Prince Of Sea [REVISI]

By Lalaterbang

264K 14.3K 643

Tentang kami, makhluk yang hidup di dasar laut. Dan tentang dia, seorang gadis manusia. [ R E V I S I ] Per... More

Prologue
CAST
Halaman 1 : Awal Sekolah
Halaman 2 : Bertemu Gadis Barbie
Halaman 3 : Setetes Kejujuran
Halaman 4 : Kehidupan Baru
Halaman 5 : Neptune
Halaman 7 : Siren Terkutuk
Halaman 8 : Hiduplah Bersamaku!
Halaman 9 : Okta
Halaman 18 : Terlalu Menyakitkan
Halaman 19 : Terlalu Menyakitkan (2)
Halaman 20 : Kekuatan Marcel
Halaman 21 : Belanja Bersama Marcel
Halaman 22 : Janjimu, Janjiku Untukmu
Halaman 23 : Latihan Basket
Halaman 24 : Serpihan Penyesalan
Halaman 25 : Sparing Basket
Halaman 26 : Me and My Imagination
Halaman 27 : Terulangnya Rasa Sakit
Halaman 28 : Aku Menangkapmu
Halaman 29 : Mengejutkan
Halaman 30 : Karma
Halaman 31 : Chiko's Birthday Party
Halaman 32 : Chiko's Brithday Party (2)
Halaman 33 : Dia Menyayangimu
Halaman 34 :Janji Untuk Selamat
Halaman 35 : Perjalananku
Halaman 36 : Sherina
Halaman 37 : Penolakan
Halaman 38 : Belajar Berjalan, Hm?
Halaman 39 : Inilah Alasanku Untuk Menjauhimu
Halaman 40 : He's a CEO?
Halaman 41 : My New Friend
Halaman 42 : Mr. Forn's Family
Halaman 43 : A Mr. Forn Mission
Halaman 44 : Pertemuan
Halaman 45 : Menemukan Dirimu
Halaman 46 : Bellanzi Reina Demelish
Halaman 47 : Hai Nona, Kita Bertemu Kembali
Q/A PART 2
Halaman 48 : Aku (tidak) Baik-Baik Saja
Halaman 50 : Kebahagiaan Dalam Duka
Halaman 51 : Aku Bahagia
Halaman 52 : Jangan Menangis
Halaman 53 : Melewatkan Kesempatan
Epilogue

Halaman 49 : Kejutan

2.8K 168 15
By Lalaterbang

Sebuah kata 'iya' belum tentu mewakili suatu kepercayaan seseorang.

✺✺✺

<Author's POV>

Marcel membersihkan mulutnya yang kotor setelah makan bubur. Tangannya bergetar ketika menggenggam sendok ditambah rasa bubur rumah sakit yang sangat hambar membuatnya tidak nafsu makan.

"Hei, kalian datang?" Sapa Marcel dengan ceria.

Vale dan Sea masuk membawa bucket bunga mawar putih dan beberapa botol air laut dimasukkan dalam botol tupperware agar tidak mencurigakan.

"Kami datang untuk menjenguk," Vale duduk dikursi. "bagaimana kondisimu sekarang, Cel? Sudah baikan?"

"Terimakasih untuk bunga mawarnya, tapi aku lebih menyukai teratai."

Vale terkekeh. Mana ada yang menjual sebucket bunga teratai di toko bunga untuk orang sakit. Ada-ada saja.

Sedangkan Sea yang mengerti maksud Marcel hanya memutar matanya jengah.

"Rencananya, kami akan menghadiri acara peresmian cabang kantor Sea di Bandung, kamu tidak keberatan? Atau kita bisa mengajakmu kalau begitu," Vale menoleh kearah Sea.

"Kurasa itu sulit," sanggah Sea kurang suka.

"Tidak perlu, Vale. Aku masih betah disini. Lagipula bagaimana nasib Tom jika aku pergi meninggalkannya?" Marcel pun tertawa.

Vale ikut tersenyum. "Benar juga. Omong-omong dimana si Tom? Dari tadi aku tidak melihatnya."

"Dia pulang mengambil baju ganti. Nanti juga kembali lagi," balas Marcel, Vale hanya ber'oh'ria. "Hei, bung. Memar di wajahmu sudah hilang?"

