Kembalinya Pendekar Pemanah R...

By JadeLiong

120K 1.7K 44

Sekuel kedua dari trilogi Pendekar Rajawali yang melegenda. Latar belakang kisah novel ini terjadi pada masa... More

Jilid 1
Jilid 2
Jilid 3
Jilid 4
Jilid 5
Jilid 6
Jilid 7
Jilid 8
Jilid 9
Jilid 10
Jilid 11
Jilid 12
Jilid 13
Jilid 14
Jilid 15
Jilid 16
Jilid 17
Jilid 18
Jilid 19
Jilid 20
Jilid 21
Jilid 22
Jilid 24
Jilid 25
Jilid 26
Jilid 27
Jilid 28
Jilid 29
Jilid 30
Jilid 31
Jilid 32
Jilid 33
Jilid 34
Jilid 35 (TAMAT)

Jilid 23

3.2K 44 0
By JadeLiong

Setelah berlari tak jauh, mendadak nona tadi berhenti termenung di depan sebatang pohon bunga cinta. selang sejenak ia menoleh dan tertawa kepada Nyo Ko, lalu berkata: "Jika kuberi tahukan namaku, tapi kau tidak boleh katakan lagi kepada orang lain, lebih-lebih tidak boleh memanggil aku di depan orang lain."
"Wah, banyak amat syaratnya, baiklah, aku bersumpah." ujar Nyo Ko dengan sikapnya yang kocak

Si nona tertawa pula, lalu berkata : "Ayahku she Kongsun..." dia tetap tak mau mengatakan namanya sendiri secara langsung, tapi sengaja berputar untuk menyebut namanya,

"Dan siapakah she nona?" sela Nyo Ko.
"Entah, boleh kau terka sendiri," jawab si nona sambil tertawa geli, lalu melanjutkan: "Yang jelas ayahku memberikan nama kepada puteri tunggalnya yaitu Lik-oh".
"Sungguh nama yang bagus, secantik orangnya," puji Nyo Ko.
Setelah memperkenalkan namanya. Kongsun Lik-oh menjadi lebih akrab terhadap Nyo Ko, katanya pula: "Sebentar ayah akan bertemu dengan kau, tapi jangan kau tertawa padaku."
"Memangnya kenapa?" tanya Nyo Ko.
"Apabila ayah mengetahui aku pernah tertawa padamu, apalagi mengetahui aku telah memberitahukan namaku padamu, wah, entah cara bagaimana dia akan menghukum diriku," kata Kongsun Lik-oh.
"Masakah begitu bengis ayahmu?" ujar Nyo Ko. "Semalam kalian dihukum panggang di rumah batu itu, masakah dia tidak sayang kepada puterinya yang begini cantik ini?"
Mata Kongsun Lik-oh menjadi merah basah. jawabnya: "Dahulu ayah sangat sayang padaku, tapi sejak ibuku meninggal ketika umurku baru sepuluh tahun, selanjutnya ayah lantas makin bengis padaku, Apalagi nanti kalau ayah sudah punya isteri baru, entah bagaimana nasibku ini kelak." Habis berkata, tak tertahan lagi air matanya lantas menetes.
Nyo Ko berusaha menghiburnya: "Setelah menikah, ayahmu tentu gembira dan pasti akan perlakukan kau dengan lebih baik."
Kongsun Lik-oh menggeleng, katanya: "Aku lebih suka dia terlebih bengis padaku daripada dia mengambil isteri baru lagi."
Karena sejak kecil Nyo Ko sudah ditinggalkan ayah-bundanya. maka perasaan kekeluargaan demikian kurang dipahami olehnya, dia hanya ingin membikin senang hati si nona, maka ia berkata pula: "Ibumu yang baru tentu tiada setengahnya daripada kecantikanmu-"
"Salah kau," cepat Lik-oh menyanggah "Justeru ibuku yang baru itulah seorang wanita cantik sejati. ilmu silatnya juga bagus. Kemarin ketika kami berhasil menangkap pulang Ciu Pek-thong, kalau saja ayah dan ibu baru tidak lagi bertanding silat dan tidak sempat memeriksanya tentu si anak tua nakal tak bakalan bisa kabur."
"llmu silat ayahmu dan ibumu yang baru itu siapa lebih tinggi?" tanya Nyo Ko.
"Sudah tentu ayah lebih tinggi, kalau tidak, masakah ibu baru mau menjadi isterinya?" jawab Lik-oh, "Lusa adalah hari perkawinan mereka, besar kemungkinan ayah akan mengundang kalian tinggal dua-tiga hari lagi di sini untuk menghadiri pesta nikahnya. Ai, aku sendiri lebih baik pergi sejauhnya saja."
Setelah berbicara sekian lama, sementara itu sang surya sudah makin tinggi di ufuk timur, Lik-oh tersadar dan berkata: "Lekas kau kembali ke sana, jangan sampai kita dipergoki para suhengku dan dilaporkan kepada ayah."
Serentak timbul rasa kasihan kepada keadaan si nona, Nyo Ko genggam tangan sebelah tangan nona itu dan tangan lain menepuk pelahan pada bahunya sebagai tanda simpatik, habis itu ia terus melangkah kembali ke rumah batu itu.Belum lagi dia memasuki pintu rumah sudah lantas mendengar suara teriakan Be Kong-co yang lagi mengomel karena makanan tidak enak dan merasa disiksa segala.
Terdengar In Kik-si lagi berkata: "Be-heng, jika kau membawa sesuatu barang yang berharga, kukira kau harus menyimpannya dengan baik, tampaknya Kokcu di sini tidak bermaksud baik."
Be Kong-co tidak tahu In Kik-si sengaja menggodanya ia mengira betul apa yang dikatakan itu, maka berulang mengiakan.
Waktu Nyo Ko masuk rumah, tertampak di atas meja batu tersedia beberapa piring kelopak bunga cinta, sudah tentu tiada seorangpun yang doyan makanan istimewa itu dan karena itu semuanya tampak bersungut.
Pada saat itu juga datanglah seorang berbaju hijau dan memberitahu bahwa sang Kokcu mengundang kehadiran Nyo Ko berenam, Kim-lun Hoat ong, Nimo Singh dan lainnya adalah tokoh terkemuka dunia persilatan, di manapun mereka selalu disambut sendiri oleh tuan rumah, bahkan pangeran yang berkuasa seperti Kubilai juga menghormati mereka, siapa duga sampai di lembah sunyi ini mereka justeru diperlakukan dengan dingin oleh tuan rumahnya, tentu saja mereka sangat mendongkol.
Namun, merekapun penuhi undangan itu, hanya dalam hati mereka sama membatin: "Sebentar kalau sudah bertemu biarlah Kokcu keparat itu disuruh rasakan kelihayanku."
Begitulah mereka berenam terus ikut orang berbaju hijau itu menuju ke belakang gunung, mendadak di depan sana terbentang hutan bambu yang luas, biasanya di daerah utara jarang ada pohon bambu, apalagi hutan bambu selebar ini.
Mereka terus menyusuri hutan bambu itu, terendus bau harum bunga yang menyegarkan semangat. Setelah menembus hutan bambu itu, terlihatlah alam luas sejauh mata memandang penuh Cui-sian-hoa (bunga dewi air) belaka.
Kiranya tanah di situ adalah empang yang dangkal, dalam air cuma sebatas betis saja dan penuh tumbuh bunga yang harum itu.
Padahal Cui-sian-hoa itu adalah tumbuhan khas daerah selatan, entah mengapa bisa muncul di atas gunung daerah utara ini? Kim-lun Hoat-ong pikir tentu di puncak gunung ini adalah sebangsa sumber air panas, karena tanahnya menjadi subur dan hawa hangat, makanya bunga daerah selatan dapat tumbuh dan mekar dengan suburnya.
