Fox And Flower

By nanaanayi

1M 90.9K 19.5K

Historical Naruhina Fanfiction (FOR 18 +) Hidup bersama dan mengabdi dengan orang yang membatai keluarganya a... More

001. Lamaran Membawa Petaka
002. Malam Pembantaian
003. Di Bawah Pohon Ginko
004. Kehancuran Uchiha
005. Saudara
006. Sangkar Emas -1-
007. Sangkar Emas -2-
008. Rubah Emas dan Lotus Ungu
009. Kelopak yang Tersayat
010. Penyatuan
011. Luluh
012. Keegoisan
013. Kebimbangan
014. Bertemu Kembali
015. Keputusan
016. Ancaman
017. Terungkapnya Rahasia
018. Legenda Rubah Emas -1-
019. Legenda Rubah Emas -2-
020. Legenda Rubah Emas -3-
021. Legenda Rubah Emas -4-
022. Legenda Rubah Emas -5-
023. Legenda Rubah Emas -6-
024. Legenda Rubah Emas -7-
025. Legenda Rubah Emas -8-
026. Legenda Rubah Emas -9-
027. Legenda Rubah Emas -10
028. Legenda Rubah Emas -11
029. Legenda Rubah Emas -12
030. Awal dari Semua Kehancuran -1-
031. Awal Dari Semua Kehancuran -2-
032. Awal Dari Semua Kehancuran -3-
033. Awal Dari Semua Kehancuran -4-
034. Terciptanya Dendam -1-
035. Terciptanya Dendam -2-
036. Jalan Pembalasan -1-
037. Jalan Pembalasan -2-
038. Dibawah Cahaya Rembulan
039. Air Mata Sang Jendral -1-
040. Air Mata Sang Jendral -2-
041. Dendam Sang Geisha -1-
042. Dendam Sang Geisha -2-
043. Pernikahan Agung -1-
044. Pernikahan Agung -2-
045. Kembang Api Yang Terbakar -1-
046. Kembang Api Yang Terbakar -2-
047. Pangeran Yang Terbuang -1-
048. Pangeran Yang Terbuang -2-
049. Kelopak Sakura Yang Layu -1-
050. Kelopak Sakura Yang Layu -2-
051. Kebahagiaan Kecil Menuju Bencana Besar -1-
052. Kebahagiaan Kecil Menuju Bencana Besar -2-
053. Mimpi Buruk Bagi Sang Jenderal -1-
054. Mimpi Buruk Bagi Sang Jenderal -2-
055. Kehancuran Itu Akan Terulang -1-
056. Kehancuran Itu Akan Terulang -2-
057. Malaikat Kecil Yang Malang -1-
058. Malaikat Kecil Yang Malang -2-
059. Cinta Yang Tak Pernah Terbalas -1-
060. Cinta Yang Tak Pernah Terbalas -2-
061. Rembulan Hitam Di Langit Kyoto -1-
062. Rembulan Hitam Dilangit Kyoto -2-
063. Pertarungan Pertama -1-
064. Pertarungan Pertama -2-
065. Menjelang Penyerangan -1-
066. Menjelang Penyerangan -2-
067. Tahta Atau Cinta -1-
068. Tahta Atau Cinta -2-
069. Menghitung Hari Menuju Perang -1-
070. Menghitung Hari Menuju Perang -2-
071. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -1-
072. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -2-
073. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -3-
074. Menembus Benteng Kyoto -1-
075. Menembus Benteng Kyoto -2-
076. Menembus Benteng Kyoto -3-
077. Kembalinya Kamakura Bakufu Ke Tangan Uchiha -1-
