Fox And Flower

By nanaanayi

1M 90.9K 19.5K

Historical Naruhina Fanfiction (FOR 18 +) Hidup bersama dan mengabdi dengan orang yang membatai keluarganya a... More

001. Lamaran Membawa Petaka
002. Malam Pembantaian
003. Di Bawah Pohon Ginko
004. Kehancuran Uchiha
005. Saudara
006. Sangkar Emas -1-
007. Sangkar Emas -2-
008. Rubah Emas dan Lotus Ungu
009. Kelopak yang Tersayat
010. Penyatuan
011. Luluh
012. Keegoisan
013. Kebimbangan
014. Bertemu Kembali
015. Keputusan
016. Ancaman
017. Terungkapnya Rahasia
018. Legenda Rubah Emas -1-
019. Legenda Rubah Emas -2-
020. Legenda Rubah Emas -3-
021. Legenda Rubah Emas -4-
022. Legenda Rubah Emas -5-
023. Legenda Rubah Emas -6-
024. Legenda Rubah Emas -7-
025. Legenda Rubah Emas -8-
026. Legenda Rubah Emas -9-
027. Legenda Rubah Emas -10
028. Legenda Rubah Emas -11
029. Legenda Rubah Emas -12
030. Awal dari Semua Kehancuran -1-
031. Awal Dari Semua Kehancuran -2-
032. Awal Dari Semua Kehancuran -3-
033. Awal Dari Semua Kehancuran -4-
034. Terciptanya Dendam -1-
035. Terciptanya Dendam -2-
036. Jalan Pembalasan -1-
037. Jalan Pembalasan -2-
038. Dibawah Cahaya Rembulan
039. Air Mata Sang Jendral -1-
040. Air Mata Sang Jendral -2-
041. Dendam Sang Geisha -1-
042. Dendam Sang Geisha -2-
043. Pernikahan Agung -1-
044. Pernikahan Agung -2-
045. Kembang Api Yang Terbakar -1-
046. Kembang Api Yang Terbakar -2-
047. Pangeran Yang Terbuang -1-
048. Pangeran Yang Terbuang -2-
049. Kelopak Sakura Yang Layu -1-
050. Kelopak Sakura Yang Layu -2-
051. Kebahagiaan Kecil Menuju Bencana Besar -1-
052. Kebahagiaan Kecil Menuju Bencana Besar -2-
053. Mimpi Buruk Bagi Sang Jenderal -1-
054. Mimpi Buruk Bagi Sang Jenderal -2-
055. Kehancuran Itu Akan Terulang -1-
056. Kehancuran Itu Akan Terulang -2-
057. Malaikat Kecil Yang Malang -1-
058. Malaikat Kecil Yang Malang -2-
059. Cinta Yang Tak Pernah Terbalas -1-
060. Cinta Yang Tak Pernah Terbalas -2-
061. Rembulan Hitam Di Langit Kyoto -1-
062. Rembulan Hitam Dilangit Kyoto -2-
063. Pertarungan Pertama -1-
064. Pertarungan Pertama -2-
065. Menjelang Penyerangan -1-
066. Menjelang Penyerangan -2-
067. Tahta Atau Cinta -1-
068. Tahta Atau Cinta -2-
069. Menghitung Hari Menuju Perang -1-
070. Menghitung Hari Menuju Perang -2-
071. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -1-
072. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -2-
073. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -3-
074. Menembus Benteng Kyoto -1-
075. Menembus Benteng Kyoto -2-
076. Menembus Benteng Kyoto -3-
077. Kembalinya Kamakura Bakufu Ke Tangan Uchiha -1-
078. Kembalinya Kamakura Bakufu Ketangan Uchiha -2-
079. Jenderal Baru -1-
080. Jenderal Baru -2-
081. Racun Berwujud Kekuasaan -1-
082. Racun Berwujud Kekuasaan -2-
083. Salju Pertama Menjadi Saksi -1-
084. Salju Pertama Menjadi Saksi -2-
085. Salju Pertama Menjadi Saksi -3-
086. Serangan Dairi -1-
087. Serangan Dairi -2-
088. Serangan Dairi -3-
089. Jatuhnya Dairi -1-
090. Jatuhnya Dairi -2-
091. Binasanya Para Kitsune -1-
092. Binasanya Para Kitsune -2-
093. Cinta Abadi Siluman Rubah Dan Kaisar -1-
094. Cinta Abadi Siluman Rubah dan Kaisar -2-
095. Fitnah Keji -1-
096. Fitnah Keji -2-
097. Dusta Untuk Kebahagiaanmu -1-
098. Dusta Untuk Kebahagiaanmu -2-
099. Teman Hidup
100. Darah Sang Guru
101. Ikatan Hati -1-
102. Ikatan Hati -2-
103. Serigala Berbulu Domba -1-
104. Serigala Berbulu Domba-2-
105. Cinta Yang Kembali Dipersatukan -1-
107. Darah Lebih Kental Dari Air -1-
108. Darah Lebih Kental Dari Air -2-
109. Darah Lebih Kental Dari Air -3-
110. Kemalangan Hime -1-
111. Kemalangan Hime -2-
112. Bersatunya Samurai Tangguh Heian -1-
113. Bersatunya Samurai Tangguh Heian -2-
114. Lahirnya Sang Harapan Baru -1-
115. Lahirnya Sang Harapan Baru -2-
116. Menjemput Takhta Tertinggi -1-
117. Menjemput Takhta Tertinggi -2-
118. Menjemput Takhta Tertinggi -3-
119. Sekeping Rindu Untuk Lotus Ungu
120. Kenangan Malam Pembantaian
121. Pergolakkan Batin
122. Ketika Rembulan Memberikan Sinarnya Pada Sang Mentari
123. Merekahnya Lotus Ungu
124. Permaisuri Hati -1-
125. Permaisuri Hati -2-
126. Titik Hitam Di Musim Semi -1-
127. Titik Hitam Di Musim Semi -2-
128. Sayap Yang Dipatahkan -1-
129. Sayap Yang Dipatahkan -2-
130. Awan Gelap Musim Semi -1-
131. Awan Gelap Musim Semi -2-
132. Genderang Perang Tanpa bunyi -1-
133. Genderang Perang Tanpa Bunyi -2-
134. Pesta Kembang Api terakhir -1-
135. Pesta Kembang Api Terakhir -2-
136. Perisai Berduri Sang Kaisar -1-
137. Perisai Berduri Sang Kaisar -2-
138. Duri Dalam Daging -1-
139. Duri Dalam Daging -2-
140. Duri Dalam Daging -3-
141. Ego Sang Bunga -1-
142. Ego Sang Bunga -2-
143. Dinding Tak Kasat Mata -1-
144. Dinding Tak Kasat Mata -2-
145. Angin Racun Musim Gugur -1-
146. Angin Racun Musim Gugur -2-
147. Noda Cinta
148. Terwujudnya Kutukan -1-
149. Terwujudnya Kutukan -2-
150. Permaisuri Yang Terusir -1-
151. Permaisuri Yang Terusir -2-
152. Rindu Tak Sampai
153. Kelopak Terakhir Lotus Ungu
154. Kisah Cinta Yang Tak Lengkap
155. Sesal Tak Bertepi
156. Yang Tanpa Yin
157. Penebusan Dosa
158. Menanti Musim
159. Era Baru -1-
160. Era Baru -2-
161. Menjemput Takdir
Pengumuman