Pada permukaan empang yang sangat luas itu kelihatan ada tonggak kayu yang berjajar dalam jarak dua-tiga meter, Orang berbaju hijau yang mengantar mereka itu mendahului melompat ke atas tunggak kayu pertama, seterusnya ke tunggak kedua dan ketiga dan begitu selanjutnya seperti di tanah datar saja.
Nyo Ko berenam juga menirukan cara melintasi empang itu seperti orang berbaju hijau, hanya Be Kong-co saja karena tubuhnya segede kerbau, Ginkangnya juga kurang, meski langkahnya lebar, tapi sukar mencapai dua-tiga meter sekali melangkah, akibatnya beberapa tunggak menjadi ambruk terinjak olehnya, akhirnya ia menjadi tidak sabar, diseberanginya empang itu dengan berjalan di air.
Sesudah melintasi empang bunga dewi air, tertampaklah di tempat yang rindang di kejauhan sana enam tamunya. lalu berkata: "Selamat datang, silahkan, kelihatan dua kacung berbaju hiiau dengan memegang kebut yang semula berdiri di depan pintu, seorang diantaranya segera masuk melapor, sedangkan kacung yang Iain lantas membukakan pintu untuk menyambut tamu.
Selagi Nyo Ko ragu apakah tuan rumahnya juga akan muncul menyambut kedatangan mereka atau tidak, sekonyong-konyong bayangan hijau berkelebat di depan mata, tahu-tahu seorang kakek berjenggot panjang dan berjubah hijau sudah berdiri di depan mereka.
Perawakan kakek ini sangat pendek, tidak lebih dari satu meter, mukanya jelek lagi aneh, mulutnya menjengkit, hidungnya pesek, daun telinga lebar seperti kuping gajah, memakai jubah hijau dari kain kasar, ikat pinggangnya adalah tali rumput warna hijau pula, Sungguh istimewa wajah dan dandanannya.
Nyo Ko merasa heran bahwa puterinya begitu cantik, mengapa sang Kokcu begini aneh dan jelek?
Kakek cabol itu memberi hormat kepada ke-enam tamunya, lalu berkata: "Selamat datang, silakan duduk di dalam dan sekadar minum teh !"
Nimo Singh berpikir: "Aku sendiri pendek.. tapi Kokcu di sini ternyata juga cebol, sebentar ingin kutahu apakah cebol macammu lebih hebat atau cebol macamku lebih lihay." Segera ia mendahului ke depan dan mengulurkan tangan sambil berkata: "Selamat bertemu !"
Kakek berjenggot panjang itupun menyodorkan tangannya, begitu tangan berjabat tangan, seketika Nimo Singh mengerahkan tenaganya.
Melihat kedua orang bermaksud menguji tenaga, orang lain cepat menyingkir ke samping, mereka tahu pertandingan dua tokoh lihay tentu tidak boleh diremehkan akibatnya.
Semula Nimo Singh hanya mengerahkan tiga bagian tenaganya, terasa pihak lawan tidak memberi reaksi apapun dan juga tidak balas menggempur. ia rada heran, segera ia tambahi lagi tiga bagian tenaga, terasa yang tergenggam ditangan itu seperti sepotong kayu yang keras, Waktu Nimo Singh menambahi lagi tiga bagian tenaganya, sekilas air muka kakek berjenggot panjang itu bersemu hijau, lalu tenang kembali dan tangannya tetap kaku dan keras.
Nimo Singh sangat heran, sisa tenaganya yang masih sebagian itu tidak berani dikeluarkan lagi, ia kuatir kalau mendadak pihak lawan melancarkan serangan balasan dan diri sendiri sudah tiada tenaga cadangan untuk menghadapi tentu diri sendiri akan celaka. BegituIah ia lantas tertawa, lalu me!epaskan tangan lawan".
Pertarungan halus ini ternyata tidak kelihatan pihak mana yang lebih unggul entah si kakek berjenggot sengaja mengalah atau memang cuma begitu saja kekuatannya. Nimo Singh merasa sia-sia ketika perasaannya tadi, betapa hebat kepandaian lawan ternyata sedikitpun sukar dijajaki.
Kim-lun Hoat-ong berjalan di belakang Nimo Singh, ia sangat cerdik, ia pikir kalau Nimo Singh tak dapat mengukur kepandaian lawan, maka dirinya juga tidak perlu mengujinya Iagi. Dengan tenang ia terus masuk saja kedalam rumah disusul dengan Siau-siang-cu dan In Kik-si.
Menyusul adalah Be Kong-co, dilihatnya jenggot si kakek yang panjang itu terjulai sampai di atas tanah, Memangnya dia sedang dongkol karena sejak pagi belum makan apapun, rasa lapar ditambah rasa gusar, segera ia sengaja mencari gara-gara.
Waktu melangkah masuk pintu rumah itu, ia berlagak tidak tahu, sebelah kakinya terus menginjak ke atas jenggot si kakek sehingga ujung jenggot terinjak.
Tapi kakek itu tidak berbuat apapun, dia cuma berkata : "Hati-hati tuan."
Kaki Be Kong-co yang lain sengaja menginjak pula di atas jenggot orang, lalu pura-pura tidak tahu dan bertanya : "Ada apa ?"
Si kakek menggeleng pelahan, kontan Be Kong-co tergebat dan jatuh terjengkang.
Jatuhnya sesosok tubuh sebesar itu tentu saja menimbulkan suara gedebuk yang keras.
Nyo Ko berjalan paling belakang, cepat ia memburu maju, --sebelah tangannya menyanggah pantat Be Kong-co terus disodok ke depan, seketika tubuh yang besar itu melayang ke sana, dengan enteng dapatlah Be Kong-co berdiri tegak kembali sambil meraba bckong yang kesakitan itu dengan meIongo.
Si kakek berjenggot anggap tidak pernah terjadi apapun, dia menyilakan keenam tamunya mengambil tempat duduk yang telah tersedia, lalu berseru nyaring: "Para tamu sudah tiba, harap Kokcu suka menemuinya."
Nyo Ko dan lainnya sama terkesiap, baru sekarang mereka tahu bahwa si kakek cebol berjenggot panjang ini kiranya bukan sang Kokcu.
Dalam pada itu dari ruangan belakang telah muncul belasan orang lelaki perempuan berseragam baju hijau dan berdiri berjajar di sebelah kiri, Habis itu dari balik pintu anginpun keluar seorang lelaki, setelah memberi salam kepada tetamunya, lalu iapun berduduk.
Orang terakhir ini adalah sang Kokcu, usianya sekitar 45-46 tahun, wajahnya bagus, dapat dibayangkan 20 tahun yang lalu tentu dia ini seorang pemuda yang cakap, cuma sekarang air mukanya rada pucat kuning dan kurus sehingga sukar diketahui bahwa dia memiliki ilmu silat maha tinggi.
Sesudah Kokcu itu berduduk, beberapa kacung berbaju hijau lantas menyuguhkan teh. Di ruangan tamu ini segala perabotan dan pakaian seluruhnya berwarna Hijau, hanya jubah yang dipakai sang Kokcu berwarna biru manikam sehingga tampaknya sangat menyolok di tengah2 yang segalanya serba hijau itu.
Sejenak kemudian sang Kokcu mengebaskan lengan bajunya yang panjang, lalu angkat mangkok teh dan berseru. "Silakan minum tuan-tuan yang terhormat !"Melihat air teh di dalam mangkok yang di-suguhkan padanya itu sangat cemplang, keruan hati Be Kong-co bertambah dongkol ia terus berteriak: "He, tuan rumah, daging kau tidak doyan, minum teh juga setawar ini, pantas kalau kau selalu kelihatan sakit-sakitan."
Sang Kokcu tidak memperlihatkan reaksi apa-pun, sehabis minum tehnya, ia menjawab : "Selama beberapa ratus tahun hidup di lembah ini kami melulu makan minum cara begini."
"Coba jelaskan, apa paedafanya hidup cara demikian? Apakah bisa menjadikan kau panjang umur?" tanya Be Kong-co.