078. Kembalinya Kamakura Bakufu Ketangan Uchiha -2-
079. Jenderal Baru -1-
080. Jenderal Baru -2-
081. Racun Berwujud Kekuasaan -1-
082. Racun Berwujud Kekuasaan -2-
083. Salju Pertama Menjadi Saksi -1-
084. Salju Pertama Menjadi Saksi -2-
085. Salju Pertama Menjadi Saksi -3-
086. Serangan Dairi -1-
087. Serangan Dairi -2-
088. Serangan Dairi -3-
090. Jatuhnya Dairi -2-
091. Binasanya Para Kitsune -1-
092. Binasanya Para Kitsune -2-
093. Cinta Abadi Siluman Rubah Dan Kaisar -1-
094. Cinta Abadi Siluman Rubah dan Kaisar -2-
095. Fitnah Keji -1-
096. Fitnah Keji -2-
097. Dusta Untuk Kebahagiaanmu -1-
098. Dusta Untuk Kebahagiaanmu -2-
099. Teman Hidup
100. Darah Sang Guru
101. Ikatan Hati -1-
102. Ikatan Hati -2-
103. Serigala Berbulu Domba -1-
104. Serigala Berbulu Domba-2-
105. Cinta Yang Kembali Dipersatukan -1-
106. Cinta Yang Kembali Dipersatukan -2-
107. Darah Lebih Kental Dari Air -1-
108. Darah Lebih Kental Dari Air -2-
109. Darah Lebih Kental Dari Air -3-
110. Kemalangan Hime -1-
111. Kemalangan Hime -2-
112. Bersatunya Samurai Tangguh Heian -1-
113. Bersatunya Samurai Tangguh Heian -2-
114. Lahirnya Sang Harapan Baru -1-
115. Lahirnya Sang Harapan Baru -2-
116. Menjemput Takhta Tertinggi -1-
117. Menjemput Takhta Tertinggi -2-
118. Menjemput Takhta Tertinggi -3-
119. Sekeping Rindu Untuk Lotus Ungu
120. Kenangan Malam Pembantaian
121. Pergolakkan Batin
122. Ketika Rembulan Memberikan Sinarnya Pada Sang Mentari
123. Merekahnya Lotus Ungu
124. Permaisuri Hati -1-
125. Permaisuri Hati -2-
126. Titik Hitam Di Musim Semi -1-
127. Titik Hitam Di Musim Semi -2-
128. Sayap Yang Dipatahkan -1-
129. Sayap Yang Dipatahkan -2-
130. Awan Gelap Musim Semi -1-
131. Awan Gelap Musim Semi -2-
132. Genderang Perang Tanpa bunyi -1-
133. Genderang Perang Tanpa Bunyi -2-
134. Pesta Kembang Api terakhir -1-
135. Pesta Kembang Api Terakhir -2-
136. Perisai Berduri Sang Kaisar -1-
137. Perisai Berduri Sang Kaisar -2-
138. Duri Dalam Daging -1-
139. Duri Dalam Daging -2-
140. Duri Dalam Daging -3-
141. Ego Sang Bunga -1-
142. Ego Sang Bunga -2-
143. Dinding Tak Kasat Mata -1-
144. Dinding Tak Kasat Mata -2-
145. Angin Racun Musim Gugur -1-
146. Angin Racun Musim Gugur -2-
147. Noda Cinta
148. Terwujudnya Kutukan -1-
149. Terwujudnya Kutukan -2-
150. Permaisuri Yang Terusir -1-
151. Permaisuri Yang Terusir -2-
152. Rindu Tak Sampai
153. Kelopak Terakhir Lotus Ungu
154. Kisah Cinta Yang Tak Lengkap
155. Sesal Tak Bertepi
156. Yang Tanpa Yin
157. Penebusan Dosa
158. Menanti Musim
159. Era Baru -1-
160. Era Baru -2-
161. Menjemput Takdir
Pengumuman