Sea menggedikan bahu. "Lumayanlah."

"Tolong jaga Vale-ku disana. Aku takut ada orang yang mengiranya barbie hidup."

"Tanpa kau suruh pun aku pasti akan melakukannya."

"Cih, aku masih meragukanmu, tau!"

"Apa perlu kubuktikan?"

"Harus. Buktikan bahwa Vale baik-baik saja setelah dari Bandung, kau mengerti?!"

"Baiklah," Sea menghela nafas. Memang berdebat dengan Marcel agak menyulitkan dirinya. Lebih baik dirinya mengalah 'kan?

"Sea, coba kemarikan tanganmu," Sea memberikan tangan kanannya kepada Marcel dan juga mengangkat tangan kanan Vale.

Kedua tangan itu ia satukan dalam genggamannya. "Umurku tidak banyak. Kuharap, kalian mengerti untuk saling menyayangi dan menjaga. Karena ketakutan terbesarku adalah Vale tidak dapat merelakan kepergianku."

Vale menitikkan airmata sedangkan Sea tersenyum kecut menanggapi ucapan Marcel yang semata-mata menyiratkan jika umurnya tidak banyak lagi.

Tawa Marcel langsung meledak. "Hahaha, aku bercanda! Ayolah, jangan diambil hati."

"Ah, kau ini!" Vale memukul-mukul pelan tangan Marcel saking kesalnya.

Sea tersenyum kecut. Ia tau sebenarnya Marcel berkata jujur dari hati, bukan semata-mata hanya gurauan saja. Tapi mengapa Marcel tetap kekeuh menyembunyikan penyakitnya dari Vale?

"Oke, sekarang serius. Intinya, aku ingin Sea menjaga Vale dan Vale tetap tersenyum. Itu wasiat dariku."

"Marcel, bukan penyakit yang membatasi hidup. Semuanya telah diatur yang diatas," Balas Vale.

Marcel terkekeh. "Maksud kamu tukang genteng?"

Vale berdecak. "Ih, tidak lucu tau." Mereka berdua tertawa bersama-sama.

"Yasudah, kalian pulanglah. Aku ingin istirahat terlebih dahulu," usir Marcel.

"Jadi kamu mengusir kami secara halus ya?"

"Iya. Lagian aku harus menjaga stamina kalau bertemu Tom. Kamu tau kan kalau aku dan Tom bertemu akan seperti apa?"

Vale terkekeh. "Betul juga. Marcel, disudut mulutmu ada bekas darah kering? Kamu baik-baik saja?"

Mata Marcel terbelalak. Ia langsung membersihkan bekas darah disudut mulutnya menggunakan jari. "Ah, tidak kok. Tadi ada nyamuk menggigitku, terus aku tepuk deh," jelas Marcel sembari tertawa.

"Ohh, begitu. Baiklah, kami pulang dulu. Oh iya, Marcel mau minta oleh-oleh apa? Nanti aku belikan!"

"Aku ingin 3 bucket bunga yang paling indah, dibingkai warna hitam."

"Serius? Yasudah nanti kami belikan, benar kan Sea?" Sea mengangguk mantap.

Lalu Vale dan Sea keluar dari ruangan setelah berpamitan pulang. Marcel yang melihat keadaan sudah aman langsung memuntahkan darah yang sedari tadi ia tahan.

"Huekk!" Darah berceceran dimana-mana. Untung saja dirinya telah menyiapkan banyak tisu lalu membuangnya dibawah brankas.

"Astaga, dasar peluru sialan!" gerutu Marcel kesal.

Pasalnya, peluru yang menyerampet jantungnya memang telah diambil. Tapi siapa sangka jika jantungnya -yang telah di kateterisasi*- akan bocor kapan saja.

"Tinggal menunggu waktu ya? Aku tidak sabar menantikan hari itu."

✺✺✺

"Tante, bukannya Vale ingin berbohong tapi Vale baru mendapatkan tubuh Siren ini setalah tiba di Indonesia. Dan Vale amat terkejut melihatnya," Jelasnya pada sang Tante yang hanya mengangguk.