"Yang pasti pantangan makan barang berjiwa dan hidup sederhana demikian sudah dimulai sejak kakek moyang kami hijrah menetap di sini pada jaman Tong-hian-cong, kami sebagai anak cucunya tiada yang berani melanggar peraturan ini," jawab sang Kokcu.
"Oh, jadi keluarga kalian sudah menetap di sini sejak dinasti Tong, sungguh lama dan kerasan sekali," kata Kim-lun Hoat-ong.
Mendadak Siau-siang-cu ikut bertanya dengan suaranya yang banci: "Eh, jika begitu kakek moyangmu itu tentu pernah melihat Nyo-kuihui (seorang selir kaisar Tong-hian-cong yang sangat cantik)?"
Suara Siau-siang-cu ini kedengaran sangat aneh, sebenarnya suaranya sudah cukup dikenal oleh Nimo Singh, In Kik-si dan lainnya, karena ini mereka menjadi heran, mereka sama memandang wajah Siau-siang-cu, serentak mereka terperanjat ternyata wajah Siau-siang-cu telah berubah sama sekali, mukanya yang memang kaku pucat sebagai mayat kini bertambah aneh luar biasa.
Diam-diam Nimo Singh dan lainnya menjadi jeri, mereka menyangka ilmu yang dilatih Siau-siang-cu itu ternyata begini lihay, apabila dikeluarkan bahkan air mukapun bisa berubah sama sekali. Bahwa sekarang Siau-siang-cu telah mulai mengerahkan ilmunya, tentu segera dia akan mulai melabrak sang Kok-cu. Karena pikiran demikian, Nimo Singh dan lainnya juga sama siap siaga.
Begitulah terdengar sang Kokcu lagi menjawab: "Leluhurku memang pejabat tinggi dan pemindahan leluhur kami ke sini ketika itu memang untuk menghindari keganasan menteri dorna Nyo Kok-tiong yang berkuasa pada masa itu."
Kembali Siau-siang-cu mengakak dan berkata: "Haha, jika begitu leluhurmu itu pasti pernah minum air cuci kaki Nyo-kuihui."
Ucapan ini sungguh membikin kaget semua orang, jelas kata-kata demikian berarti suatu tantangan terhadap sang Kokcu dan pertarungan pasti segera akan terjadi.
Diam-diam Kim-lun Hoat-ong dan lainnya merasa heran, padahal mereka kenal Siau-siang-cu biasanya sangat licik dan licin, segala persoalan lebih suka ditimpakan kepada orang lain, mengapa sekarang dia mau tampil ke muka sendiri?
Kokcu itu ternyata tidak gubris ucapan Siau-siang-ciu itu, dia cuma memberi isyarat kepada si kakek jenggot panjang yang berdiri di belakangnya.
"Hm" kakek berjenggot itu berseru: "Kokcu menghormati kalian sebagai tamu, sebab itulah kalian diperlakukan dengan baik, tapi mengapa kau bicara secara ngawur ?"
Siau-siang-cu terkekeh lagi dan berkata dengan nada suara yang dibuat-buat: "Hehe, leluhurmu itu pastilah pernah minum air cuci kaki Nyo-kui-hui, aku berani bertaruh dengan potong kepalaku ini."
Be Kong-cu merasa terheran-heran, ia bertanya: "Hai, Siau-heng, darimana kau tahu begitu pasti ? Apakah waktu itu kau juga minum air cuci kaki itu bersama dia?"
Kembali Siau-siang-cu tertawa, tapi sekali ini nada suaranya berubah pula, katanya: "Jika bukan lantaran muak terlalu banyak minum air cuci kaki itu, mengapa orang hidup tidak makan minum sebagaimana lazimnya ?"
Kim-lun Hoat-ong dan lainnya sama mengerut kening dan merasa ucapan Siau-siang-cu ini keterlaluan, makan-minum adalah kebiasaan masing2 orang, mana dapat dipersamakan dan dijadikan bahan olok-olok?
Tampaknya si kakek berjenggot panjang tidak tahan lagi, ia melangkah ke tengah ruangan dan berseru : "Siau-siansing, setahuku kami tidak berbuat kesalahan apapun padamu, jika engkau benar-benar ingin coba-coba, marilah maju sini !"
"Boleh!" kata Siau-siang-cu, mendadak orangnya bersama kursinya melompati meja di depannya dan tahu-tahu berduduk di tengah ruangan, "Nah, kakek jenggot panjang, siapa namamu ? Kau kenal namaku, tapi aku tidak tahu namamu, kan tidak adil?"
Ucapan ini seperti tepat tapi juga lucu, keruan kakek berjenggot itu bertambah gusar, tapi diam2 iapun waspada setelah menyaksikan lompatan orang berikut kursinya dengan gaya yang gesit dan lihay itu.
Terdengar sang Kokcu berkata: "Boleh kau beritahukan dia, tidak soal."
"Baik," jawab si kakek berjenggot panjang, "Nah, dengarkan, aku she Hoan bernama It-hong. sekarang silakan berdiri dan marilah kita mulai!"
"Kau menggunakan senjata apa? Coba perlihatkan padaku dahulu !" kata Siau-siangcu.
"Kau ingin bertanding dengan bersenjata? Boleh juga !" ucap Hoan It-hong. Mendadak sebelah kakinya memukul lantai sambil berseru : "Ambilkan sini!"
Serentak dua kacung berbaju hijau tadi berlari ke ruangan dalam, keluarnya kedua kacung itu sudah menggotong sebatang tongkat yang pangkalnya berukirkan kepala naga, panjang tongkat sekitar, dua meter.
Tentu saja Nyo Ko dan lainnya terperanjat, mereka tidak habis paham mengapa si kakek cebol itu menggunakan senjata yang panjangnya hampir dua kali daripada panjang badannya, cara bagaimana akan dapat dimainkannya?
Ternyata Siau-siang-cu tidak ambil pusing terhadap senjata orang, ia sendiri lantas mengeluarkan dari dalam bajunya yang longgar itu sebuah gunting raksasa dan berkata: "lni senjataku, apakah kau tahu kegunaannya ?"
Kalau semua orang paling-paling cuma heran saja atas gunting besar itu, tidak demikian dengan Nyo Ko, ia terperanjat sekali, tanpa meraba rangselnya iapun yakin bahwa gunting besar miliknya itu sudah hilang.
Gunting raksasa itu khusus dipesannya pada pandai besi Pang dan ingin digunakan untuk memotong ujung kebut Li Bok-chiu, kini ternyata kena dicuri oleh Siau-siang-cu di luar tahunya?
Sementara itu Hoan It-hong telah pegang tongkat panjang yang digotong keluar kedua kacung tadi, dia pegang bagian tengah tongkat, lalu di-jungkirkan, pangkal tongkat dipukulkan pelahan pada lantai.
Karena ruangan tamu rumah batu itu sangat luas, ketokan tongkat baja itu dengan sendirinya menimbulkan suara gemerantang yang nyaring mengejutkan.
Dengan tangan kanan Siau-siang-cu memegangi guntingnya, jarinya dikerjakan sekuatnya barulah gunting itu dapat terbuka dan terkatup, lalu ia berseru : "He, orang cebol berjenggot, tentunya kau tidak kenal nama guntingku ini, apakah kau perlu kuberitahukan dahulu ?"
"Huh, senjata rombengan entah kau temukan dari mana, masakah punya nama yang baik?" jengek si kakek alias Hoan It-ong dengan mendongkol.
"Benar, namanya memang kurang enak di-dengar," ujar Siau-siang-cu dengan bergelak tertawa, "Gunting ini disebut Kau-mo-cian (gunting bulu anjing)."
Nyo Ko merasa kurang senang, pikirnya : "Brengsek ! Masakah guntingmu itu kauberi nama begitu ?"
Dalam pada itu terdengar Siau-siang-cu lagi berkata : "Karena kutahu di sini ada makhluk aneh berjenggot panjang, maka sengaja kupesan gunting bulu anjing ini untuk memotong jenggotmu".