089. Jatuhnya Dairi -1-

4.7K 519 156
By nanaanayi

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode

Song Fic : Araro
By : Iu
Ost. The Great Queen Seondeok

"Lapor Shogun-sama pasukan kita sudah menguasai Buraku-in." Pria bersurai pirang yang di kuncir kuda itu berlutut dihadapan pria Uchiha yang kini memimpin ribuan pasukan pemberontak yang siap menumbangkan Klan Senju yang telah beribu tahun menguasai dinasti Negeri Matahari terbit ini.

Uchiha Sasuke, pria jangkung yang dipanggil Shogun-sama itu melengkungkan bibirnya. Membentuk curva senyuman penuh kemenangan. "Deidara, tiup horagai tiga kali dengan nada panjang. Peringatkan para rubah busuk dan kroninya, bahwa tak lama lagi kepala mereka ada di bawah kaki kita."

Membalikkan tubuh tegapnya yang terbalut pakaian besi. Uchiha Sasuke berjalan menuju kuda hitamnya. Menunggangi kuda tersebut, dan berjalan diantara gelimpangan jenazah para Samurai setia penjaga dinasti Matahari Terbit ini.

...

Horagai, kerang besar yang menyerupai terompet, mendengungkan suaranya yang menakutkan di seluruh penjuru Kyoto. Bagi rakyat Heian, bunyi kerang besar itu tak ubahnya seperti terompet kematian.

Hanya ada dua hal yang menyebabkan terompet kerang itu berbunyi. Pertama adalah kematian Kaisar mereka. Dan yang kedua saat Negeri mereka akan memulai peperangan besar.

Langkah pelan Hinata yang di papah oleh Hanabi dan Tomoyo terhenti. Hinata menolehkan kepalanya ke arah yang berlawanan. Kearah tembok kokoh yang menutupi ibu kota Negeri Heian. "Nee-sama, jangan berhenti..., sekalipun kita sudah keluar dari Kyoto, tak menutup kemungkinan mereka akan tetap mengejar kita."

"Apa kalian mendengar tiupan panjang horagai...?" Tanya Hinata kalut, kelopak mata putihnya bahkan sudah memerah dan bengkak akibat mutiara lavender didalamnya yang terus merembeskan air mata.

"Pasukan pemberontak sudah menguasai Buraku-in." Para wanita yang baru saja berhasil melarikan diri dari Kyoto itu, mengalihkan pandangan mereka ke arah jalan yang sebelumnya mereka lalui.

Suara yang amat sangat mereka kenali. Suara Uzumaki Nagato, Perdana Menteri mereka.

"Nagato, Sasori!!! Apa yang kalian lakukan disini!" Mito, sang permaisuri rubah itu tak dapat menahan jeritannya. Ketika melihat dua siluman rubah jantan yang ia percayakan untuk menjaga suaminya malah mengikutinya meninggalkan Kyoto.

"Tenno-sama, memerintahkan kami untuk menjaga kalian." Jawab Sasori dengan bergetar. Sejujurnya ia sangat takut jika wanita nomor satu di dinasti ini murka.

Perkiraan Sasori dan Nagato salah. Mereka menganggap Mito akan mengamuk dan mencambuki mereka dengan ekornya. Mengingat mereka sudah tak berada dalam lingkungan segel yang dibuat Sasuke dan Akatsuki.

Mito malah tersenyum tipis. Mengabaikan angin musim dingin yang begitu menusuk, wanita paruh baya dengan surai merah indahnya yang tergerai itu, melepaskan mantel bulu yang ia kenakan. Menyobek hiasan pita di obi nagajuban putihnya, Mito menguncir tinggi surai merah sepahanya. "Aku titipkan mereka pada kalian."

Nagato membelalakkan matanya mendengar penuturan Mito. "Apa yang kau katakan Mito?!" Melupakan bahwa teman masa kecilnya itu masih berstatus pemaisuri. Nagato dengan lancang hanya memanggil nama kecil sang istri Kaisar.

"Jaga Hinata dan Nawaki." Ucap Mito lirih sambil berbalik arah berjalan menuju goa yang terhubung dengan terowongan di Dairi. "Aku akan melakukan tugasku sebagai Permaisuri dinasti ini. Melindungi kedaulatan Kaisar, sampai titik darah terakhirku." Ucap Mito tanpa membalikkan tubuhnya.

"Mito!, mereka menyegel seluruh Kyoto, kekuatanmu tak akan berpengaruh apapun di dalam sana?!" Kembali Nagato kehilangan kendalinya. Secara tak langsung ia tengah membeberkan identitas mereka sebagai siluman rubah ekor sembilan.

Mito membalikkan tubuhnya. Senyuman yang sulit di artikan terpatri di bibir merahnya. "Hontou ni gomenasai, maaf jika aku membohongi kalian selama ini."

Shizune, Tomoyo dan beberapa Samurai yang mengawal mereka mengerenyitkan dahi, bingung dengan pernyataan maaf sang Permaisuri.

Sementara Hinata dan Hanabi yang mengetahui sejarah kitsune dalam pemerintahan, menatap sendu, saat Mito berniat membeberakan identitasnya.