"Kenapa kamu baru bilang sekarang? Mungkin Tante bisa bantu walaupun hal ini kedengarannya aneh."

"Maaf Tan. Vale merasa takut kalau Tante benar-benar akan marah lalu membenci Vale jika mengetahui rahasia ini."

Helen menggeleng mendengar tuturan dari keponakannya. "Dengar sayang. Tante tidak akan marah sama kamu, karena Tante tau kamu gadis yang baik. Nanti kalau kamu ada masalah, telepon Tante. Jangan dirahasiakan sendiri, mengerti?"

"Baiklah, Tante," Vale mendekatkan tubuhnya untuk memeluk tante.

Pelukan mereka terlepas ketika suara ponsel Helen menyala. "Pamanmu ada didepan, kamu ingin menyapanya?"

"Tentu saja, Tan! Apa Giny juga ikut kemari?"

"Pasti dong. Mana mungkin Tante meninggalkan Giny sendirian di Paris? Itu kejam namanya," Helen menoleh ke kanan dan ke kiri. "Kemana kekasihmu, Vale?"

"Sea sedang membayar pesanan dikasir. Itu dia."

Sea tersenyum lalu menghampiri kedua wanita yang telah menunggu seraya membawa beberapa kantung makanan yang sempat ia pesan sebelum pulang.

"Maaf jika lama menunggu, tadi saya sempat memesan beberapa makanan lagi. Ini untuk Tante dan ini untuk Vale."

Helen menerimanya dengan senang hati. Dengar-dengar di restoran ini menyajikan makanan mewah bertarif fantastis. Tidak disangka bahwa kekasih Vale rela mengocek biaya mahal untuk sekedar makan malam saja.

"Tante! Kok malah melamun? Ayo, katanya ingin mempertemukan Vale dengan Giny?" Sunggut Vale kesal.

"Tumben kamu manggil dengan sebutan 'Tante'? Biasanya selalu memanggil dengan sebutan 'Aunt'."

"Tante, inikan di Indonesia jadi aku harus memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Lagipula aku 'kan sudah besar," Ucap Vale dengan nada lembut.

Wanita paruh baya itu terkekeh lantas menggandeng keponakan tercintanya keluar dari restoran. Sea yang mengekor dibelakang hanya mampu tersenyum samar.

Sebelah tangannya melambai-lambai di udara. Senyuman hangat menyambut kedatangan dua orang terpenting dalam hidupnya. Seorang pria paruh baya berdarah barat sedang menggendong seorang anak perempuan.

Helen mendekat, memeluk tubuh kecil putrinya. "Giny! My Princess!"

"Mommy, I miss you!" Seorang gadis kecil berperawakan tinggi memeluk sang ibu dengan bahagia lalu menoleh kesamping. "Valleria?!"

Vale membungkuk seraya mengelus puncak kepala keponakannya dengan sayang. Sudah lama ia tidak berjumpa dengan keponakan imut yang satu ini.

"Hai, Georginy. Apa kabarmu?" Tanya Vale dalam bahasa Indonesia.

Giny langsung menoleh kearah Helen dan mengangkat dagu seperti meminta jawaban, 'artinya apa?'

Helen yang melihat tingkah anaknya hanya tertawa. Giny memang dapat berbahasa Indonesia namun tidak terlalu fasih saat berbicara.

"Kamu ingat apa yang telah Mommy ajarkan?" Ucap Helen dalam bahasa Inggris, Giny balas mengangguk.

"Ba... baik," Jawab Giny dengan terbata. Tangannya saling bertaut karena takut salah bicara.

"Astaga, kamu menggemaskan!" Vale segera mencubit kedua pipi ponakannya hingga Giny mengaduh kesakitan.

Melihat tingkah Vale yang sangat menyukai anak kecil, pikiran Sea melayang-layang membayangkan jika dirinya dengan Vale mempunyai anak.

Kamu tidak perlu memuji anak orang lain, kita bisa membuatnya sendiri. Bahkan jauh lebih bagus dan banyak! Saat inilah senyum miringnya mengembang.

"Sea?!" Lamunan Sea buyar ketika Vale mengguncang tubuhnya.

