membayar les piano itu."

Aku bertopang dagu, tampak memperhitungkan tawarannya. Selama beberapa saat, aku terdiam, berlagak sedang berpikir agar dia penasaran.

Lalu, akhirnya aku mengangguk. "Baiklah. Aku akan sangat senang jika kau mau membayar dengan makan malam bersama. Bagaimana?"

Mia menyodorkan tangannya. "Deal!"

Setelah membuat kesepakatan dengannya, makanan kami pun datang. Sambil menikmati hidangan yang sangat enak ini—persis seperti yang Mia bilang—kami mengobrol kecil. Membicarakan mimpi yang belum terwujud, membicarakan musik, membicarakan apapun yang bisa dibicarakan.

Setelah menghabiskan makanan, kuambil gambar Mia yang sedang menatap ke arahku. Gambar yang akan selalu kusimpan, gambar yang kuberi notes di belakangnya sebagai bukti dimulainya hubungan kami.




TO BE CONTINUED


.

.

.

Vēnor



Suka Kai, Chanyeol dan Taeyong?

Jangan lupa baca FF terbaru aku di atas ya :D

Continue Reading

You'll Also Like

477K 36.4K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
101K 10.9K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
451K 45.6K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
189K 9.2K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...