"Aku takut tak punya waktu untuk mengatakan yang sebenarnya pada kalian. Uzumaki Mito wanita yang selama ini kalian agungkan sebagai Ratu kalian adalah siluman rubah ekor sembilan berusia seribu tahun yang berasal dari puncak gunung Fuji."

Para samurai itu bahkan membulatkan matanya tak percaya saat mendengar penuturan Mito. Tapi seketika angin menusuk berhembus begitu kencang dan bersamaan dengan itu dari balik tubuh Ratu mereka muncul sembilan ekor berwarna jingga yang berkibar indah.

"Terimakasih telah mempercayakan dinasti ini pada seekor siluman rubah sepertiku."

Awalnya para Samurai itu berniat untuk melawan Mito yang menampakkan ekor-ekornya. Tapi sudut ekor mata mereka menitikkan air mata ketika wanita yang bertahun-tahun menjadi ratu mereka itu berlutut dihadapan mereka.

"Maaf telah menipu kalian."

Hinata melepaskan kedua tangannya dari papahan Hanabi dan Tomoyo. Berjalan perlahan menuju sang Ratu yang tengah berjongkok.

Jemari lembutnya lalu mengelus perlahan bahu mungil Mito. "Berdirilah Yang Mulia..." Ucapnya pelan, senyum manis terpatri di bibir merah mudanya menutupi luka hati yang kini tengah ia simpan. "Anda tak perlu minta maaf, karena kami semua bangga memiliki ratu seperti Anda."

Mito mendongak menatap Hinata yang mengulurkan tangan padanya. Istri dari keponakannya itu tersenyum begitu tulus padanya. Padahal ialah penyebab semua penderitaan wanita cantik ini. Menjadikannya batu pijakan pertama untuk membalas dendam atas kematian adik beserta seluruh keluarganya.

"Mohon berdirilah Yang Mulia..." Pinta Hinata lembut.

"Mohon berdirilah Yang Mulia.."

"Mohon berdirilah Yang Mulia.."

"Mohon berdirilah Yang Mulia.."

Mito mengedarkan pandangannya. Ia tersenyum kecil saat melihat orang-orang yang ada di hutan pinus itu, berlutut dihadapannya. Menerima uluran tangan Hinata, lalu kembali berdiri. "Ini mungkin perintahku yang terakhir pada kalian. Aku minta lindungi Putera Mahkota dan Hinata dengan taruhan nyawa kalian.

"Hai' Kogo-sama." Jawab mereka serempak.

"Okaa-sama mau meninggalkanku juga?" Nawaki pangeran cilik yang sejak tadi hanya terdiam sambil memeluk kaki Saara, kini berjalan pelan mendekati sang ibu.

Mito tersenyum kecil, lalu berjongkok menyejajarkan tubuhnya dengan sang putera. Entah kenapa tiba-tiba ingatan masa lalunya tentang Naruto kecil yang di tinggal mati oleh Minato dan Kushina kini terlintas di pikirannya. Tangan putihnya terulur. Membelai lembut pipi tembam sang putera yang menerah akibat dinginnya musim dingin.

"Dengarkan Okaa-sama..., jangan jadi anak nakal, turuti perkataan Saara-nee dan Hinata-nee. Kelak jika sudah besar kau harus berteman baik dengan adik kecil yang ada di dalam perut Hinata-nee.., jangan pilih-pilih makanan, mandilah dengan teratur, dan buatlah tubuhmu selalu hangat, bertemanlah dengan siapapun, tak perlu banyak asal mereka dapat menerimamu..."

Deg. Jantung Hinata berdegup kencang. Mendengar pesan Mito pada putera sematawayangnya itu, mengingatkan Hinata pada pesan Kushina pada Naruto, disaat istri Namikaze Minato itu meregang nyawa.

Hinata ingat jelas bagaimana dalam alam bawah sadarnya pesan yang hampir sama di titipkan Mito pada Nawaki, tak jauh berbeda dengan yang diamanatkan Kushina di penghujung hayatnya. 'Mungkinkah?

Air mata Nawaki tak dapat di tahan lagi. Sudah mati-matian ia menahan tangis sejak meninggalkan istana yang akan diserang itu. Lalu ketika mendengar sang ibu berniat menyusul sang ayah. Pangeran kecil itu tak mampu menahan kesedihannya.