Sea yang tersadar langsung menerima jabatan tangan dari Paman Vale. Pria paruh baya itu sedikit mengeratkan jabatan tangannya.

"Saya Felix Baumgartner, suami dari Helen dan Paman dari Vale."

Sea tersenyum kecil. "Sea Arnoldish, kekasih Vale."

Felix menggendong sang anak serta menggandeng tangan istrinya, senyuman tidak pernah pudar dari pria yang hampir berkepala tiga itu.

"Baiklah Vale, Tante mau pulang dulu sekalian mau berlibur. Kalian mau ikut? Kebetulan kursi pesawat masih banyak yang kosong," seru Helen sembari terkekeh.

Vale menggeleng perlahan seraya mengibaskan tangannya kedepan. "Tidak perlu Tan, besok pagi aku akan ikut Sea ke Bandung untuk menghadiri peresmian cabang kantornya. Oh, apa Tante ingin ikut bersama kami?"

"Hush, Tante yang ngajak pergi, eh kalian juga ngajak pergi. Yang benar yang mana?" Ucap Helen sembari tertawa kecil.

"Begini saja. Saya sekeluarga akan tetap berlibur dan Vale boleh ikut kekasihmu pergi. Hei, anak muda! Jaga Vale baik-baik disana, jangan sampai lecet, ingat!" Seru Felix serius, diangguki Sea.

"Pasti Om, saya pasti menjaganya dengan senang hati," sahut Sea mantap.

Dengan seulas senyum kecil Helen menggenggam tangan Vale. Airmata menetes pada sudut matanya membuat Vale terheran-heran.

"Tante baik-baik saja?"

Helen terkekeh seraya menyeka airmata yang hendak menetes lagi. "Abaikan saja, Tante hanya kelilipan. Baiklah kalau begitu Tante pamit dulu ya, jaga diri baik-baik. Sea, Tante titip Vale ke kamu. Awas jangan dirusak!"

"Tentu saja, Tante!"

"Kebetulan Giny sudah tertidur dan sudah larut malam, langsung pulang ke rumah, ingat! Om pamit juga."

Mereka berempat berpelukan sebelum Felix dan Helen memasuki mobil lantas pergi menjauh meninggalkan Sea dan Vale dijalan.

"Kita pulang sekarang?"

"Tentu saja, sayang."

✺✺✺

Keesokan harinya mereka berdua tengah sibuk membereskan koper dan berkas-berkas yang harus dibawa. Pagi-pagi sekali mereka langsung mengemas dan mempersiapkan diri.

Karena sekarang Mr. Forn telah ditangkap polisi, secara hukum Vale-lah yang berhak menerima kantor bekas milik almarhum ayahnya. Awalnya ia bingung karena tidak mengerti masalah bisnis, akhirnya langsung diserahkan kepada Sea.

Sea juga memutuskan untuk menggabungkan kantornya dan kantor Vale menjadi satu. Ia juga berkeinginan untuk menjadikan kantornya sebagai hadiah khusus untuk Marcel. Dan Sea telah merundingkan ini sebelumnya dengan Vale.

"Sea! Sedari tadi kau tidak mendengarkanku?" sentak Vale membuat lamunannya buyar.

"Ah, iya, kamu bicara apa tadi?"

Vale mencebik bibir. "Sudah kuduga. Kau mabuk udara?"

"Mungkin. Aku sedikit mual."

"Ah, aku tau! Bagaimana jika kita bermain game?" Ucap Vale bersangat sambil tepuk tangan.

"Game tebak cepat? Hukumannya bagi yang kalah harus mencium yang menang, setuju?" Sea menyeringai menatap Vale yang terlihat bingung.

"Cuma tebak-tebakan? Itu sih mudah seperti kacang, aku juga bisa," ucap Vale meremehkan. "Aku yang mulai setelahnya kamu, setuju?"

Sea mengangguk, menyembunyikan senyuman geli untuk Vale. Dirinya telah yakin seratus persen pasti akan menang, lagipula kalau memang kalah hukumannya tidak pula merugikan malah menguntungkan.

Vale berdehem sebelum melancarkan pertanyaannya. "Daun warna?"

"Hijau."

"Sapi makan?"

"Rumput."

