Prince Of Sea [REVISI]

By Lalaterbang

264K 14.3K 643

Tentang kami, makhluk yang hidup di dasar laut. Dan tentang dia, seorang gadis manusia. [ R E V I S I ] Per... More

Prologue
CAST
Halaman 1 : Awal Sekolah
Halaman 2 : Bertemu Gadis Barbie
Halaman 3 : Setetes Kejujuran
Halaman 4 : Kehidupan Baru
Halaman 5 : Neptune
Halaman 7 : Siren Terkutuk
Halaman 8 : Hiduplah Bersamaku!
Halaman 18 : Terlalu Menyakitkan
Halaman 19 : Terlalu Menyakitkan (2)
Halaman 20 : Kekuatan Marcel
Halaman 21 : Belanja Bersama Marcel
Halaman 22 : Janjimu, Janjiku Untukmu
Halaman 23 : Latihan Basket
Halaman 24 : Serpihan Penyesalan
Halaman 25 : Sparing Basket
Halaman 26 : Me and My Imagination
Halaman 27 : Terulangnya Rasa Sakit
Halaman 28 : Aku Menangkapmu
Halaman 29 : Mengejutkan
Halaman 30 : Karma
Halaman 31 : Chiko's Birthday Party
Halaman 32 : Chiko's Brithday Party (2)
Halaman 33 : Dia Menyayangimu
Halaman 34 :Janji Untuk Selamat
Halaman 35 : Perjalananku
Halaman 36 : Sherina
Halaman 37 : Penolakan
Halaman 38 : Belajar Berjalan, Hm?
Halaman 39 : Inilah Alasanku Untuk Menjauhimu
Halaman 40 : He's a CEO?
Halaman 41 : My New Friend
Halaman 42 : Mr. Forn's Family
Halaman 43 : A Mr. Forn Mission
Halaman 44 : Pertemuan
Halaman 45 : Menemukan Dirimu
Halaman 46 : Bellanzi Reina Demelish
Halaman 47 : Hai Nona, Kita Bertemu Kembali
Q/A PART 2
Halaman 48 : Aku (tidak) Baik-Baik Saja
Halaman 49 : Kejutan
Halaman 50 : Kebahagiaan Dalam Duka
Halaman 51 : Aku Bahagia
Halaman 52 : Jangan Menangis
Halaman 53 : Melewatkan Kesempatan
Epilogue

Halaman 9 : Okta

6K 364 30
By Lalaterbang

Picture : Okta

✺✺✺

Seandainya kamu tau, aku mencintaimu tanpa karena. Bahkan bila kau bukan milikku, apakah aku perduli?

✺✺✺

<Author's POV>

Sea merentangkan tangan, bersiap melatih tubuhnya yang sudah lama kamu terbaring. Diambiknya sebuah pedang bercorak emas yang tersangkut rapih di dinding.

"Mau kemana?"

Sea berbalik setelah memeriksa pedangnya aman. Sebelah tangannya menepuk kepala Vale dengan lembut.

"Aku akan berlatih pedang. Kamu bisa berkeliling di istana, aku akan memanggil beberapa pelayan untuk menemanimu."

"Baiklah. Jangan sampai terluka, ingat?"

"Siap, Ratu!"

Sea terkekeh lalu hilang dibalik pintu. Tangannya menjentik kemudian datang seorang pelayan.

"Aku akan berlatih pedang. Beritau Panglima, aku butuh lawan yang kuat. "

"Laksanakan, Pangeran."

✺✺✺

Tok, tok, tok.

Vale menoleh, mendapati Raja Neptune yang tengah menatapnya dengan senyum.

"Apa kabar anakku?"

Vale langsung berdiri kemudian membungkuk.

"Raja Neptune, silahkan."

"Sudahlah, jangan bersikap formal padaku. Kau juga anakku." Sang Raja tersenyum dengan senyuman yang tak pernah pudar dari wajahnya.

Vale mengangguk ragu kemudian duduk ditepi kerang milik Sea.

"Maaf Raja ada keperluan apa?"

"Aku hanya ingin melihat menantuku."

Vale memekik kaget. "Me-menantu?"

"Kenapa kaget? Sea belum bercerita padamu?" Vale hanya membalas dengan gelengan kepala.