106. Cinta Yang Kembali Dipersatukan -2-

4.6K 461 92
By nanaanayi

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode

Langkah kaki tegap yang berlapis sepatu besi itu, melangkah dengan tergesa. Tiap anak tangga yang ia pijak tak dapat ia rasakan. Nafas terengah dengan asap mengepul dari mulutnya menjadi pertanda nafasnya yang tak beraturan di tengah udara dingin yang kini tengah melanda tanah Negeri Matahari Terbit ini.

Srakkkk

Pintu geser itu terbuka dengan kasar, tanpa permisi sang pelakunya langsung melangkah bebas ke dalam ruangan yang merupakan tempatnya beradu kasih dengan seseorang yang amat ia cintai. Guratan kecemasan dan kemarahan, terpatri jelas di wajah tampannya. Ditambah lagi onixnya yang menatap tajam satu persatu penghuni ruangan tersebut yang di dominasi oleh para wanita.

"Itachi... kau secepat ini pulang, nak?" Pertanyaan lembut dari wanita yang telah melahirkannya itu tak ia tanggapi sama sekali. Sulung Uchiha itu melangkah lebih dalam lagi kedalam kamar yang ia huni bersama orang yang paling ia cintai. Pandangan onix tajamnya terfokus pada sesosok wanita yang duduk bersimpuh diatas futton sambil mengelus perutnya yang membesar.

"Apa yang terjadi...?" Tanya Itachi dingin, sambil menatap satu persatu wanita yang bertugas sebagai dayang di istana keshogunan yang dihuninya.

Tiga orang yang duduk di sisi sang ibu kian menenggelamkan kepala mereka yang menunduk. Rasa takut meliputi perasaan tiga dayang yang ia tugaskan untuk menjaga istri tercintanya.

"Itachi-kun... tidak ada apa-apa...," wanita hamil dengan surai cokelat itu mendongak, mengiba pada sang suami untuk meredakan emosinya.

"Khe..." Itachi mendengus kesal sambil memalingkan wajahnya. "Tak ada apa-apa kau bilang? Jangan kau pikir aku tak tahu jika kau baru saja terpeleset di onsen."

Kini terjawab sudah, alasan Itachi tiba lebih awal di ibu kota setelah mengemban tugas sebagai utusan saiteki keshogunan di provinsi Narra.

Pucat pasi, wajah Izumi, Mikoto sang ibu mertua dan tiga orang dayang itu, kini bertanya-tanya. Dari mana calon Jenderal itu mengetahui berita tersebut. Padahal kejadian itu baru saja terjadi dan tak ada seseorangpun yang tahu selain mereka. Kecuali.., ya kecuali tabib istana yang memiliki kedekatan khusus dengan klan penguasan keshogunan ini.

"Kenapa, kalian bingung aku mengetahuinya?" Tanya Itachi retoris. "Jika saja, aku tidak bertemu Haruno-sama di genkan tadi, bisa di pastikan aku tampak seperti suami bodoh yang tak tahu apa-apa tentang keadaan anak dan istrinya."