"Rumput warna?"

"Hijau."

"Katak makan?"

"Serangga," Sea bertepuk tangan untuk dirinya sendiri. Senyuman kemenangan terlihat ketika wajah Vale tertekuk sebal. "Sekarang giliran aku."

"Merk mobil termurah?"

"Ayla!"

"Bahasa Inggrisnya pemandangan?"

"View!"

"Kalau digabung?"

"Aylaview!!!" Jerit Vale membuat Sea tertawa kencang.

"I love you too! Dan jawabanmu salah, cepat berikan hukumanmu," ucap Sea tak sabaran.

Vale mencebik bibir. "Ck, apa bedanya? Sea curang! Kamu memberikan pertanyaan sulit untukku."

"Ayolah..." Sea memejamkan matanya serta menyunggingkan senyuman manis seolah mengerti apa yang diminta, Vale mencium sekilas bibir Sea.

"What the..." Wajah cemberut Sea membuat Vale terkikik geli.

"Kamu bahkan terlihat begitu im... mhhpp!"

Mata Vale terbelalak sempurna ketika mulutnya telah terbungkam oleh bibir Sea. Kedua tangannya ia mencoba melepaskan pelukan erat Sea dengan memukul-mukul dada bidangnya.

Seolah tidak mempan, Sea lebih mendorong kepala Vale untuk memperdalam ciumannya. Sea sengaja menggigit bibir bawah Vale agar lebih membuka mulutnya lalu mengabsen setiap bagian mulutnya.

Cup.

Senyuman kecil mengembang diwajahnya, nafasnya tersengal-sengal akibat terlalu lama berciuman. "Itu baru namanya berciuman. Lain kali aku akan mengajari caranya padamu."

Pipi Vale merona semerah tomat. Menurutnya ucapan Sea terlalu vulgar jika terdengar. Tangannya menarik kemeja Sea, menutupi wajahnya di dada bidang milik Sea.

"Kamu tidak sopan, aku malu," ucap Vale berbisik.

Sea membalasnya dengan memeluk tubuh Vale, mencium harumnya rambut perak Vale seraya tersenyum seakan masalahnya hilang dalam sekejap.

"Baiklah, nanti aku akan melakukannya dengan sopan atas seizinmu. Maaf, tadi tingkahmu yang menggemaskan membuatku tak sabaran. Jadi, bolehkah kuulangi yang lebih sopan?"

"Tapi bagaimana jika Pilot dan Pramugari melihat kita?" Sanggah Vale buru-buru.

"Persetan dengan mereka! Kalau perlu aku akan membeli pesawat ini beserta perusahaannya hanya untukmu, sayang," Sea sudah mengancang-ancang untuk melakukannya lagi karena Vale setuju.

Tapi gerakan Sea berhenti ketika suara pramugari pada speaker menggema memenuhi badan pesawat. "Tuan dan Nyonya harap bersiap-siap, setelah ini pesawat akan mendarat di Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara."

Dalam hati Sea menyumpah serapah siapapun yang telah mengganggu waktunya. Ia mendecak sebal, "Dasar pesawat sialan!"

Vale tertawa melihat Sea yang memukul-mukul badan pesawat seakan melampiaskan kemarahannya pada badan pesawat itu, memangnya berpengaruh?

"Aduh, hentikan ulahmu Sea, perutku jadi sakit," ucap Vale sambil tertawa memegangi perutnya.

"Kamu malah menertawakan aku ketika aku sedang kesal? Huh," balas Sea malas.

"Kau marah? Ayolah, kita bisa melakukannya lain waktu," hibur Vale.

Sea yang membuang wajah kini menoleh karena tertarik. "Benarkah? Janji?"

"Baiklah," Vale menyenderkan kepalanya dilengan Sea berharap kekesalan pada pria itu menghilang.

Sea menghela nafas, senyumnya tidak pernah hilang setelah melihat jam ditangan kirinya. Dengkuran halus terdengar menandakan bahwa Vale tengah tertidur dilengannya.

Mata Sea ikut terpejam bersamaan dengan sebuah pesan masuk. "Sebentar lagi, tunggulah sebentar lagi sayang, dan kamu akan benar-benar terkejut."