"Sudah lupakan saja, apa kau ingin mendengar sebuah kisah tentang Sea?"

"Dengan senang hati, Neptune."

"Kau tau Octallypus bukan? Kau tau, bahwa sebenarnya nama Octallypus adalah nama seekor gurita."

"Dulu, saat Sea masih remaja, ia mengalami lumpuh pada ekornya. Akibatnya ia merasakan kesepian dan terpuruk. Kemudian seekor gurita perempuan, maksudku perempuan bertentakel yang bernama Okta datang mencoba berteman dengan Sea. Dia adalah Ratu gurita.

Sea menyukai Okta dalam diam, tak mampu berkata atau berbuat. Jangankan berbicara, untuk bertatapan saja Sea malu sekali. Sebagai orangtua, aku merasa dua hal. Disisi satu, aku merasa bahagia, tapi disisi lain aku merasa sedih.

Bahagia, karena anakku dapat menyukai seorang gadis dan penyemangat hidupnya. Sedih, karena bukan Okta yang menjadi takdir hidup Sea. Percuma saja, jika mereka bersama tanpa ikatan takdir dan persetujuan kami.

Takdir memilihmu, Vale. Takdir untuk menjadi pendamping hidup Sea. Saat kau tau, bahwa setelah hujan pasti ada pelangi. Disaat itulah kau tau dimana sebuah keterpurukan berubah menjadi kebahagiaan."

"Lalu, apa yang terjadi kepada Okta?"

Raja Neptune memijat pelipisnya, "Ah, aku lupa, maklum faktor umur. Kebersamaan Sea dan Okta tidak berlangsung lama. Okta, Sang Ratu gurita tertangkap oleh jaring manusia atau manusia menyebutnya dengan ne-nel--"

"Nelayan?"

"Ya, nelayan. Siren terdahulu bilang, kalau seorang siren, ikan, atau makhluk air sampai masuk kedalam jaring manusia, orang tersebut tidak akan pernah ditemukan kembali. Nelayan itu menangkap Okta dengan jaring mereka. Sea yang mengetahui hal tersebut menjadi sedih, tapi ia tidak menangis. Justru ia menangis dalam diam, menyulutkan kemarahannya didalam diam. Sejak hari itu, Sea sangat membenci manusia.

Beberapa hari kemudian, ekor Sea mulai membaik. Ia pun mulai mencari Okta kemana-mana namun hasilnya nihil. Tidak ada bukti ataupun jejak. Sea malah menemukan Seekor Swalliev, ikan bermulut besar sebesar ukuran tubuhnya. Karena ia marah tapi tak terucap, ia sedih tapi tidak menangis, ia rindu tapi tak berkata. Akhirnya tanpa berpikir panjang ia memberi nama Swalliev itu dengan Octallypus, artinya Okta yang ditambah bahasa latin."

Vale mengangguk paham. Tiba-tiba ia merasakan sakit hati atau lebih tepatnya cemburu. Bukankah ini hanya masa lalunya Sea? Sea telah melupakan kejadian pahit ini, bukan? Ya, mungkin saja.

Tersenyum getir.

'Aku bahkan cemburu pada seekor gurita. Bukan karena kecantikannya tapi kenyataannya. Kenyataan bahwa aku bukanlah cinta pertama Sea, kenyataan bahwa Sea belum bisa melupakan Okta.' Ucap Vale didalam hati.

"Vale, jangan melamun," ucap Raja Neptune dngan cemas. "menangis?"

Vale langsung menyeka air matanya dengan cepat, "Tidak-tidak, aku hanya kelilipan. Mungkin ada seekor fitoplankton yang tersangkut dimataku."

"Baiklah, kau pergi saja menemui Sea. Aku ingin berkeliling dahulu."

Vale menurut. Ia kemudian ke halaman belakang. Diintipnya seorang Siren lelaki yang tengah duduk kelelahan sembari menatap matahari. Vale berenang menuju Sea berada.

"Sudah selesai?"

"Sepertinya sudah, tapi kalau masih ada prajurit yang mampu melawanku aku akan berbaik hati."

"Aku, ehm- maksudku aku ingin melawanmu, boleh?"