Sekuat apapun Nawaki paksa dirinya tegar. Ia tetaplah seorang anak berusia sepuluh tahun yang masih membutuhkan kedua orang tuanya. Nawaki langsung menerjang tubuh ibunya dengan sebuah pelukan. Pelukan selamat tinggal.

"Apapun yang terjadi pada kami nanti, jangan pernah sekalipun kau menaruh dendam pada mereka, nak..." Mito berbisik pelan di telinga sang putera. Mengelus lembut tengkuk anak lelaki semata wayangnya ini dan hanya di jawab oleh anggukan oleh sang putera.

Mito tak ingin rantai lingkaran dendam ini semakin memanjang dan mendarah daging pada keturunan mereka. Cukup perang ini yang mengakhiri lingkaran setan ini.

Merelai pelukannya pada sang putera. Mito berdiri lalu memandang sendu Hinata. Tangan halus sang permaisuri membelai lembut perut besar Hinata. "Jaga bayimu baik-baik. Jangan pernah ceritakan tentang dendam kami padanya..."

Hinata mengangguk pelan dengan air mata yang terjatuh di pipi pualamnya. Semua ini akan terjadi. Hinata tahu itu. Ketika melihat klannya bersama Uchiha membantai klan Namikaze dan para siluman rubah yang terdosa ia tahu, bahwa lingkaran dendam ini akan sampai ke masa dimana satu persatu dari mereka akan saling memusnahkan dalam sebuah peperangan besar.

"Saara..." Mito memanggil lirih siluman rubah betina termuda yang merupakan muridnya. "Bawa Nawaki dan Hinata ke gunung Fuji. Minta pada Kurama Ojii-san untuk menarik seluruh tanda-tanda kitsune pada Nawaki, dan anak Hinata ketika ia dilahirkan. Biarkan mereka hidup tenang sebagai manusia... Harusnya itu yang kulakukan pada Naruto, bukan malah meracuninya dengan dendam."

Raut penyesalan benar-benar kentara di wajah Mito. Ia menghela nafasnya pelan dan perlahan berbalik. "Aku harus segera kembali. Suamiku menunggu disana." Ucapnya pasti sembari melangkahkan kaki.

"Oba-san.." Baru satu langkah ia tapaki. Suara Hinata memanggil lembut dirinya. Mito tak berbalik tapi ia menghentikan langkahnya untuk mendengarkan permintaan Hinata. "Katakan pada Naruto-kun bahwa aku selalu percaya pada ucapannya. Aku akan menunggunya menepati janji bahwa kami akan berkumpul bersama."

Setitik air mata jatuh dari manik kelabu Mito. Rasa ngilu dapat ia rasakan di relung hatinya. Hinata, wanita itu benar-benar mencintai keponakannya. Walau kehidupannya sendiri telah di porak-porandakan oleh keponakannya.

Hinata tersenyum miris. Kala menatap dari belakang Mito yang mengangguk pelan. Lalu perlahan punggung Mito kian menjauh seiring dengan langkahnya menuju sang suami yang tengah berperang.

Telinga Hinata dapat mendengar dengan jelas jerit tangis Nawaki mengiringi langkah sang ibu. Bocah berusia sepuluh tahun itu memeluk erat tubuh Saara sebagai pengganti sang ibu yang 'mungkin' tak dapat ia temui lagi.

...

Bak lagu pengantar kematian. Suara tiupan horagai itu kian berdengung jelas di telinga para Samurai setia penjaga Dinasti Matahari terbit ini. Pintu gerbang Dairi, istana dalam yang merupakan tempat tinggal keluarga Kaisar, bangunan inti dari tiga kompleks istana Kekaisaran Heian, bergerak brutal seolah tengah di dobrak dari luar.

"Buraku-in sudah jatuh."

Shikamaru mengangguk pelan menanggapi pernyataan sahabat sekaligus Jenderalnya tersebut. "Tinggal Dairi. Dan kita adalah pasukan yang terakhir."

Naruto menoleh kebelakang, ada para guru besar perguruan Shinto Ryu, beberapa ratus samurai elit yang tersisa, termasuk Sai. Dan sang Kaisar yang bersikeras ingin ikut bertarung. 'Hinata... aku akan selalu merindukanmu...' Safir birunya terpejam rapat. Air bening mengalir dari lipatan bawah kelopak mata sewarna madu miliknya. Bibirnya tersenyum kala kala pikirannya membayangkan wajah cantik sang istri.