Mobil sedan hitam berhenti disebuah perumahan besar dengan interiornya yang menarik. Sekilas nampak seperti sebuah labu dan teko, menggambarkan dunia dongeng yang begitu kental.


Vale saja sudah berkali-kali bergumam kagum menatap bangunan didepannya. Sedangkan Sea tetap mempertahankan imagenya yang stay cool, berbanding jauh dengan Vale.

"Selamat datang, Pangeran. Sungguh kehormatan besar bagi saya karena Pangeran berkenan mengunjungi dirumahnya yang amat sempurna ini," tutur pria paruh baya dengan kumis tebalnya seraya menunduk sopan.

"Tidak perlu seperti itu, Paman. Kami datang kemari untuk menginap, lagipula aku bukanlah Pangeran di daratan. Dan perkenalkan ini Vale Lukyanova, kekasihku dan calon Ratu di Kerajaan Laut kelak."

Pria paruh baya itu membungkukkan badannya kembali membuat Vale tak enak hati melihatnya. "Salam hamba kepada Tuan Putri. Saya Coast, mantan Pengawal Neptune. Suatu kehormatan bagi saya dapat melihat anda."

"Ah, Paman tidak perlu bersikap seperti itu, anggap saja aku sebagai anakmu dan panggil saja Vale, Paman Coast. Bukan begitu Sea?"

Coast menoleh kearah Sea seakan bertanya, 'Bolehkah saya memanggil langsung namanya tanpa embel-embel Tuan Putri?'

Sea yang mengetahuinya hanya dapat tersenyum. "Tak apa, Paman. Panggil saja nama depan kami berdua, Paman juga telah kuanggap sebagai Ayah keduaku."

"Terimakasih, Sea. Mari masuk, sungguh tidak sopan bila kita mengobrol diluar. Lebih baik kalian beristirahat dahulu, Paman akan menyiapkan makan siang nanti."

"Terimakasih banyak, Paman. Maaf jika kami merepotkanmu," ucap Vale lirih.

"Paman malahan senang menjamu tamu istimewa ini. Sudah kalian beristirahatlah, wajah kalian terlihat lelah," tegur Coast pada dua sejoli dihadapannya.

Mereka berdua mengangguk patuh lantas beranjak menuju lantai dua dimana terdapat kamar yang telah disiapkan oleh Coast memang khusus karena luas kamar sama dengan luas kamarnya.

Mereka telah sampai dikamar yang dituju tiba-tiba Sea menghentikan langkahnya dekat pintu, wajahnya terlihat gelisah. "Uhm, sayang. Sebenarnya aku ingin mengajakmu ke Laut untuk bertemu Ayahku lagi, kamu mau 'kan?"

"Pasti dong. Kapan kita akan kesana? Aku sangat rindu dengan kekuatanku, sudah lama aku tidak menggunakannya kembali."

"Rencananya setelah makan siang. Aku punya kejutan untukmu nanti," ucap Sea misterius.

Kedua pipi Vale merona merah, ia merasa penasaran sekaligus malu. Pikirannya kini melayang-layang, kira-kira kejutan apa yang akan diberikan Sea untuknya?

✺✺✺

Mereka berdua berjalan didampingi oleh Coast didepan mereka. Setelah makan mereka boleh melihat-lihat arsitektur bangunan megah rumah Coast, tentu saja bagi Coast pribadi dirinya sangat bangga memperlihatkan rumahnya di daratan oleh sepasang calon Raja dan Ratunya kelak.

"Ah, rumput laut buatan mu sangat enak, Paman. Apakah Paman masih menggunakan resep lama?" Tanya Vale penasaran.

"Betul, itu hasil resep nenek moyang tanpa ditambah bahan lagi, masih original," jelas Coast diangguki keduanya.

"Wow, keren sekali. Disisi kolam ini terdapat batu pantai yang terlihat asli, pohon kelapa yang menjulang, dan warna airnya pun seperti lautan asli. Benar-benar hebat!" Puji Vale dengan mata berbinar.

"Paman Coast memiliki imajinasi yang tinggi walaupun ia pandai bermain pedang. Sebenarnya tidak seimbang antara wajah garang dan jiwa seninya menjadi satu," Sea menambahkan.