"Kau bisa memegang pedang dengan benar? Asal kau tau Vale, pedang perang itu sangat besar dan berat. Lagipula aku tidak ingin melawanmu atau melukaimu. Sudah, sudah cukup aku kehilangan orang yang aku sayangi."

"Sea, aku ini Vale. Kau dengar, aku ini V-A-L-E, aku ingin mencoba dan kau kuberitau, jangan pernah meremehkan aku."

"Oh baiklah, jika kau memaksa. Tapi aku tidak akan melawan, aku hanya menangkis seranganmu."

Vale hanya menaikan bahunya. Pedang silver berukir naga ada digenggaman Vale. Pedangnya digenggam degan erat bersiap untuk menyerang.

"Jika kau lelah, katakan saja. Apa kau siap?"

"Oke."

Tangan Vale terayun dengan ringan. Pedang seberat tubuh orang dewasa mampu diangkat dengan mudah seperti mengangkat pedang kayu biasa. Pedang silvernya menuju pedang emas milik Sea namun Sea segera menangkis serangan Vale.

Suara gesekan pedang terus beradu ditengah hari. Tanpa lelah Vale terus menyerang Sea.

"Aku akan mengalahkanmu!" gumamnya.

Seringai terlihat diwajah kedua insan ini. "Seranganmu tak bisa dianggap remeh. Lumayan untuk seorang pemula."

"Pemula katamu!?"

Matanya berkilat merah beserta ekornya yang ikut berubah warna menjadi merah. Perubahan arna ini menunjukkan bahwa Vale sedang marah.

Pedang Vale mengunci pedang Sea dari atas. Dikunci dngan kuat pedang emas tersbut dengan kuncian pedang silver miliknya. Semakin kuat, semakin kuat kunciannya, dan ...

Jleb.

Pedang Sea terayun keatas dan menancap ketanah. Ditodongkan pedang silvernya kehadapan Sea.

"Bagaimana? Bagaimana menurutmu Pangeran Angkuh?" Vale terus maju menghimpit Sea. "pemula ini adalah pemenangnya kan?"

"Ck, sial."

Sea memajukan tubuhnya membuat Vale lebih sigap. "Hei, jangan maju atau kau ingin mati?"

Cup.

Sea mengecup bibir Vale sekilas. Suara pedang terjatuh terdengar sampai memekak telinga. Dengan gerak cepat, Sea mengunci tubuh Vale dengan tangannya.

"Aw, sakit!"

Tangan Vale digenggam erat oleh Sea. "Kau curang!" sembur Vale dengan kesal. Ekornya kembali lagi menjadi warna biru.

Vale terdiam ketika bibir itu menyentuh bibirnya. Sedikit kecupan ringan. Lalu ditatap nya lekat-lekat.

"Bahkan untuk hal ini, kau sangat payah. Sekarang aku yang menang kan?"

✺✺✺

Author Pov.

Semilir angin mengibaskan rambut hitam kecoklatannya. Tangannya mengepal geram ketika angin malam membelai wajahnya. Matanya terpejam seakan-akan terbayang, bagimana cara merelakan?

"Mengapa sekarang rasa ini muncul ketika dia telah pergi? Perasaan ini membuatku sesak, sialan!"

Seandainya kamu tau, aku mencintaimu tanpa karena. Bahkan bila kau bukan milikku, apakah aku perduli?

Perasaannya kacau. Satu hal saja membuat moodnya turun drastis. Mungkin jalan-jalan malam dapat mengobati, berkeliling kompleks misalnya.

Hanya berjalan lurus menatap jalan dengan tatapan kosong, tak sadar ia melewati rumah di kompleks dekat Mall. Ia pun berjalan mundur dan berhenti, kemudian menatap mansion bercat putih gading.

"Aku pernah menjemputmu disini, sudah dua kali. Bodoh. Aku saja masih mengingat hal bodoh ini."

Melanjutkan berjalan, kedua tangannya terkepal didalam saku hoodie marun kesukaannya. Tidak perduli jika ada seorang copet mengambil dompetnya atau diganggu anak berandalan yang suka nongkrong di ujung kompleks. Sungguh tidak perduli dengan nasib dirinya saat ini.