Lalu dengan cepat kelopak mata itu terbuka, menampakkan mata rubahnya yang sewarna darah. Tangan kekarnya yang berlapis sarung tangan hitam itu mencabut katana api yang terselip disisi tubuhnya.

'Ini adalah pertarungan terakhir kita Teme, bukan karena dendam keluarga kita yang tak akan pernah usai. Bukan karena egoku menjadi penguasa Kamakura Bafuku. Hari ini aku Namikaze Naruto memimpin pertarungan ini semata karena kewajiban ku melindungi dinasti ini. Seperti jalan samurai yang pernah kita tempuh bersama. Sumpah setiaku untuk melindungi dinasti ini sampai tetes darah penghabisan. Tanggung jawabku karena menjadikan Samurai tangguh sepertimu seorang pengkhianat.'

...

Tubuh tegap berlapis pakaian besi itu turun dari kuda hitam tunggangannya. Uchiha Sasuke menapakkan sepatu besinya di tanah tepat di gerbang dairi. Tangannya terangkat ke udara memerintahkan ribuan pasukannya menghentikan semua penyerangan. Baik itu melepaskan anak panah atau menghantam pintu gerbang istana Dairi dengan bongkahan kayu pohon utuh.

Ribuan pasukan itu terbelah dua. Memberi jalan pada Jenderal mereka untuk melintas menuju gerbang istana.

"Dimana Toneri?" Tanya Sasuke pada Neji yang berada di sebelahnya.

"Sedang menangkap para peghuni Dairi yang berusaha melarikan diri. Dia tak akan melepaskan wanita perusak rumah tangga ibunya pergi begitu saja."

Sasuke mengangguk pelan. "Dia yang menginginkan istana ini, tapi malah aku yang harus membukanya. Cih, menyusahkan sekali. Tapi jika para pelarian itu tak di tangkap kita tak bisa menonton pembantaian yang sangat menyenangkan. Kita sudah lengah hingga beberapa orang bisa keluar dari Kyoto sebelumnya. Kuharap Toneri tidak bertindak bodoh hingga pelarian terakhir juga lolos." Senyum dingin nan mematikan tersungging di bibir Sasuke. Serangkaian rencana pembantaian keji tengah bersarang di otak cerdasnya.

Kakinya melangkah. Kian dekat dengan istana yang akan ia jatuhkan. Dalam sekali hentakan kakinya menendang pintu gerbang itu.

Uzumaki Naruto, sosok tegap yang berdiri di barisan paling depan, adalah orang pertama di tangkap oleh onix hitamnya. Melihat Naruto yang berdiri di dalam gerbang dan dia yang berdiri diambang gerbang. Membuat ingatan pembantaian klannya kembali menyeruak.

Bagaimana Naruto dan para pasukannya mendobrak pintu gerbang istana Kamakura Bafuku dan menghancurkan acara pelantikan sang kakak sebagai Shogun.

'Dulu kau dengan congkaknya mendobrak rumah kami, membantai seluruh keluargaku tanpa ampun di depan mataku. Hari ini, kau akan melihat bagaimana orang-orang yang kau cintai di bantai tanpa sisa. Dobe kau harus tahu bagaimana rasanya menyaksikan orang yang kau percaya membantai keluargamu. Bagaimana rasanya orang yang kau sayangi dihabisi dengan keji di depan matamu.'

Sasuke tak pernah tahu. Bahwa jauh sebelum mereka saling mengenal dan mengikat tali persaudaraan. Naruto pernah menyaksikan bagaimana ibunya di perkosa sampai mati oleh klan yang dibanggakan Sasuke. Menyaksikan kakek dan neneknya yang dibantai secara keji, dan menjadi saksi saat ayahnya di seret ke tiang gantungan. Mereka datang dari desa kecil di kaki gunung Fuji. Hanya berniat menyaksikan hanabi matsuri terbesar di Kyoto dan berakhir dengan sebuah pembantaian tragis oleh para klan penguasa.

Sasuke bahkan tengah sibuk melindungi para wanita klannya di dalam istana saat Naruto membeberkan kebusukan klannya di malam pembantaian Uchiha.