Coast terkekeh lalu beranjak menuju batu pantai dipinggir kolam renang lantas menekan kerang kecil disampingnya hingga membuka sebuah terowongan ditengah kolam.

Vale terkejut, langkahnya mundur kebelakang perlahan. "A... apa itu?"

"Silahkan, Pangeran dan Putri. Ini adalah jalan pintas menuju laut, saya sengaja membuatnya jika ada keperluan di lautan. Masalah barang-barang kalian tidak perlu khawatir, saya akan menjaganya disini," tutur Coast ramah.

Tanpa pikir panjang Sea menceburkan diri kedalam kolam setelah melepas bajunya sedangkan Vale tengah memeluk Coast tanda terimakasih.

"Kami pamit dulu, Paman Coast."

"Hati-hati, tolong sampaikan salamku pada Neptune," Coast lalu berbalik pergi meninggalkan pasangan itu pergi.

Vale mengangguk, membuka baju panjangnyanya yang hanya menyisakan bra dan hotpants kemudian memasuki kolam secara perlahan, menghampiri Sea lalu berenang melewati terowongan besar itu.

"Ah, aku jadi rindu Neptune, Fanya, dan Trappe. Bagaimana ya kabar mereka disana?"

Sea menghampiri Vale yang jaraknya tidak terlalu jauh, "Kamu tidak rindu padaku?"

"Untuk apa aku merindukanmu? Kita 'kan sering bertemu, satu rumah, dan satu ranjang. Lagipula aku merindukan mereka agar bisa bermain denganku lagi."

"Kalau begitu, kenapa kita tidak melakukan 'itu'? Padahal aku telah menunggu agar kamu bersedia melakukannya denganku, hahaha!" ujar Sea yang terdengar garing.

Vale merenggut kesal, padahal tidak lucu tapi Sea malah tertawa seraya memegang perutnya. "Aku akan melakukannya, tapi..."

Mendadak Sea berhenti tertawa dan menatap serius wajah Vale penasaran. "Tapi apa?"

"Tapi setelah kita menikah! Hahaha," Vale terkekeh pelan, meninggalkan Sea yang mematung ditempatnya dengan senyuman lebarnya yang mulai luntur.

"Sayang, tunggu aku!!!" teriak Sea kesal.

Sebelah tangannya melambai ke samping, mengayunkan air tenang dengan gerakan indahnya. Mulanya Vale tersenyum bahagia namun kebahagiaannya hilang ketika gelembung udara milik Sea mendorong tubuhnya.

Vale sedikit menjerit karena kaget membuat Sea tertawa terbahak-bahak diatas gelombangnya. Mungkin balas dendam untuk kekasihnya ternyata menarik juga.

"Sea, aku bisa jantungan gara-gara kamu, tau!"

"Tidak mungkin, kamu akan jantungan bila melihat wajah tampanku," balas Sea penuh percaya diri, Vale memutar matanya jengah. "ayo gelembungku, kita menuju Kerajaan Laut dengan kecepatan penuh!"

"Sea, tidaaakkk!!!"

✺✺✺

Vale mengelus dadanya lega. Gelembung udara milik Sea telah berhenti tepat didepan gerbang Kerajaan Laut. Tidak seperti biasanya, Kerajaan Laut tampak sepi tidak berpenghuni. Dimana gelombang cahaya yang biasanya menyala terang di setiap sisi Kerajaan?

Sea pun menghilang bersamaan dengan berhentinya gelembung udara. Dengan nafas tersengal-sengal, Vale masuk kedalam Kerajaan setelah membuka gerbangnya perlahan.

"Permisi, apa disini ada Siren?" teriakan Vale menggaruk ke segala penjuru.

Kepakan ekor Vale semakin menuntunnya kedalam Kerajaan, semakin gelap bahkan tidak nampak sama sekali. Pikirnya melayang, jika para Siren tidak ada apakah Octallypus telah terbebas dan berkeluyuran disekitar Kerajaan?

Mutiara kembali menetes dari ujung matanya, tangannya gemetar ketakutan. Saking gelapnya ia tidak tahu pintu keluar. Jangan-jangan Sea tertinggal karena gelembung udaranya terlalu cepat dan kini Sea tengah mencari dirinya?