Lagipula, tugasnya sudah selesai, bukan? Pembunuh itu sudah ditemukan lalu apa yang harus ia kerjakan?

Ujung kompleks dengan jalan buntu dihadapannya. Ini adalah tempat tongkrongan para pembalap liar.

"Hei, kau si hoodie merah, kemari!" ucap seseorang dibelakangnya. Refleks, ia pun membalikkan badan.

Ia adalah Marcel.

Merasa dihiraukan, si lelaki itu bersiul. "Kemari atau mati?"

Teman-temannya datang dengan tongkat kayu dan tongkat pemukul bisbol. Mereka bergerombol dengan tubuh besar dan pakaian urakan.

Marcel hanya diam, tidak menggubris bahkan untuk mendengar sekalipun. Begitu pasrah, nanti apa yang terjadi ia tidak ambil pusing.

"Shit! Kuping lu budek, hah? Sini gak lu!? Cari mati ya?" teriak si laki-laki dengan keras.

Marcel masih diam dan menunduk. Terserah, apa yang akan mereka lakukan kepadanya. Ia terlanjur sakit hati bahkan berniat untuk bunuh diri.

"Sikat ajah, Bos!"     

"1, 2, 3, maju!"

BRUK!

Marcel memejamkan matanya, menunggu sebuah pukulan meluncur dipipinya tapi ia tidak merasakan apa-apa. Apakah aku sudah mati?

Ia pun membuka mata.

"What the hell?" Ucap Marcel dengan bingung. Mereka sudah terkapar ditanah.

"Kau terluka?"

Marcel langsung membalik badan. Ia terbelalak hampir memekik kaget. Perempuan ini... apa ini sungguhan?

"Ka-kau?"

"Hei, Marcel. Kita bertemu lagi. Bagaimana kabarmu?"

"Ba-baik. Kau masih hidup?"

"Kau kira aku akan mati karena tertangkap? Tenanglah, aku tidak berencana mati konyol sepertimu."

Marcel terkekeh. "Kau masih sama."

"Aku sama? Ini hanyalah covernya saja. Kau sama sekali tidak tau sikapku sekarang."

"Apa maksudmu?"

"Ah, lupakan. Bagaimana kabar dia?"

"Dia baik."

"Oh, syukurlah. Kau memikirkan dia? Ahh, jangan-jangan, tadi kau berniat untuk mati konyol karena dia?"

"Kau selalu membaca pikiranku, Ota"

"Ota? Siapa itu Ota?"

"Kau lupa? Itukan nama panggilanmu."

"Astaga, nama panggilanku saja aku lupa. Sorry-sorry aku sudah lama tinggal dan hidup bersama manusia." ucap 'Ota' dengan cengiran lebar.

"Marcel, aku punya ide." Ota mendekatkan mulutnya ditelinga Marcel.

"Ide apa?"

"Kau bawa dia, aku ambil dia."

✺✺✺

Vale terbangun dari tidurnya. Mimpi buruk memang selalu datang disetiap saat, kesal juga kalau terus dipirkan. Faktanya ia belum bisa tidur kembali.

Seandainya kamu tau, aku mencintaimu tanpa karena. Bahkan bila kau bukan milikku, apakah aku perduli?

Suaranya sangat pelan, bahkan hampir tak terdengar. Suara itu terdengar samar oleh Vale.

"Memberi kabar kepada angin? Itu mustahil. Patah hati memang sangat menyakitkan," ucap Vale dengan gelengan kepala.

Ia pun terlarut dalam lamunannya kemudian tertidur kembali.

Menjelang pagi Sea terbangun, merenggangkan otot lengannya agar tidak kaku. Melirik ke arah samping, Vale masih tertidur pulas.

"Vale, bangun," ucap Sea sembari mencolek pipi halus Vale.

"Hm."

"Bangun atau kucium?"

Vale membelalakan matanya, "Aku bangun!"

"Kemarin malam, Ayah menyuruh kita untuk menengok Kerajaan Siren Terkutuk besok pagi,"

"Maksudmu, Revian?"

"Ya, ayo berangkat."

"Sekarang juga?" Aku tak bisa menolak.

✺✺✺

Kepakan ekornya semakin kencang dikarenakan banyak kapal yang melintas di permukaan membuat Sea dan Vale harus berenang lebih cepat.