Berbareng Nimo Singh dan Be Kong-co bergelak tertawa, In Kik-si dan Nyo Ko juga ikut tertawa walaupun tidak keras, Hanya Kim-lun Hoat-ong dan sang Kokcu saja yang tetap duduk tenang berhadapan seperti tidak mendengar apa yang terjadi itu.
Segera Hoan It-ong angkat tongkatnya dan diputar sedikit, serentak berjangkit angin keras, lalu ia berkata: "Memangnya jenggotku ini sudah terlalu panjang, jika kau ingin menjadi tukang cukur, wah, kebetulan bagiku, Nah silakan mulai !"
Siau-siang-cu seperti terkesima memandangi dinding ruangan itu dan sama sekali tidak mendengarkan ucapan Hoan It-ong, tapi begitu orang selesai bicara, mendadak guntingnya menyambit ke depan secepat kilat, "creng", kontan ia menggunting jenggot lawan.
Sama sekali Hoan It-ong tidak menyangka dalam keadaan masih berduduk mendadak Siau-siang-cu dapat melancarkan serangan, untuk menghindar jelas tidak keburu lagi, terpaksa ia menggunakan gerakan istimewa, sekuatnya tangan menahan batang tongkatnya, tubuhnya terus meloncat ke atas.Dalam sekejap itu kedua orang telah sama2 memperlihatkan gerak kilat yang mengejutkan namun Hoan It-ong tetap rugi dalam keadaan diserang lebih dulu tanpa terduga, meski guntingan itu dapat dihindarkan, tidak urung ujung beberapa utas jenggotnya masih tergunting putus juga.
Siau-siang-cu tampak sangat senang, jenggot yang putus itu disambernya terus ditiupnya, tiga-tmpat utas jenggot itu lantas terbang ke arah mangkok teh sendiri yang terletak di meja, menyusul terdengarlah suara nyaring, mangkok teh itu jatuh dan pecah berantakan.
Nyo Ko dan lainnya cukup paham bahwa pecahnya mangkok itu adalah disebabkan hawa yang ditiupnya Siau-siang-cu itu. Tapi Be Kong-co tidak tahu hal ikhwalnya, ia mengira mangkok teh itu jatuh lantaran tersodok oleh samberan bulu jenggot yang ditiup itu. Segera ia berteriak: "Wah, hebat benar jenggotmu itu, Siau-siang-cu !"
Sambil tertawa Siau-siang-cu mengacipkan guntingnya beberapa kali hingga menimbulkan suara "creng-creng", katanya: "Hayo maju sini, jenggot cebol!"
Semua orang kini dapat melihat lebih jelas ketika Siau-siang-cu tertawa ternyata kulit mukanya sama sekali tidak bergerak keruan semua orang bertambah kejut dan heran, Bahwa orang yang memiliki Lwekang maha tinggi memang sanggup tidak memperlihatkan sesuatu tanda gusar atau gembira, tapi air muka Siau-siang-cu yang kaku dan seram meski dalam keadaan gembira, hal ini sungguh luar biasa dan belum pernah mereka alami.
Berulang kali dipermainkan, Hoan It-ong semakin murka, ia memberi hormat kepada sang Kokcu dan berkata: "Suhu, terpaksa Tecu tidak dapat menghormati tamu kita secara layak."
Nyo Ko heran mendengar kakek cebol berjenggot itu memanggil sang Kokcu sebagai Suhu, padahal umurnya jauh lebih tua, masakah malah menyebutnya sebagai guru?
Terlihat sansi Kokcu memanggut sekalian sambil melambaikan tangannya, Segera Hoan It-ong mengayun tongkatnya, "wuttt", kontan kursi yang diduduki Siau-siang-cu itu dihantam. Meski tubuhnya pendek, tapi tenaganya luar biasa hebatnya, tongkat baja yang bobotnya ratusan kati itu, bila sampai kursi itu kena dihantam, tentu akan hancur berkeping.
Walau Nyo Ko dan lainnya datang bersama Siang-siang-cu, tapi sampai di mana kepandaian smjati kawannya itu hakikatnya merekapun tidak tahu persis, Maka mereka lantas mengikuti pertarungan itu dengan penuh perhatian.
Kelihatan tongkat si kakek sudah dekat dengan kaki kursi, mendadak tangan kiri Siau-siang-cu menjulur ke bawah, ternyata tongkat itu hendak dipegangnya. Malahan sekaligus gunting di tangan lain terus menyamber ke depan untuk menggunting jenggot lawan yang panjang itu.
Tidak kepalang gusar Hoan It-ong karena merasa orang terlalu meremehkan dirinya, cepat ia miringkan kepalanya hingga jenggotnya yang panjang itu melayang ke samping dan tongkatnya tetap dipukulkan ke tangan Siau-siang-cu yang hendak menangkap senjatanya itu, serangan ini dengan tepat mengenai telapak tangan, serentak semua orang bersuara kaget dan berbangkit.
Hoan It-ong menduga tangan orang pasti akan patah kena dihantamnya, tak tahunya ketika menyentak sasarannya, rasanya tongkat seperti menghantam air, lunak dan enteng, ia sadar keadaan bisa runyam, cepat ia menarik kembali tongkatnya, namun sudah terlambat, tongkat sudah tergenggam kencang oleh tangan Siau-siang-cu.
Segera Hoan It-ong merasakan pula lawan sedang membetot, segera ia dorong sekalian tongkatnya ke depan, Tongkat itu amat panjang, maka dorongannya itu sangat kuat, tampaknya Siau-siang-cu pasti akan terdesak meninggalkan kursinya jika tidak mau roboh terjungkal.
Tak terduga sedikit Siau-siang-cu kencangkan pantatnya, serentak orang berikut kursinya meloncat lagi ke samping, seketika dorongan tongkat Hoan It-ong tidak mencapai sasarannya, sedangkan pegangan Siau-siang-cu pada tongkatnya juga lantas dilepaskan.
Cepat Hoan It-ong memutar tongkatnya yang panjang itu dan kembali menyabet ke kepala lawan, Agaknya Siau-siang-cu sengaja hendak pamer kepandaiannya kembali orang bersama kursinya meloncat setingginya dan melayang lewat di atas samberan tongkat musuh.
Melihat gerakannya yang aneh lagi gesit itu, meski duduk di atas kursi, tapi tiada bedanya seperti orang berdiri saja, tanpa terasa semua orang sama bersorak memuji.
Hoan It-ong tak berani ceroboh lagi menghadapi lawan yang lihay itu, ia putar tongkatnya sedemikian cepat, ia pikir untuk menghantam tubuh orang jelas sukar, kalau dapat menghancurkan kursinya rasanya lebih baik. Karena itu tongkatnya terus mengincar untuk menyabet kursi lawan.
Siapa tahu ilmu silat Siau-siang-cu sungguh maha sakti, gunting di tangan kanan terus mengincar jenggot lawan, sedangkan tangan kiri selalu berusaha hendak merampas tongkat baja. Kedua orang terus berkisar kian kemari di ruangan tamu yang luas itu, dalam sekejap saja berpuluh jurus sudah berlangsung, tampaknya kedua orang sama kuat dan belum ada yang lebih unggul, tapi Siau-siang-cu yang tetap berduduk saja di kursinya, serangan Hoat It-ong ternyata disepelekan olehnya.
Diam-diam Kim-lun Hoat-ong dan lainnya terkejut, mereka tidak mengira Siau-siang-cu yang lebih mirip mayat hidup itu ternyata memiliki kepandaian sehebat ini.
Setelah belasan jurus lagi, tongkat Hoan It-ong masih terus mengincar dan menyabet kursi lawan, terdengar suara kaki kursi yang mengetok lantai riuh ramai tiada hentinya dan makin lama makin cepat.
Mendadak sang Kokcu berseru kepada Hoan It-ong: "Jangan hantam kursinya, kau pasti bukan tandingannya !"