...

"Akhhh.." Sebuah jeritan menyayat hati menggema di hutan pinus itu.

Sebuah anak panah beracun menancap di leher salah satu samurai yang berdiri di depan Hinata. Samurai yang bertugas melindungi Hinata yang tengah terlelap di bawah pohon pinus.

Mereka memutuskan beristirahat saat melihat kondisi Hinata yang kelelahan dan membiarkan Hinata terlelap. Namun kemalangan justru menimpa rombongan ini.

Hinata membuka kelopak matanya paksa ketika mendengar jeritan itu. Ia menatap pemandangan disekelilignya. Belasan samurai yang bertugas menjaganya sudah menjadi mayat dan bergelimpangan. Wajah wanita hamil itu tiba-tiba menjadi pucat pasi.

Nawaki yang tadi tertidur di pangkuannya kini memeluk tubuhnya ketakutan saat melihat seseorang dari arah samping mendekat kearah mereka.

"Mencari apa Hime?"

Hime, sebuah panggilan yang hanya disuarakan oleh suami tercintanya kali ini di dengungkan oleh suara yang sangat asing. Dengan sangat perlahan ia menolehkan kepalanya. Pria bersurai perak yang samar-samar muncul dalam ingatannya.

"To..To...Toneri...." Hinata terbata saat otaknya mulai mengingat pria yang pernah di jodohkan dengannya di usia amat belia.

"Ku kira kau sudah melupakanku.." Ujar Toneri dengan nada kecewa di buat-buat.

"HINATA!!!! LARI!!!!"

Hinata terkesiap dan berusaha berdiri dengan dibantu oleh Nawaki. Ia menoleh ke asal teriakan itu. Shizune, istri dari guru Shinto Ryu itulah yang berteriak. Dan dengan mudah seorang Samurai memukul tengkuknya hingga tak sadarkan diri.

Hinata mengeratkan pelukan pada perut besarnya dan punggung Nawaki yang ketakutan. Ia mengedarkan pandangannya. Satu persatu dari balik pohon pinus itu muncul orang-orang yang selama ini melindunginya dalam kondisi terikat. Hanabi, Tomoyo, dan Shizune yang terikat oleh tali kekang kuat. Juga Saara dan Sasori yang terlulai lemas dalam ikatan rantai emas penakluk siluman.

Nawaki memeluk erat kaki Hinata ketika Toneri kian dekat dengan mereka. Pria licik bersurai perak itu menunduk dan mensejajarkan wajahnya dengan sang pangeran kecil.

"Hei, adik kecil apa kau kenal padaku, aku ini kakakmu.." Suara iblis Toneri yang dibuat-buat ramah itu sontak membuat Nawaki mendongak.

"Cuih!" Entah karena rasa jijiknya saat Toneri mengaku sebagai kakaknya. Sontak membuat Nawaki kehilangan rasa takutnya. Ia dengan berani meludahi wajah Toneri.

"Sepertinya wanita jalang itu tak mengajarimu sopan santun." Toneri menggeram murka sambil menghapus ludah Nawaki di pipinya. Tangannya terulur dan...

"Akhhhhh, hiks....." Menjambak surai cokelat muda sang pangeran kecil. Lalu dengan kejinya melempar tubuh kecil Nawaki menjauh dari Hinata.

"Jangan sakiti dia!!!" Hinata terpekik kencang dan berusaha berlari membantu Nawaki. Tapi... "Akhhhhhh......," wanita yang tengah hamil tua itu tercekat saat surai di ubun-ubunnya di tarik paksa oleh Toneri.

"Hinata-nee...!!!" Hanabi terpekik kencang sambil berusaha melepaskan diri ketika melihat sang kakak berteriak kesakitan. Namun naas sesaat kemudian tengkuknya juga di pukul hingga tak sadarkan diri menyusul Tomoyo dan Shizune.

"Ck ck ck, Himenya Uzumaki keparat ini ternyata suka sekali ikut campur ya...??" Toneri menyandarkan paksa tubuh Hinata pada tubuhnya.

"Uhhhhhh..., sakit.... lepas....!!!" Hinata berteriak sambil meronta. Kepalanya terasa sangat nyeri saat satu tangan Toneri meremas ubun-ubunnya.