"Tak terjadi apa-apa Itachi..." Mikoto kembali bersuara. Ia kenal benar siapa putera sulungnya itu. Itachi bukan tipe orang yang meledak-ledak meluapkan emosi, kecuali bila terjadi hal buruk pada orang-orang yang ia sayangi. "Izumi dan bayimu baik-baik saja..."

"Hari ini mungkin tak terjadi apa-apa..., tapi jika terulang lagi dan hal yang lebih buruk terjadi, apa yang akan kalian lakukan?! Bukan kah aku sudah berpesan untuk memperhatikan istriku dengan baik?!"

Ketiga dayang itu terkesiap. Selama ini mereka tak pernah sekalipun mendengar tuan muda sulung mereka menaikkan nada bicaranya seperti ini. Mungkin kali kepala akan berpisah dari tubuh mereka dalam sekali tebasan pedang panjang sang calon shogun. "Kami pantas mati Itachi-sama..." Ucap mereka bersamaan.

Mereka sadar bahwa kesalahan yang mereka lakukan sudah fatal. Bagaimanapun mereka tak sendirian di tugaskan untuk mengawal dan mengurus menantu sulung Uchiha yang tengah membawa pewaris untuk klan terhormat ini. Mereka bertiga, dan masih lengah mengawasi Izumi, hingga wanita yang tengah hamil tujuh bulan itu nekat masuk onsen sendirian yang keaadan lantai marmernya masih licin.

"Ya, kalian pantas mati." Tak basa-basi Itachi menarik katananya yang tergantung di sisi pakaian zirahnya.

Tiga dayang itu terperanjat. Mereka menyesal mengucapkan pernyesalan dengan kalimat 'kami pantas mati', karena Itachi menanggapi dengan serius permintaan mereka. "Ampuni kami Itachi-sama..." Ujar ketiganya sambil membenturkan kepala ke tatami.

"Itachi/ Itachi-kun..." Seru Mikoto dan Izumi bersamaan.

Itachi menyeringai tipis, tak lupa katana yang berada di genggamannya ia tiup perlahan. Kepalanya tertoleh pada dua wanita yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya. "Kalian pikir aku main-main..."

Berdiri perlahan, dengan tangan yang di peegunakan untuk menopang pinggangnya, Izumi berusaha untuk meredakan emosi suaminya. Sungguh baru kali ini ia melihat Itachi yang selalu mampu mengendalikan diri dengan baik, nampak begitu diliputi amarah.

"Itachi-kun..." Ucap Izumi pelan sambil mengusap bahu tegap sang calon Jenderal. "Bukan mereka yang bersalah... akulah yang tak hati-hati tadi..."

Melihat situasi yang mulai dapat di kendalikan oleh Izumi. Mikoto tak buang waktu, ia mengajak ke tiga dayang tersebut. Memberikan ruang pada sepasang suami istri tersebut untuk memadu kasih.

Sorot mata onixnya menyendu. Katana yang semula ia genggam kini kembali tersimpan di tempatnya. "Jangan ulangi lagi...," bisiknya pelan namun tegas. "Aku tak akan memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu yang buruk pada kalian..." Tangan kekarnya merengkuh lembut tengkuk Izumi, membawa sang istri kedalam pelukannya. "Berjanjilah untuk selalu baik-baik saja bersama buah hati kita..."

Tak mampu membendung tangis harunya. Izumi menumpahkan air matanya yang diiring isakan kecil pada dada bidang Itachi yang kini menjadi sandarannya. "Kenapa Itachi-kun begitu baik padaku... hiks, kenapa Itachi-kun begitu mencintaiku...?"

Tersenyum tipis, sulung Uchiha itu kemudian mengecup sekilas pucuk kepala cokelat kesayangannya. "Hmmm... kenapa ya...?" Tersenyum lembut sambil mengelus lembut pipi tembam Izumi, Itachi lalu, membawa izumi kedalam gendongannya.

...

Rokka itu menjadi saksi peraduan cinta mereka. Di tempat itu Itachi duduk menikmati senja memeluk dari belakang sang istri yang kini duduk di pangkuannya.

"Itachi-kun..." Izumi mendongakkan kepalanya, mempertemukan onixnya dengan milik sang suami yang sama persis dengan miliknya..

Itachi mengentikan elusan sayang pada surai cokelat sang istri. Lalu menatap lembut wajah meneduhkan Izumi yang selalu menatapnya dengan penuh cinta. "Ada apa, hm?"

"Kau belum menjawab pertanyaanku...," rengek Izumi manja kemudian menyandarkan kembali kepalanya di dada bidang Itachi yang berlapis montsuki biru gelap.

Tangan Itachi kembali mengelus kepala sang istri yang mencari kenyamanan di dadanya. Ia mendongakkan kepalanya ke langit yang begitu kelam. Memandang rembulan yang kini menaungi mereka. "Pertanyaan yang mana...?" Tanya Itachi berpura-pura lupa. "Au..." Itachi meringis kecil, karena sang istri menjawab dengan memukul pelan dadanya.

"Tentang alasanmu mencintaiku.." Rajuk Izumi sambil mengerucutkan bibirnya lucu.

"Alasan ya..,. bagiku alasannya hanya satu... karena aku mencintaimu, karena..." Itachi meletakkan tangannya yang terbebas ke arah dada kirinya sendiri, "disini terasa begitu hangat ketika kau berada dihadapanku..."