Hoan It-ong melengak, tapi segera ia menyadari peringatan sang guru, ia pikir: "Ya, dia duduk di atas kursi barulah aku sanggup menandingi dia dengan sama kuat, apabila kursinya hancur dan dia berdiri di tanah, mungkin dalam beberapa jurus saja jenggotku pasti sudah terpotong oleh guntingnya."
Cepat ia ganti permainan tongkatnya dan diputar semakin cepat sehingga tubuhnya yang pendek itu se-olah2 terbungkus oleh sinar tongkat, sedangkan di luar gulungan sinar perak itu adalah sesosok bayangan orang yang mirip mayat hidup sedang berlompatan, pemandangan demikian menjadi sangat aneh dan menarik
Rupanya sang Kokcu tahu Siau-siang-cu sengaja hendak mempermainkan lawannya, kalau berlangsung lagi, sebentar Hoan It-ong pasti akan kecundang.
Segera ia berbangkit dan melangkah maju, katanya: "lt-ong, kau bukan tandingan orang kosen ini, mundur saja kau !"
Karena perintah sang guru itu, Hoan It-ong mengiakan dengan suara keras, tongkatnya ditarik dan segera ia hendak mengundurkan diri.
Tak terduga Siau-siang-cu terus berteriak: "Tidak boleh ! Tidak boleh !" - Mendadak tubuhnya melayang maju meninggalkan kursinya terus menubruk ke atas batang tongkat.
Terdengarlah suara "krak" yang keras, kursi terhantam hancur oleh ujung tongkat Hoan It-hong, namun berbareng itu batang tongkat juga kena ditahan ke bawah oleh tangan kiri Siau-siang-cu terus diinjak dengan kaki kiri, menyusul gunting raksasa di tangan kanan terbuka, jenggot Hoan liong yang panjang legam itu sudah terjepit pada mata guntingnya, sekali gunting dikasipkan, tanpa ampun jenggot yang indah menarik itu pasti akan putus.
Tak tahunya jenggot panjang yang dipelihara Hoan It-ong itu sesungguhnya juga semacam senjata yang maha lihay, daya gunanya serupa dengan ruyung, cambuk dan sebagainya, Terlihat sedikit Hoan It-ong menggeleng kepalanya, serentak jenggotnya yang panjang itu terus menguntir dan terlepas dari mata gunting, malahan sempat pula balas melilit gunting lawan, menyusul kepalanya mendongak ke belakang, dengan tenaga maha kuat ia membetot untuk rebut gunting musuh.
"Haya, cebol tua, jenggotmu sungguh lihay, kagum sekali aku !" seru Siau-siang-cu sambil bertahan sekuatnya.
Begitulah jadinya jenggot seorang membelit pada gunting dengan kencang, sebaliknya seorang lain menahan batang tongkat dengan sebelah kaki dan tangan, seketika keduanya sukar melepaskan diri.
"Haha ! Menarik ! Menarik !" seru Siau-siang-cu dengan tertawa gembira.
Pada saat itulah sekonyong-konyong berkelebat sesosok bayangan orang, cepat luar biasa seorang telah menerjang masuk, sekaligus kedua tangannya menghantam punggung Siau-siang-cu.
"Siapa itu?" bentak sang Kokcu.
Sergapan yang cepat dan ganas itu tampaknya pasti akan kena pada sasarannya, Namun kembali Siau-siang-cu memperlihatkan kepandaiannya yang luar biasa, tangan kirinya membalik ke belakang, dengan mudah saja ia telah dapat mematahkan tenaga pukulan musuh yang menyerangnya itu."Keparat, jahanam !" teriak penyergap itu dengan gusar "Biar kuadu jiwa dengan kau !"
Waktu Nyo Ko dan lainnya mengawasi penyergap ini, mereka menjadi kaget dan heran, "He, Siau-siang-cu !" seru mereka berbareng.
Kiranya penyergap ini juga Siau-siang-cu yang sudah mereka kenal itu, mengapa dia bisa berubah menjadi dua dan sebab apa dia menyergap pada dirinya sendiri yang kembar itu? seketika mereka menjadi bingung.
Setelah diamat-amati pula, orang yang lagi bergelut dengan Hoan It-ong itu memang jelas memakai dandanan Siau-siang-cu, pakaiannya, sepatunya dan topinya, semuanya persis, tapi wajahnya ternyata berbeda daripada wajah asli Siau-siang-cu meski air mukanya juga kaku pucat sebagai mayat sebaliknya wajah orang yang datang belakangan itu persis dengan Siau-siang-cu yang sudah mereka kenal hanya baju yang dipakainya berwarna hijau seperti seragam yang dipakai orang-orang di Cui-sian-kok ini.
Nyo Ko dan Kim-lun Hoat-ong sama2 dapat berpikir cepat, sejenak saja mereka sudah dapat menerka apa yang terjadi sebenarnya.
Sementara itu Siau-siang-cu yang berbaju hijau tua dengan kedua tangan yang kurus laksana cakar itu kembali mencengkeram lagi ke punggung Siau-siang-cu yang memegang gunting sambil berteriak: "Keparat ! Main curang, jago macam apa kau?"
Hoan It-ong heran dan kejut juga meski mendapatkan bala bantuan, walau orang mengenakan seragam hijau, tapi mukanya tak dikenal sementara ia mundur ke pinggir dan menyaksikan kedua orang yang menyerupai mayat hidup itu saling labrak dengan serunya.
Kini Nyo Ko sudah dapat menduga bahwa orang yang memegang gunting itu pasti telah mencuri kedok kulit manusia pemberian Thia Eng tempo hari dan dipakainya, lalu ganti pakaian Siau-siang-cu dan sengaja mengacau ke ruangan ini soalnya wajah Siau-siang-cu memang kaku seperti orang mati, maka sejak mula tiada orang yang memperhatikannya.
Setelah mengamat-amati sekian lama dan dapat mengenali gaya ilmu silat orang bergunting itu, segera Nyo Ko berseru : "Hai, Ciu Pek-thong, kembalikan kedok dan guntingku !" - Berbareng ia melompat maju untuk merebut gunting.
Kiranya orang itu memang betul Ciu Pek-thong adanya, Dia tertawan oleh keempat murid Cin-sian-kok dengan jaring ikan, Meski wataknya nakal dan jahil, tapi ilmunya memang maha sakti, sedikit meleng saja keempat orang itu segera Ciu Pek-thong berhasil lolos dengan membobol jaring, akibatnya sang Kokcu menghukum keempat orang itu dengan hukum panggang.
Ciu Pek-thong tidak lantas kabur, dia sembunyi di suatu tempat, dia memang sengaja hendak mengobrak-abrik lembah sunyi itu. Tapi segera dia lihat Nyo Ko berenam juga datang ke situ, Malamnya dia melakukan sergapan, Siau-siang-cu diculiknya hingga tak bisa berkutik, lalu dipindahkan ke luar rumah dan dilucuti pakaiannya untuk dipakai sendiri.
Karena Ginkangnya maha sakti, pergi datang tanpa suara dan tak meninggalkan bekas, maka dalam tidurnya Siau-siang-cu kena dikerjai, bahkan Kim-lun Hoat-ong dan lainnya juga tidak mengetahui akan kejadian itu.
Setelah mengganti pakaian Siau-sian cu, lalu Ciu Pek-thong masuk lagi ke rumah itu dan tidur di sisi Nyo Ko, kesempatan itu digunakan pula untuk menggerayangi rangsel pemuda itu, gunting dan kedok kulit dapat dicurinya. Esoknya ternyata semua orang juga belum menyadari akan perbuatan Ciu Pek-thong itu.