"Hum? Lepas?" Toneri mendekatkan bibirnya pada telinga Hinata. Berbisik pelan namun membuat bulu roma Hinata menegang. "Setelah kami memeriksa perut gendutmu ini."

Tubuh Hinata seketika menegang saat Toneri menyinggung tentang perut yang menjadi tempat bernaung buah hatinya. Terlebih lagi saat ia merasakan tangan Toneri yang tak mencengkram tempurung kepalanya kini tengah menyusup ke balik obi longgarnya. Mengusap langsung tanpa halangan sehelai benangpun perut buncitnya dengan gerakan memutar.

"Besar sekali....." Toneri terus memutarkan tangannya di permukaan perut Hinata, seolah tengah menerka sesuatu. "Apa kau hamil bayi kembar hm...?"

"Ughhhh...." Hinata hanya melenguh kecil. Karena usapan Toneri pada perut besarnya berubah menjadi remasan kecil yang membuat perutnya kejang.

"Sudah berapa bulan hmmmm???" Tanyanya pelan namun menusuk.

Hinata menggeleng pelan sambil merintih kesakitan. Ia tak akan menjawab. Toneri benar-benar menyiksanya jauh lebih kejam. Bahkan lebih kejam dari penyiksaan Neji. Satu tangan Toneri menjambak dan meremas rambut di ubun-ubunnya. Sementara tangannya yang lain meremas-remas perut buncitnya.

"Tak mau menjawab hmmmm, baiklah....." Kedua tangan Toneri kini berpindah menangkup perut buncit Hinata dan....

"Akkkkkkkkkkkhhhhhhhhhhh.." Jerit pilu kesakitan itu terus menggema di hutan pohon pinus yang hening.

Tanpa belas kasihan sedikitpun Toneri dengan kedua tangannya menekan kuat perut besar berisi janin itu. Tubuh Hinata meronta, menggelinjang kesakitan. Kaki yang ia hentak-hentakan ke tanah tak membantu apapun untuk melepaskan cengkraman Toneri pada kandungannya.

"Katakan berapa usia janin busukmu ini hah!!!!"

Hinata kembali menggeleng sambil merintih kesakitan. Tidak, jika Toneri mengetahui usia kandungannya mendekati sembilan bulan. Pria itu akan mengeluarkan hoshi no tama Kushina dari rahimnya saat ini juga. Menarik paksa bayi itu dari dalam rahimnya dan memakan buah hatinya yang tak berdosa.

Tapi jika terus bungkam, ia dan bayi dalam kandungannya akan mati pelan-pelan karena remasan tangan Toneri yang dialiri segel kitsune.

"Lepaskan Hinata-nee!!!" Nawaki terus memukul-mukul kaki Toneri agar melepaskan kakak sepupunya itu. Namun sia-sia. Kakuzu salah satu anggota Akatsuki, menyeret tubuh bocah itu, melemparnya ketanah, lalu memukulinya hingga tak sadarkan diri.

Dendam atas penolakan Hyuuga pada dirinya sebagai calon suami Hinata saat ia dan ibunya di usir dari istana, membuat pria ini sama sekali tak mempedulikan rintih pilu wanita yang tengah berjuang membawa kehidupan baru ini.

'Naruto-kun... Tolong....'

つづく
Tsudzuku

Ini lho yg namanya Horagai : terompet dari keong yang di gunakan para samurai pada masa Jepang Kuno untuk pertanda perang. kalo di Jepang jaman sekarang sih cuma di pake buat festival 😊

Continue Reading

You'll Also Like

111K 19.6K 38
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
23.5K 3.4K 17
Satu-satunya yang Hinata Hyuuga miliki adalah keteguhan hatinya pada cinta yang tidak pernah terbalas, sampai akhirnya dia menyerah demi kebahagiaan...
213K 17.1K 30
[SELESAI] //Yosougai - Naruto Fanfic [REVISI BERTAHAP]// "Izinkan kami berpisah," ucap Sakura. Semua yang ada di ruangan itu menghentikan aktivitas m...
28.3K 1.3K 34
‼️FOLLOW DULU SEBELUM BACA ‼️ Start 17 Januari 2022 - Finish 24 Januari 2023 Earth Zakeisha Putri seorang primadona sekolah, yang terpaksa harus menj...