...

"Kaa-san..., jangan menangis..."

Kelopak mata Izumi tiba-tiba terbuka, ketika suara manja yang amat ia kenali, memanggilnya dengan panggilan yang begitu ia sukai. "Kau terbangun, nak...?" Tangan lembutnya membelai surai kelam sang putera yang merupakan warisan dari suami tercintanya.

"Ishi, terbangun, saat mendengar Kaa-san menangis..." Jemari mungil Uchiha Ishihara terulur, membelai lembut pipi putih sang ibu yang dibasahi air mata.

Buru-buru Izumi meraba pipinya sendiri. Tanpa ia sadari air matanya mengalir, ketika kenangan masa lalunya bersama Itachi, hadir di dalam mimpinya.

"Apa Kaa-san rindu pada Tou-san..?" Putera semata wayangnya kembali bertanya sambil memiringkan kepalanya.

Melihat betapa polos salinan suami tercintanya itu. Izumi kembali tak mampu membendung air matanya. Ia tarik Ishihara kedalam pelukannya. Menenggelamkan wajah cantiknya di helaian kelam puteranya.

"Kaa-san jangan menangis..., Ishi akan menjaga Kaa-san seperti Tou-san menjaga Kaa-san..." Tangan-tangan mungil Uchiha Ishihara menghapus tiap tetes lelahan bening air mata yang membasahi pipi tembamnya.

Kini tangan lentik janda Uchiha Itachi itu, menangkap lembut tangan kecil sang putera yang tengah menghapus laranya. Di kecupinya sayang satu persatu tangan mungil yang begitu ia sayangi. Puteranya, satu-satunya alasan ia masih bertahan hidup sampai sekarang setelah kepergian orang yang paling ia cintai di muka bumi ini.

"Kaa-san ceritakan kembali padaku tentang Tou-san..." Onix bulat Ishihara mengerjap lembut pada sang ibu. Membuat Izumi merasa gemas sekaligus sedih, mendengar sang putera yang ingin tahu lebih banyak tentang ayah kebanggaannya.

"Ishi-kun, harus tidur... Ini sudah larut...." Bujuk Izumi sambil mencubit gemas pipi gembul puteranya.

"Setelah Kaa-san menceritakan tentang Tou-san baru Ishi akan tidur..." Bujuk Ishihara sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi, pertanda ia minta di gendong pada sang ibu.

"Hey... kenapa seperti itu? Jika ingin di ceritakan kau seharusnya berbaring di futton..." Ujar Izumi sambil mengusak sayang helaian kelam putera semata wayangnya itu. Ia tahu kode yang di tunjukkan oleh anak kesayangannya itu.

"Ishi mau di gendong sambil mendengarkan cerita, kita jalan-jalan diistana ini, ya, Kaa-san..." Pinta putera Uchiha Itachi itu dengan manjanya. Ia terus mengangkat sepasang tangan kecilnya tinggi-tinggi, merayu sang ibu agar mau menggendongnya.

...

Kelopak mata seputih bunga lili itu mengerjap pelan. Mutiara ungu muda dengan sinar yang amat meneduhkan perlahan muncul dari persembunyiannya.

Langit masih sangat pekat. Rembulan masih setia memancarkan cahaya temaramnya. Walau tanpa dihiasi kilauan bintang sepertinya, namun sang malam tak sekalipun menyembunyikan keelokannya.

Hinata yang tiba-tiba terjaga dari tidur lelapnya, perlahan duduk di futton tebal yang menjadi alas tidurnya. Kepala indigonya mendongak, tangannya menggapai jendela yang terletak disamping pembaringannya bersama sang suami tercinta. Dan dalam sekejap, pemandangan elok sang malam memenuhi netranya.

Tanpa sadar Hinata melingkarkan kedua tangannya pada perutnya yang tengah membuncit sangat besar itu. Beralih dari kelamnya langit malam, kini sepasang iris meneduhkannya menatap lembut puncak gundukan besar yang tertempel di bagian tubuhnya.

"Apa Boruto suka dengan cahaya rembulan...?" Ia mulai berbicara pada janin yang bersemayam nyaman dalam rahimnya. Mengelus perlahan, membagikan kehangatan pada mahluk kecil yang begitu bergantung hidup padanya. "Jika nanti Boruto merindukan Okaa-chan... Boruto bisa memandangi rembulan..."

"Ucapan macam apa itu?" Suara tegas itu, suara pria yang selalu mengisi hati dan pikirannya itu kini menggema jelas di indera pendengaran miliknya.

"Naruto-kun..." Tergagap pelan karena sang suami juga terjaga seperti dirinya. "Kau belum tidur...?"

Kepala pirang pria keturunan siluman rubah ini menggeleng pelan. Namun Hinata tahu jika ucapan yang baru saja keluar dari mulutnya itu adalah penyebab muka masam Naruto.

"Kenapa berkata seperti itu...?" Kini Naruto kembali mengulang pertanyaannya, tapi dengan nada yang lebih menekan. "Kenapa anak kita harus melihat rembulan jika merindukan ibunya?"