Sudah tentu Siau-siang-cu berusaha melepaskan diri dari tutukan Ciu Pek-ehong, tapi lantaran ilmu Tiam-hiat yang digunakan Ciu Pek-thong itu sangat lihay, sampai tiga-empat jam kemudian barulah Siau-siang-cu berhasil melancarkan jalan darah dan dapat bergerak kembali sementara itu tubuhnya hanya memakai baju dan celana dalam saja, sudah tentu dia sangat dongkol dan murka. Ketika kebetulan seorang murid Cui-sian-kok lewat di situ, secepat kilat ia merobohkannya dan merampas bajunya untuk dipakai, lalu memburu ke rumah batu yang besar itu.
Pada saat itu dilihatnya Ciu Pek-thong dengan memakai bajunya sendiri sedang bertempur sengit dengan Hoan It-ong, dengan murka ia terus menerjang maju, sekaligus ia ingin membinasakan Ciu-Pek-thong dengan pukulannya yang dahsyat, beberapa jurus kemudian lalu Nyo Ko juga ikut maju mengeroyok.
Tapi Ciu Pek-thong mempunyai kepandaian khas yang dilatihnya ketika dia disekap di Tho hoa-to dahulu oleh Ui Yok-su, yaitu dua tangan memainkan silat yang berbeda, Maka dengan tangan kiri ia layani Nyo Ko, sedang tangan kanan dengan gunting ia lawan Siau-siang-cu, guntingnya sebentar terbuka dan sebentar terkatup, betapapun Siau-siang-cu tidak berani sembarangan mendekat.
Maklumlah, gunting itu amat besar, kalau mata gunting terbuka, jaraknya hampir setengah meter, kalau saja leher tergunting, mustahil kepala takkan berpisah dengan tuannya, Karenanya, meski Siau-siang-cu sangat murka, tapi iapun tidak berani sembarangan melancarkan serangan.
Dalam pada itu sang Kokcu masih terus mengikuti pertarungan sengit itu. Sudah turun temurun Kokcu itu menetap di lembah sunyi ini, ilmu silat keluarganya juga turun-temurun semakin hebat.
Pada umumnya ada kebiasaan buruk dalam dunia persilatan, lantaran kuatir muridnya kelak berkhianat atau murtad, maka seringkali sang guru menyimpan beberapa jurus rahasia untuk menjaga kemungkinan penghianatan murid. Karena itu, beberapa keturunan saja ilmu silatnya semakin berkurang dan akhirnya habis sama sekali.
Ciri demikian tak berlaku dalam ilmu silat keturunan. Sang ayah mengajarkan kepada anak atau sang kakek mengajarkan kepada cucu pasti takkan menahan jurus simpanan, malahan setelah beberapa keturunan seringkali timbul satu-dua angkatan yang berbakat dan pintar menciptakan jurus baru sehingga satu turunan lebih hebat daripada angkatan yang lebih tua.
Begitulah dengan Kokcu ini, ilmu silatnya kini boleh dikatakan jauh lebih lihay daripada leluhurnya, ia yakin bila dirinya keluar lembah, ilmu silatnya pasti dapat menjagoi dunia.
Siapa duga lembah yang aman tenteram ini mendadak kedatangan Ciu Pek-thong sehingga suasana menjadi kacau balau, ia sudah kagum ketika menyaksikan pertarungan Ciu Pek-thong dengan Hoan It-ong, kini melihat anak tua nakal itu menempur dua orang dengan dua tangan yang bermain silat dengan cara yang berbeda, malahan sedikitpun tidak tampak lebih lemah dari kedua Iawannya, sungguh sang Kokcu menjadi kagum tak terhingga.
Dilihatnya pula ilmu silat Siau-siang-cu sangat ganas, serangannya tak kenal ampun. sedangkan gerak-gcrik Nyo Ko tenang halus dan tenang, tapi tidak kurang lihaynya. Diam-diam Kokcu itu harus mengakui bahwa dunia seluas ini ternyata tidak sedikit terdapat orang kosen.
Segera ia berdiri dengan suara lantang ia berkata : "Harap kalian bertiga suka berhenti dulu !".
Berbareng Nyo Ko dan Siau-siang-cu melompat mundur," Ciu Pek-thong lantas menanggalkan kedok kulit, berikut guntingnya terus dilemparkan kepada Nyo Ko sambil berkata: "Permainanku sudah cukup, aku hendak pergi saja!"
Sekali mengenjot kaki seperti anak panah cepatnya dia terus meloncat ke atas belandar rumah..
Karena kedoknya ditanggalkan, dengan sendirinya wajah aslinya lantas kelihatan. Keruan gemparlah para anak murid Cui-sian-kok setelah mengenali siapa dia.
"Ayah, orang tua inilah !" seru Kongsun Lik-oh.
Sementara itu Ciu Pek-thong sedang bergelak tertawa sambil duduk mengangkang di atas belandar.
Tinggi belandar rumah itu sedikitnya lima-enam, meter dari permukaan tanah, biarpun di ruangan itu tidak sedikit terdapat tokoh terkemuka, terasa sukar juga kalau ingin sekali lompat mencapai belandar itu.
Hoan It-ong adalah murid pertama Cui-sian-kok, usianya bahkan lebih tua daripada sang guru, dalam hal ilmu silat, kecuali sang Kokcu dialah terhitung nomor satu, Kini berulang dia dipermainkan oleh Ciu Pek-thong, tentu saja dia murka. walaupun tubuhnya cebol, tapi dia mahir memanjat sekali lompat ia rangkul erat-erat tiang ruangan itu terus memanjat ke atas segesit kera..
Dasar watak Ciu Pek-thong paling suka cari gara2, dia paling senang kalau ada orang mau main gila dengan dia, maka ia menjadi gembira melihat Hoan It-ong memanjat ke atas, belum lagi kakek cebol itu mencapai belandar, lebih dulu ia sudah menjulurkan tangannya untuk menariknya ke atas.
Sudah tentu Hoan It-ong tidak tahu tujuan Ciu Pek-thong sebenarnya baik, melihat tangan orang menjulur, segera ia menutuk Tay-leng-hiat pada pergelangan tangannya.
Namun ilmu silat Ciu Pek-thong sudah mencapai tingkatan yang maha sakti sedikit merasakan sesuatu, segera ia menutuk Hiat-to yang hendak ditutuk itu dan mengendorkan urat dagingnya, Karena itu tusukan Hoan It-ong itu laksana mengenai kapas yang lunak, cepat ia menarik kembali tangannya..."Tapi Ciu Pek-thong sempat membaliki tangannya dan menepuk sekali pada tangan Hoan It-ong sambil berseru: "Keplok ami-ami! Kakak makan nasi adik cebol minta isteri!"
Dengan murka Hoan It-ong menggelengkan kepalanya, jenggotnya yang panjang itu terus menyabet ke dada lawan, Mendengat samberan angin yang keras itu, Ciu Pek-thong tahu betapa lihaynya jenggot lawan, cepat ia melompat mundur, dengan tangan kiri berpegangan pada belandar, tubuhnya bergantungan seperti anak sedang main ayunan.
Siau-siang-cu yakin Hoan It-ong pasti bukan tandingan anak tua nakal itu, sekalipun dirinya ikut mengerubut juga sukar mengaIahkannya. Segera ia berpaling kepada Nimo Singh dan Be Kong-co, katanya: "Saudara Singh dan Be, tua bangka ini tidak memandang sebelah mata kepada kita berenam sungguh keterlaluan !"
Watak Nimo Singh paling berangasan dan tidak tahan dibakar, sedangkan pikiran Be Kong-co sangat sederhana dan tidak dapat menimbang antara baik dan buruk, demi mendengar rombongannya berenam tidak dipandang sebelah mata, serentak mereka menjadi gusar dan melompat ke atas untuk menangkap kaki Ciu Pek-thong.
Namun dengan jenaka Ciu Pek-thong mengayun kakinya untuk menggoda, tapi sebenarnya menendang dengan tepat ke arah yang mematikan pada tangan Nimo Singh dan Be Kong-co sehingga gagal total usaha kedua orang itu.