"Tolong... Tolong!" Jerit Vale ketakutan.

Mutiara telah menumpuk dibawah kakinya. Ia baru mengingat sesuatu yang mengejutkan, tidak heran jika Kerajaan Laut sangat gelap karena lokasinya berada didasar laut. Sial, dirinya terjebak.

"Tolong..." Matanya tertutup dengan kedua tangannya, ekornya tertekuk tidak kuat untuk mendayung lagi. "Sea, tolong aku..."

"Iya, aku akan menolongmu. Ayo, bangun."

Vale membuka tangan yang menutupi wajahnya. Menggulum senyum senang, Vale langsung memeluk tubuh Sea dengan erat. "Hiks, aku takut! Jangan tinggalkan aku sendiri!"

Sea senyum-senyum sendiri sambil membalas pelukan erat Vale. "Tidak mau dilepas?"

Vale menggeleng. "Tidak! Aku tidak akan melepasnya!"

"Uhm, kamu yakin?"

Setelah Vale mendongak ternyata gelembung cahaya telah menyala di setiap sudut ruangan. Diruangan itu telah terkumpul banyak Siren yang cemburu melihat keromantisan mereka berdua.

"Sea, lepas! Lepas Sea, aku malu tau!" bisik Vale, mencoba melepas pelukan Sea namun sulit.

"Katanya kamu tidak akan melepas pelukannya, aku juga begitu," jawab Sea santai.

"Aku bilang, lepas!" Vale sedikit mendorong tubuh Sea namun dapat menjatuhkan tubuh Sea hingga tersungkur ke lantai diantara mutiara-mutiara itu.

Para Siren lainnya hanya menonton sepasang kekasih itu dengan seksama termasuk Neptune yang masih berdiri setia dengan wajah garangnya.

Dengan mata terbelalak Vale memangku kepala Sea dipangkuannya. "Oh, tidak. Sea maafkan aku! Hei, kalian tolong bantu aku! Sea, bangunlah... Kumohon..."

Lagi-lagi tangannya gemetar sedangkan matanya menatap lirih para Siren yang hanya sesekali mengepak ekornya. Apakah mereka semua membenci Vale karena telah pergi tanpa pamit terlebih dahulu?

"Aku akan memaafkanmu jika kamu mau menerima cincin dariku," Sea menadahkan tangan berisi cincin emas dibalut kerang dengan bintik cerah lalu bersimpuh dihadapan Vale.

"Tidak, bukan hanya itu namun juga menerimaku menjadi pendampingmu, teman hidupmu, keluarga bagimu, pemimpin keluarga kita, Ayah dari anak-anakmu, dan pendamping Raja Laut kelak. Maukah kamu menerima cincin ini sebagai bukti besarnya cinta yang kutorehkan untukmu, wahai pasangan hidupku?"

Mendadak jantungnya berdegup kencang seakan ingin keluar saking cepatnya. Mungkin jika kejadian ini berlangsung didaratan, Sea pasti tengah berkeringat dingin.

Hati telah menetapkan dengan pendirian teguh, Sea berkata lantang, "Vale Lukyanova, will you marry me?"

✺✺✺

1 permintaan dariku, "Maukah kalian memaafkan aku? Maaf telah membuat kalian kecewa dan menunggu lama."

Aku merasa sangat menyesal... T_T

Continue Reading

You'll Also Like

892K 74.4K 34
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ___...
309K 21.5K 34
"Kau bersembunyi , aku akan mencarimu. Kau tersesat , aku akan menemukanmu. Kau pergi , aku akan menunggumu kembali. Saat mereka mencoba mengambil mu...
2.4M 129K 24
The Msyterious Man In the Well Fantasy Story Wattpad by Andearr [ TERSEDIA DALAM BENTUK EBOOK DI GOOGLE PLAYSTORE ETERNITY PUBLISHING • VERSI CETAK C...
211K 12.3K 27
Mustahil untuk percaya. Dirinya pun tak mempercayainya. Namun, itu terjadi di depan matanya. Seorang malaikat yang jatuh ke bumi. Hei, kau bergurau s...