"Tidak apa-apa..." Hinata menunduk dalam, menatap lembut sambil mengusap sayang kandungannya yang hampir mencapai 'bulannya' itu. 'Aku hanya takut tak dapat melihatnya ketika dia telah lahir...' sambung Hinata di dalam hatinya.

"Hey..." Wajah cantiknya terkesiap ketika dagu lancipnya sedikit di tarik oleh tangan kekar suami, sedikit terperanjat ketika bibir mungilnya dikecupi sekilas. Naruto lalu memutar perlahan tubuhnya dan mendekapnya dari belakang, melingkarkan sepasang tangan kekar itu pada perut buncit yang terkandung buah hati mereka. "Berhenti berpikiran yang tidak-tidak, Hime..."

Hinata mengulum senyumannya ketika merasakan bahwa dagu sang suami bersandar di bahu kecilnya. Tangannya terulur mengusap sayang helaian keemasan Naruto. "Issshhhh...." Sedikit berdesis geli ketika mendapati bahwa pria keturunan siluman rubah itu tengah menenggelamkan kepala kuningnya pada bahunya yang sedikit tersingkap oleh kepiawaian tangan Naruto.

"Kau, aku, dan dia..." Hinata berdesir saat tangan kecokelatan sang suami menyusup ke dalam nagajuban putihnya melalui celah pada obinya yang terbuka. Gerakan memutar tangan Naruto pada perut besarnya, membuat ia merasakan sensasi yang amat menggelitik. "Kita akan memulai kehidupan baru di Kawaguchiko, hidup dengan tenang tanpa perlu di hantui oleh dendam..., kau percaya padaku 'kan, Hime?"

Ia kembali tersenyum tipis menanggapi ucapan sang suami. Sedikit menoleh, Hinata lalu mengecup sayang kepala pirang pria tersayangnya. "Aku selalu percaya dengan Naruto-kun..."

"Jangan pernah meninggalkanku..." Naruto berbisik pelan sambil memejamkan matanya, menyandarkan kepala pirangnya pada kepala indigo wanita yang masih mendampinginya di saat-saat tersulit tersebut.

"Tak akan pernah..." Ikut memejamkan mata Hinata menyamankan sandaran kepalanya pada kepala sang suami. "Aku akan terus bersama mu Naruto-kun..." Tangan putihnya menepuk pelan tangan Naruto yang tengah menempel pada perut buncitnya, memberi ketenangan pada pria yang pernah menghancurkan kehidupannya, namun pria ini jugalah yang memberikan kehidupan baru yang diliputi banyak cinta.

Takdir mereka telah terikat dengan benang merah yang teramat kuat. Sebesar apapun mereka pernah saling membenci. Sekuat apapun mereka pernah mencoba saling menjauh, namun takdir akan kembali mempertemukan mereka dalam ikatannya yang tak dapat di tebak. Seperti Yin dan Yang akan saling membutuhkan walau mereka bertentangan.

...

"Jadi di tempat ini Tou-san dulu sering berlatih katana.." Onix bulat Uchiha Ishihara memandang takjub seisi dojo istana barat Kamakura Bakufu. Tempat yang tak pernah ia datangi sebelumnya.

Izumi tersenyum tipis..., menurunkan sang putera dari gendongannya, dan menggantung lilin yang sejak tadi ia bawa sebagai sumber penerangan.

"Apa Tou-san... sangat hebat...?"

Izumi menoleh kebawah, saat merasakan bagian bawah nagajubannya ditarik oleh sang putera. Ia kemudian berjongkok, menyejajarkan tubuhnya hingga wajah ibu dan anak ini saling berhadapan. Tersenyum tipis, tangan lembut Uchiha Izumi lalu terulur dan mencubit gemas pipi tembam salinan suaminya tersebut. "Tou-san sangat hebat..., dia mampu menebas belasan perampok dalam sekali ayunan katananya..."

"Hontou...?"

Tak mampu menahan gelak tawanya ketika melihat sang putera semata wayang membulatkan matanya dengan sangat menggemaskan, Izumi langsung menarik harta paling berharganya tersebut kedalam dekapan hangatnya.

"Ceritakan lagi tentang Tou-san..." Pinta Ishihara bersemangat pada ibunya.

Izumi menyandarkan kepala kelam sang putera di dadanya, mengelus sayang buah hatinya tersebut, seolah malam itu adalah kesempatan terakhirnya bercengkrama dengan sang putera. "Hmmm, mulai dari mana ya..." Ujar Izumi sambil mendongakkan kepalanya memasang pose berpikir. Mengingat-ngingat kehebatan sang suami semasa hidupnya.

...

"Ishi-kun...?" Sembari memanggil lembut nama sang putera kesayangan, tangan Izumi membelai lembut helaian kelam sang buah hati. "Kau sudah tidur, sayang....?"

Tak ada jawaban dari salinan Uchiha Itachi tersebut. Hanya dengkuran halus yang begitu menggemaskan menghiasi indera pendengaran ibu beranak satu ini.

"Dengarkan Kaa-san, sayang..." Izumi bermonolog sendiri seolah putera kecil yang terlelap dalam pelukannya itu dapat mendengar ucapannya. "Kelak jika Kaa-san tidak bisa menemanimu lagi..., jangan terlalu bersedih ya, nak..." Mengecupi lembut puncak kepala kelam putera semata wayangnya, Izumi lalu mengeratkan pelukannya sambil menumpukan kepala cokelatnya pada kepala kecil sang putera yang bersandar pada dadanya.