"Untuk apa kita kemari?"

"Kita akan memeriksa sang Ratu Siren Terkutuk."

Vale mmenganggu. Tempat ini ia tau betul tapi tidak hafal jalan yang pernah dilalui.

Kriet.

Pintu dasar berdecit ringan. Hal pertama yang mereka lihat adalah para Siren Terkutuk yang terbaring lemah ditanah. Tidak ada tanda kehidupan disini.

"Me-mereka... Ada apa ini Sea? Jelaskan padaku!"

Vale menghampiri gadis kecil yang tentunya memiliki warna cerah dan belang pada tubuhnya.

"Kata Ayah, mereka akan sadar besok. Tenanglah Vale."

Vale mengelus wajah gadis kecil itu dengan kasih sayang. Kau bisa bermain lagi besok.

Sea berpencar dengan Vale. Sea berenang ke utara sedangkan Vale masih ditempat utama.

Sosok Sea terlalu jauh didepan hanya terlihat bayangannya. Tiba-tiba tanganya ditarik seseorang. "Aw-"

Mulutnya dibekap oleh tangan besar laki-laki. Siapa dia?

"Sstt, aku Vian."

Vale mengangguk, "Vian, kau masih hidup? Uhm, maksudku kau masih sadar?"

"Iya, aku dan Gloro masih bertahan. Untuk apa kau kemari?"

"Aku dan Sea tepatnya. Kami akan memeriksa Sang Ratu."

"Ratu?" Vian terkekeh pelan. "Sebagai Pangeran yang bodoh, jujur aku belum menemukan obatnya."

"Ratu, Ratumu sakit? Ibumu sakit?" tanya Vale dengan cemas.

Vian tertawa, "Ibuku? Hahaha!"

"Hei, apanya yang lucu?"

"Siren terhormat, Siren normal, atau apalah itu, menganggap Ratu Revanda adalah ibuku? Aku tidak salah dengar?"

Vale menggeleng, "Bukankah dia ibumu?"

"Hahaha. Duh, aku sampai menangis karena tertawa."

Vian memegang perutnya yang sakit. Sungguh ia tidak pernah mengira bahwa kaum Siren menganggap dirinya adalah anak dari Ratu Revanda.

"Ratu Revanda adal-"

"Vale? Vale!" teriak Sea dari ruang utama.

Vale meninggalkan Vian dengan mengkode, 'Tunggulah disini'.

Vale pun menuju ruang utama, "Maaf Sea, aku tinggal sebentar. Jangan bertanya sekarang. Ini penting, aku akan kembali, tunggulah disini, dan jangan ikuti aku!"

Sea yang terbengong hanya menatap punggung Vale, "Aku bahkan belum bertanya."

"Ayo, ikuti aku!" ajak Vian dengan tenang walau hatinya dilanda rasa gelisah. Vale hanya mengangguk.

Pintu besar yang terbuat dari kayu itu perlahan terbuka. Ruangannya begitu gelap dan pengap karena banyak barang-barang disini.

"Dialah Ratu kami, Revanda," ucap Vian dengan lirih.

Tubuh Siren Terkutuknya yang berwarna hijau kian memucat. Matanya terpejam dengan goresan luka yang mulai membengkak. Ia lebih mengerikan daripada wajah aslinya.

"Dia adalah kakak ku."

✺✺✺

Revisi : 09/07/19 ✅
-VOTE and COMMENT-

Continue Reading

You'll Also Like

310K 21.5K 34
"Kau bersembunyi , aku akan mencarimu. Kau tersesat , aku akan menemukanmu. Kau pergi , aku akan menunggumu kembali. Saat mereka mencoba mengambil mu...
1.8M 138K 102
Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Thalia mengalami kecelakaa...
10M 1.2M 61
"Sumpah?! Demi apa?! Gue transmigrasi cuma gara-gara jatuh dari pohon mangga?!" Araya Chalista harus mengalami kejadian yang menurutnya tidak masuk a...
1.4M 132K 73
NOT BL! (Follow biar tahu cerita author yang lain ok!) Update sesuai mood 🙂 Seorang remaja laki-laki spesial yang berpindah tubuh pada tubuh remaja...