"ln-heng, apakah kau sendiri hanya mau menonton saja?" jengek Siau-siang-cu terhadap In Kik-si tersenyum dan menjawab : "Baiklah, siakan Siau-heng maju lebih dulu, segera aku menyusul !"
Siau-siang-cu bersuit aneh menyeramkan, mendadak ia melompat ke atas, kedua kakinya tidak nampak tnemekuk, tubuhnya kaku lurus, kedua tangan juga menjulur lempeng ke atas terus mencengkeram ke perut Ciu Pek-thong, gaya ilmu silat yang diperlihatkannya ini ternyata tiada ubahnya seperti mayat hidup.
Melihat tibanya serangan, cepat Ciu Pek-thong mengerutkan tubuhnya, tangan kiri berganti tangan kanan dan tetap bergelantungan di belandar.
Serangan Siau-siangcu menjadi luput, ia tak dapat berhenti diudara, terpaksa anjlok ke bawah.
Siapa saja kalau jatuh ke bawah dari ketinggian begitu tentu kedua kakinya akan menekuk agar tidak keseleo dan terluka, tapi gaya Siau-siang-cu sungguh istimewa, seluruh tubuhnya tetap, kaku seperti sepotong kayu saja, begitu kaki menyentuh lantai, "tok", kembali ia meloncat lagi ke atas.
Begitulah, jadinya Hoan It-ong merangkul pada tiang dan mengayun jenggotnya untuk menyerang, sedangkan Siau-siang-cu, Nimo Singh dan Be Kong-co bertiga berloncatan naik turun bergantian menyerang dari bawah ke atas.
"Si tua ini sungguh luar biasa, biar akupun ikut bikin ramai!" kata In Kik-si, tangannya merogoh saku sejenak kemudian tertampaklah sinar kemilauan menyilaukan mata, tahu2 tangan In Kik-si sudah bertambah sebuah ruyung lemas yang terbuat dari benang emas dan perak penuh bertaburkan batu permata pula.
Sebenarnya tokoh selihay In Kik-si, melulu bertangan kosong saja sudah jarang ada tandingannya, ruyung bertaburkan batu permata demikian tidak lebih hanya pameran akan kekayaannya saja.
Ia pikir untuk menyerang Ciu Pek-thong yang berada tinggi di atas itu jelas tidak mudah, maka dengan ruyungnya itu ia coba menyerang bagian bawah lawan.
Nyo Ko tertarik" oleh pertarungan lucu ini, ia-pikir dengan kepandaian kelima orang itu ternyata tidak mampu mengalahkan seorang Lo-wan-tong, kalau aku tidak dapat menang dengan cara istimewa tentu takkan membikin takluk orang Iain.
Setelah berpikir begitu, segera ia memakai kedoknya yang tipis itu, menirukan gaya Siau-siang-cu yang mengatakan itu, ia jemput tongkat baja Hoat It-ong tadi sekali tongkat itu menahan dilantai, tubuhnya terus mengapung ke atas.
Panjang tongkat itu dua meteran, ditambah loncatannya, maka tubuh Nyo Ko kini hampir sama tingginya dengan Ciu Pek-thong yang bergelantungan di belandar itu.
"Awas gunting, Lo-wantong" seru Nyo Ko samibil mengarahkan guntingnya untuk memotong jenggot Ciu Pek-thong."
Bukannya marah, sebaliknya Ciu Pek-thong malah senang akan serangan itu, ia miringkan kepalanya untuk menghindari guntingan itu dan berseru : "Bagus sekali caramu ini, adik cilik !"
"Lo-wan-tong, aku kan tidak bersalah pada-mu, mengapa kau main gila dengan aku ?" kata Nyo Ko.
"Ada ubi ada tales, diberi harus membalas !" jawab Ciu Pek-thong dengan tertawa, "Kau kan tidak rugi, mungkin mendapat untung malahan tidak tahu."
"Ada ubi ada talas apa maksudmu ?" tanyanya.
"Kelak kau tentu akan tahu sendiri sekarang tidak perlu banyak omong," jawab Ciu Pek-thong dengan tertawa, sementara itu ruyung "in Kik-si sedang menyamber ke arahnya, segera sebelah tangannya meraup untuk menangkapnya.
Namun ruyung In Kik-si yang lemas itu terus membelit untuk menghantam punggung tangannya, sedangkan tubuhnya telah anjlok ke bawah.
Dalam pada itu jenggot Hoan it ong yang panjang juga telah menyabet tiba, kini Hoan It-ong juga bergelantungan pada belandar, kedua tangannya memegang belandar itu, melulu jenggotnya saja yang digunakan menyerang musuh.
"Eh kiranya jenggotmu sebanyak ini pula daya gunanya," ujar Ciu Pek-thong tertawa, iapun menirukan cara orang dan mengayunkan jenggot sendiri ke arah lawan. Tapi panjang jenggotnya tiada separuh panjang jenggot Hoan It-ong, pula tak pernah berlatih akan kegunaannya sebagai senjata, dengan sendirinya sabetan jenggotnya ini tidak berguna, "sret", pipinya malah kena tersabet oleh jenggot lawan sehingga terasa panas pedas kesakitan, untung lwekangnya sangat tinggi kalau tidak pasti akan kelengar seketika dan terbanting ke bawah.
walaupun merasakan pil pahit, tapi lo wan tong tidak menjadi gusar, sebaliknya malah timbul rasa laparnya kepada Hoan It-ong, katanya: "jenggot panjang, sungguh lihay kau, jenggotku tak dapat menandingi jenggotmu, sudahlah, kita tak perlu bertanding lagi !"
Tapi Hoan It-ong ternyata tidak mau kompromi, kembali jenggotnya menyabet pula, Kini Ciu Pek-thong tak berani melawannya lagi dengan jenggot, segera ia melancarkan gaya pukulan "Khong-beng-kun" angin pukulannya yang keras membikin jenggot Hoan It-ong terpencar dan melayang ke samping, kebetulan saat itu Be Kong-co lagi meloncat ke atas untuk menyerang Ciu Pek-thong, maka jenggot Hoan It-ong tepat menyabet pada muka Be Kong-co.
Cepat Be Kong-co pejamkan mata, muka terasa gatal pedas pula, dalam keadaan mata tertutup Be Kong-co memegang sekenanya sehingga jenggot Hoan It-ong itu kena dicengkeramnya.
Sebenarnya jenggot Hoan It-ong dapat melilit seperti barang hidup, tapi lantaran tenaga pukulan Ciu Pek-tiong tadi, Hoan It-ong tak dapat mengendalikan lagi jenggotnya, sehingga kena dipegang Be Kong-co, dalam kagetnya cepat Hoan It-ong membetot sekuatnya, tapi Be Kong-co juga menarik sekencangnya ketika tubuhnya anjlog ke bawah sehingga kedua orang akhirnya terbanting ke tanah.
Tubuh Be Kong-co segede kerbau, kulit kasar daging tebal, dia tidak teriak merasakan sakit, Tubuh Hoan It-ong tepat terbanting menindih badan Be Kong-co, ia menjadi gusar dan membentak : "He, apa-apaan kau? Lekas lepaskan jenggotku !"
Duduk diatas berlandar, Cui Pek-thong mempermainkan lawan2 yang terdiri dari tokoh2 dunia pesilatan secara lucu dan nakal.
"Bantingan itu tidak dirasakan oleh Be Kong-co, tapi perutnya terinjak oleh Hoan It-ong, rasanya tentu tidak enak, ia menjadi gusar juga dan batas membentak : "Aku justeru tidak mau lepas, kau mau apa?" - Berbareng itu tangannya terus memutar sehingga jenggot orang malahan melilit beberapa kali lagi pada tangannya.