Tanpa sadar iris obsidian bulatnya mengalirkan air bening. Air mata itu perlahan membasahi surai sang putera. "Kaa-san sangat menyayangimu, nak... tapi entah kenapa Kaa-san merasa bila Ayahmu sudah sangat merindukan Kaa-san..."

...

"Uhukkkk..." Terbatuk hebat, nafasnya benar-benar tecekat ketika kepulan asap pekat menyusup ke rongga pernapasannya.

Ia terduduk dari posisi berbaringnya, memperbaiki posisi nagajuban putihnya yang tersingkap berantakan karena ulah tangan nakal sang suami. "Sasuke-kun...!!!" Ucapnya sedikit kencang sambil menggoyang-goyangkan tubuh tegap sang suami yang terlentang dan bertelanjang dada.

"Ada apa Sakura...??" Kelopak mata Uchiha Sasuke membulat sempurna saat seluruh pandangannya di selimuti oleh asap pekat. Di tambah lagi suhu panas di ruangan tersebut akibat kayu-kayu jati yang menjadi tiang penopang bangunan itu dilahap oleh api. "Sial! Uhukk," ia ambil selimut tebal untuk menutupi tubuh istri musim seminya, mengambil katana yang tergeletak di samping futtonnya.

Tanpa pikir panjang Jenderal Samurai itu, membawa sang istri ke dalam gendongannya. Rasa kalut mulai merajai pikirannya.

Api besar itu masih berkobar besar, jilatan panasnya menyerang tiap jengkal ruangan di istana kemiliteran dinasti Heian tersebut. Para kasim dan dayang di bantu beberapa samurai sibuk berbondong-bondong membawa ember-ember kayu berisi air untuk meredam lahapan api yang berkobar tersebut.

"Apa semua sudah keluar dari bangunan?" Tanya Sasuke panik, bahkan ia tak sadar tengah bertelanjang dada sambil menggendong sang istri.

Suigetsu, samurai yang mendapat pertanyaan dari Jenderalnya tersebut, sontak menghentikan aktivitasnya. "Saya rasa semua sudah berada dihalaman Shogun-sama..." Jawab Suigetsu sambil menundukkan kepalanya hormat.

Sasuke menghela nafas lega, mendengar jawaban samurai yang menjadi kandidat untuk menjadi Saitekinya tersebut. "Yokatta..."

"Dimana Izumi-nee, dan Ishihara..?" Sakura yang sudah berhasil mengatasi rasa paniknya ketika di gendong oleh sang suami, melontarkan pertanyaan yang sontak kembali membangun kepanikan.

"Dimana mereka?" Tanya Sasuke ulang pada Suigetsu.

Samurai yang ditanyai itu, nampak kebingungan, ia mengalihkan pandangan kesekitar halaman depan istana Kamakura Bakufu, tempat dimana para penghuni istana Kamakura Bakufu yang berhasil menyelamatkan diri dari kebakaran besar tersebut.

"Dimana Izumi-nee dan Ishihara?" Tanya Sasuke ulang dengan penekanan yang begitu menuntut.

...

Aku tak pernah tahu... apa yang membuatku bertahan bertahun-tahun hidup tanpa dirimu... Kupikir alasanku selama ini adalah kehadiran buah hati kita..., aku tak tahu apa aku ini adalah ibu yang egois Itachi-kun... Malam ini aku begitu merindukanmu... Ku rasa Sasuke dan Sakura sangat menyayangi Ishihara kita, bolehkah aku menyusulmu, Anata..., aku benar-benar merindukan pelukanmu...

"Uhukkkk, Kaa-san sesak..."

Kelopak mata Izumi yang berlinangan air mata itu terbuka. Rintihan kecil, suara putera mungilnya membuat ia terjaga dari tidurnya yang tak bisa terbilang nyenyak. Perih pada kedua bola matanya saat mendapati ruangan tempat dimana ia terlelap tanpa sengaja bersama sang putera.

"Sstttt, Ishi-kun tenang, Kaa-san ada disini..." Mendekap erat sang Putera, Izumi bangkit sambil membawa Ishihara dalam gendongannya. Asap pekat kian menyelimuti ruangan itu, membuat sang anak menangis kencang karena menahan sesak.

"Kaa-san... Ishi takut... hikssss..."

"Cup... cup, jagoan Kaa-san tak boleh cengeng..." Mengelus punggung sang putera, Izumi berjalan di tengah pekatnya asap yang mengepul menuju pintu geser yang menjadi jalan untuk mereka keluar.

...

"Lapor Shogun-sama, kami sudah memeriksa semua paviliun di istana utama, Izumi-sama dan Ishihara-sama tak ada dimanapun..." Samurai itu tertunduk takut ketika memberikan laporan pada Jenderalnya. Raut kemarahan Sasuke kini benar-benar kentara.

"Sasuke-kun..., Izumi-nee dan Ishi-kun..." Sakura mulai terisak sambil melingkarkan kedua tangannya di pinggang kekar sang suami.

Melepaskan pelukan sang istri pada tubuhnya. Sasuke mengenakan haori yang ia pinta pada seorang dayang. "IKUT AKU KE ISTANA BARAT!!!" Teriakan sang Jenderal menggema, memberikan titah pada pasukan yang berada di bawah perintahnya. "Kau tunggu disini, aku akan menyelamatkan Izumi-nee dan Ishihara." Mengecup sekilas kening wanita musimnya sebelum sang Jenderal pergi menyelamatkan warisan paling berharga dari sang kakak. Anak dan Istri Uchiha Itachi.

...

"Aggghhhhhh!!!!" Ibu dan anak itu terpekik kencang. Begitu pintu geser yang menjadi harapan mereka terbuka, api merah hampir menyambar mereka.

Izumi memeluk erat putera kecilnya, mundur beberapa langkah menghindari amukan api tersebut.

"Kaa-san, apa kita akan mati disini... hiks...?" Ishihara mendongakkan kepalanya dalam dekapan sang ibu. Wajahnya yang di kotori noda hitam dari jelaga kayu yang terbakar, sudah dibasahi oleh linangan air mata.

Memeluk erat kepala buah hatinya, Izumi turut menangis sambil menyembunyikan wajahnya di helaian kelam sang putera. "Tidak akan, tidak akan pernah, nak. Kaa-san akan melakukan apapun asal kau selamat nak..."

"Ishi bodoh Kaa-san, harusnya Ishilah yang melindungi Kaa-san..., hiks... Tou-san, maafkan Ishi... hiks...hiksss..."

Menatap nanar sekelilingnya yang dipenuhi kobaran api, Izumi memutar otaknya. Yang ada di pikirannya sekarang adalah bagaimana caranya mengeluarkan sang putera dari situasi yang mengancam nyawa seperti ini.

"Izumi-nee!!!"

Suara teriakan itu..., Izumi mengenal betul. Suara adik iparnya yang selama ini menjaga dan menjadi perisai pelindung bagi ia dan puteranya. Uchiha Sasuke.

"Sasuke kami disini!!! Uhukk!!!" Berteriak sekencang mungkin, naluri seorang ibunya menuntun, melakukan apapun untuk melindungi anaknya. Bahkan jika menerjang kobaran api itu tanpa membahayakan nyawa sang anak, akan ia lakukan.

...

Indera pendengarannya menangkap suara pilu seorang wanita yang menyerukan namanya. Ia kenal suara itu. Suara wanita paling berharga dalam hidupnya. Wanita yang ia anggap sebagai ibunya sendiri setelah Uchiha Mikoto beristirahat untuk selamanya.

Pintu dojo tempat ia menghabiskan waktu bersama sang kakak, Uchiha Itachi, telah tak berbentuk lagi. Kobaran api menyala bergerak bebas dari tempat itu. Dan dari tempat itulah lengkingan suara memilukan wanita terdengar begitu jelas.

"Tetap berusaha padamkan api di tempat ini. Aku akan masuk kedalam." Perintah Sasuke pada para samurai yang datang bersamanya. Ia memasang kuda-kuda, dan ketika kobaran api itu mulai merendah ia melompat melewati pijaran merah tersebut.

...

"Sasuke-ji..." Ishihara berteriak histeris, ketika sosok pahlawan yang ia tunggu kini tengah berlari kearah mereka, menggunakan mantel tebalnya, Sasuke berusaha menepis lahapan api yang berusaha melukai tubuhnya, berjalan terseok-seok menyelamatkan dua orang yang menjadi tanggung jawabnya.

"Kalian tidak apa-apa...?" Nafasnya memburu hebat, peluh bercucuran dari keningnya. Udara musim dingin yang tadinya menusuk hingga ke tulang, kini tiada artinya bila di bandingkan dengan panasnya api yang berkobar di dalam dojo itu.

"Hiks..." Ishihara menangis, dan langsung masuk kedalam pelukan paman kesayangannya. "Kami pikir kami akan mati disini..." Suara sesegukan bocah itu, menjadi saksi betapa takutnya ia ketika terjebak dalam lahapan api tersebut.

Izumi berjongkok, melepaskan mantel putihnya dan melapisi kembali tubuh Ishihara yang sebenarnya sudah di lapisi mantel miliknya sendiri. "Ishi-kun bersana Sasu-ji saja, ya..." Pinta Izumi lembut sembari mencium lama kening putera semata wayangnya tersebut.

"Ishi-kun jangan jadi anak nakal ya... Turuti perkataan Sasuke-ji, dan Sakura Ba-chan..." Lelehan air mata mulai membasahi pipi pualam Uchiha Izumi. Ia merasa seolah bahwa saat ini adalah kesempatan terakhirnya berinteraksi dengan putera yang jaga dan sayangi dengan sepenuh jiwanya.

"Hueee..., Kaa-san jangan bicara seperti itu...." Menerjang sang ibu dengan sebuah pelukan putera tunggal Uchiha Itachi itu kini merasa benar-benar akan kehilangan sang ibu.

Mengelus sayang punggung tumpuan harapannya tersebut. Izumi seolah enggan melepaskan tubuh mungil Ishihara yang dulu ia keluarkan dari rahimnya. Hingga suara intrupsi Sasuke yang mengingatkannya akan keadaan genting yang tengah mereka hadapi.

"Nee-sama jangan bicara macam-macam, kita harus segera keluar dari sini!" Sasuke tak ingin membuang waktu, ia menggendong tubuh kecil keponakannya tersebut, berusaha membawa mereka menembus kobaran api. "Izumi-nee, cepatlah..." Sasuke membentangkan jubah di bagian lengannya. Meminta sang kakak ipar masuk dalam perlindungannya.

Namun seolah telah di gariskan oleh takdir. Tepat ketika satu langkah Izumi mendekat kearah Sasuke. Tanpa sengaja kepalanya mendongak, sebuah kayu besar yang menjadi tiang penyangga atap, mulai rapuh akibat kobaran api. Dan kayu panjang yang di selimuti api pijar memerah itu siap jatuh menimpa kepala Sasuke dan Putera semata wayangnya. "Sasuke awas...!!!" Tangannya refleks mendorong tubuh Sasuke yang tengah menggendong putera satu-satunya.

Brukkkkk

Kayu besar berselimutkan kobaran api itu jatuh tepat dihadapannya, setelah ia berhasil mendorong Sasuke dan puteranya keluar dari lingkaran kobaran api tersebut. Namun kini dirinya sendirilah yang terperangkap.

"Kaa-san!!!" Ishihara memekik kencang saat melihat dengan mata kepalanya sendiri sang ibu terjebak dalam kobaran api. Ia meraung dan meronta dalam gendongan Sasuke.

"Nee-sama, bertahanlah, aku akan menyelamatkanmu." Sasuke menyerahkan Ishihara pada Suigetsu yang berdiri disampingnya. Ia sudah siap menerjang kobaran api demi wanita yang paling dicintai oleh kakaknya tersebut.

"Tidak!!! Kumohon Sasuke jangan!!! Sakura akan sangat bersedih bila terjadi hal buruk padamu..." Teriak Izumi menghalau niatan Sasuke.

"Nee-sama hal bodoh apa yang kau bicarakan???!!!"

"Berjanjilah padaku Sasuke..., berjanjilah kau akan menjaga dan menyayangi Ishihara seperti anakmu sendiri."

Jugo, Samurai bertubuh besar yang datang bersama Sasuke, segera menghalau tubuh Sasuke yang siap menerjang api. Ia meronta hebat. Berusaha melepaskan diri dari kungkungan Jugo. Satu persatu kayu atap yang diselimuti kobaran api mulai runtuh. Onix hitam Sasuke menangkap wajah Izumi yang tersenyum tulus sambil menanti kematiannya. Telinganya mendengar dengan jelas bagaimana Ishihara, bocah kecil itu meraung-raung menyaksikan saat tubuh sang ibu mulai di tutupi kobaran api.

"Kumohon Sasuke, jagalah Ishihara demi aku... dan Itachi-kun..." Ucap Izumi lirih untuk yang terakhit kalinya sebelum kayu terbesar di atap yang berselimutkan api, runtuh menimpa tubuhnya.

'Itachi-kun... akhirnya kita bersama lagi...'

...

Sayup-sayup kelopak mata putihnya terbuka, dan senyum mengembang di wajahnya ketika sosok yang amat ia rindukan kini ada dihadapannya. "Itachi-kun..."

Sosok pria yang amat ia cintai itu tersenyum manis. Mengusap sayang pipi tembamnya dengan tangan besar yang selalu dapat menghangatkan hatinya.

"Terimakasih Izu-chan..., terimakasih telah menantiku selama ini, terimakasih telah merawat dan membesarkan Ishihara kita..."

"Itachi-kun... aku merindukanmu, hiks..." Memeluk erat tubuh tegap yang selalu melindunginya tersebut. Izumi seolah tak akan pernah lagi melepaskan Itachi yang telah lama ia nanti.

Mengecup sayang pucuk kepala cokelat wanita tersayangnya, Itachi lalu menggapai tangan lembut Izumi dan menuntunnya berdiri. "Kau lihat ini..."

Izumi mengedarkan pandangannya, menatap penuh takjub hamparan padang bunga yang mengelilingi mereka.

"Kita tak akan pernah terpisah lagi, maafkan aku karena terlalu lama menjemputmu, di tempat ini kita akan selalu bersama hingga kehidupan berikutnya menyatukan kita, kau dan aku tak pernah terpisahkan lagi... penantian kita telah selesai Izumi, penderitaanmu, kesepianmu kini telah usai. Cinta kita telah dipersatukan lagi di tempat yang abadi, dan aku akan selalu berada disampingmu di kehidupan manapun..."

つづく
Tsudzuku

Continue Reading

You'll Also Like

49K 7.8K 30
Demi Tuhan, Hinata sama sekali tidak menyangka bahwa roommate-nya adalah seorang pria pirang blesteran--setengah Jepang setengah bajingan. Hari-harin...
124K 21K 40
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
28.5K 1.3K 34
‼️FOLLOW DULU SEBELUM BACA ‼️ Start 17 Januari 2022 - Finish 24 Januari 2023 Earth Zakeisha Putri seorang primadona sekolah, yang terpaksa harus menj...
23.7K 3.4K 17
Satu-satunya yang Hinata Hyuuga miliki adalah keteguhan hatinya pada cinta yang tidak pernah terbalas, sampai akhirnya dia menyerah demi kebahagiaan...