Dengan gemas Hoan It-ong terus memukul ke muka lawan, Be Kong-co cepat miringkan kepalanya tak terduga pukulan Hoan It-ong itu cuma pura-pura saja, kepalan lain mendadak menyamber tiba, "plok", dengan tepat hidung Be Kong-co kera ditonjok sehingga berdarah, Sambil berkaok-kaok kesakitan Be Kong-co juga balas menjotos satu kali.Bicara tentang ilmu silat sebenarnya Hoan It-ong jauh lebih tinggj, celakanya jenggotnya terlilit pada tangan lawan sehingga kepalanya tidak leluasa bergerak, karena itu jotosan Be Kong-co juga tepat mengenai tulang pipinya dan matang biru.
Begitulah yang satu tinggi dan yang lain pendek lantas main baku hantam, meski tubuh Hoan It-ong menindih di atas, tapi tetap sukar meloloskan diri dari betotan lawan yang terus menarik kencang jenggotnya itu.
Melihat suasana kacau balau, rombongannya berenam ternyata tidak dapat berkutik menghadapi seorang anak tua nakal, betapapun terasa memalukan maka Kim-lun Hoat-ong tidak dapat tinggal diam Iagi, segera ia mengeluarkan dua buah gelang, satu perak dan satu lagi tembaga, sekaligus kedua gelang. atau roda itu disambitkan dari kanan kiri dan menerbitkan suara mendenging.
"Barang apa ini?" kata Ciu Pek-thong, ia tidak tahu lihaynya senjata orang, maka tangannya terus meraih dan bermaksud menangkapnya.
Betapapun Nyo Ko menaruh simpatik kepada Ciu Pek-thong yang polos itu, cepat ia memperingatkan: "Hei, jangan dipegang!" Berbareng pula ia lemparkan tongkat baja yang dipegangnya itu ke atas, Maka terdengarlah suara gemerantang nyaring, tongkat baja yang panjang itu tertumbuk hingga terpental ke sudut ruangan sana, sebaliknya arah gelang tembaga yg terbentur itu tidak berubah dan masih tetap berputar menyamber ke atas be-landar.
Baru sekarang Ciu Peh-thong tahu si Hwesio besar ini tidak boleh diremehkan, ia pikir kalau dikerubuti jelas dirinya sukar melayani Segera ia berjumpalitan turun ke bawah dan berseru: "Maaf, Lo-wan-tong tak dapat menemani lebih lama, besok saja kita main-main lagi."
Habis berkata ia terus berlari ke pintu ruangan tamu, tapi dilihatnya empat orang berseragam hijau telah mengadangnya di situ dengan mementang sebuah jaring ikan.

Ciu Pek-thong sudah merasakan lihaynya jaring begitu, cepat ia membelok ke kanan dan bermaksud menerobos keluar melalui iendela, tapi bayangan hijau lantas berkelebat, kembali sebuah jaring merintangi jalannya.

Setelah melompat kembali ke tengah ruangan, Ciu Pek-thong melihat keempat penjuru sudah terentang oleh jaring ikan sehingga jalan lolosnya menjadi buntu. Segera ia melompat lagi ke atas belandar, dengan hantaman dari jauh ia bikin atap rumah berlubang besar. maksudnya hendak menerobos keluar melalui lubang itu, tapi baru saja ia mendongak, dilihatnya di atas juga sudah terpasang sebuah jaring ikan.

Terpaksa ia melompat turun ke bawah, katanya dengan tertawa sambil menuding si Kokcu: "He, untuk apakah kau menahan diriku di sini? Setiap hari melulu minum air tawar dan makan beras mentah, memangnya Lo-wan-tong dapat kau piara sampai tua?"

Kokcu itu menjawab dengan dingin : "Asalkan kau tinggalkan kitab dan obat yang kau ambil itu, segera kau boleh pergi dari sini"
Ciu Pek-thong menjadi heran, katanya : "Untuk apa kuambil kitab dan obatmu segala ? seumpama mampu berlatih sehingga selihay kau juga aku tidak kepingin."
Sang Kokcu melangkah pelahan ke tengah ruangan, ia kebut-kebut debu pada baju sendiri, lalu berkata : "Jika sekarang bukan hari bahagiaku, tentu aku akan minta petunjuk beberapa jurus padamu, sebaiknya kau tinggalkan barang yang kau ambil itu dan kau boleh pergi dengan bebas."
Dengan gusar Ciu Pek-thong berteriak: "Jadi kau tetap menuduh aku mencuri barangmu? Huh, memangnya apa barangmu yang berharga sehingga aku perlu mencurinya ? Ini, boleh kau periksa!" Sembari bicara dengan cepat ia terus membuka baju sendiri sepotong demi sepotong, dalam sekejap saja sudah telanjang bulat.
Berulang sang Kokcu membentak agar Ciu Pek-thong menghentikan perbuatannya, tapi anak tua nakal itu tidak ambil pusing, ia pentang dan membaliki baju celananya, memang benar tiada sesuatu benda apapun juga.
Sudah tentu anak murid perempuan yang hadir di situ menjadi kikuk dan sama berpaling ke jurusan lain. Kelakuan Ciu Pek-thong ini sungguh sama sekali tak terduga oleh sang Kokcu, iapun ragu apakah benar Ciu Pek-thong tidak mencuri barangnya yang hilang itu, padahal barang-barang itu besar sangkut-pautnya dengan Cui-sian-kok ini.
Selagi sang Kokcu termenung sangsi tiba-tiba Ciu Pek-thong bertepuk tangan dan berseru: "He, usiamu sudah cukup tua, mengapa kau tidak tahu harga diri ngomong sesukanya, berbuat seenak sendiri di depan umum melakukan hal memalukan begini sungguh menggelikan."
Ucapan itu sebenarnya lebih tepat ditujukan kepada Ciu Pek-thong sendiri tapi justeru dia mendahului omong, keruan Kongsun Kokcu itu dibuat serba salah dan takdapat membuka suara, Ketika melihat Hoan It-ong dan Be Kong-co masih bergumul di lantai, segera ia membentaknya agar lekas berdiri.
Padahal bukanlah Hoan It-ong tidak mau melepaskan diri soalnya jenggotnya teriilit di tangan Be Kong-co dan sukar melepaskan diri.
Dalam pada itu sambil mengernyitkan dahinya Kongsun Kokcu menuding Ciu Pek-thong dan mendamperatnya. "Kukira yang tidak tahu malu adalah kau sendiri !"
"Memangnya aku kenapa ?" jawab Ciu Pek-thong, "Aku dilahirkan dengan bugil, sekarang aku telanjang bulat, putih bersih, apanya yang salah? sebaliknya kau sudah tua dan masih ingin mengawini seorang perawan muda sebagai isteri, hehe, sungguh mentertawakan !"
Ucapan ini laksana palu besar yang menghantam dada Kongsun Kokcu itu, seketika mukanya yang kuning itu bersemu merah dan tak dapat menjawab.
Mendadak Ciu Pek-thong berteriak : "Haya, celaka ! Tidak pakai baju, bisa masuk angin nih !" - Berbareng ia terus menerjang keluar.
Ketika mendadak melihat bayangan orang berkelebat ke arahnya, empat murid berbaju hijau yang siap di dekat pintu itu cepat bergerak dan membentang jaring, sekaligus jaring terus menutup ke atas kepala orang, Terasa sasarannya berontak di dalam jala, maka cepat keempat orang itu mengikat kencang empat ujung jaring dan diseret ke depan sang Kokcu.
Jala ikan itu terbuat dari benang emas yang halus dan Iemas, sekalipun golok dan pedang pusaka juga sukar membobolnya, apalagi gerakan ke empat orang itu sangat cepat dan lihay, biar tokoh maha hebat juga sukar menghadapinya.
Begitulah keempat orang itu sangat senang karena berhasil menawan sasarannya sehingga merekapun tidak memperhatikan lagi siapa sebenarnya yang terjaring itu, Tapi ketika mendadak nampak air muka sang Kokcu bersungut dari menatap tajam jaring mereka, cepat merekapun menunduk dan mereka menjadi kaget hingga berkeringat dingin, cepat pula mereka membuka jaring dan membebaskan dua orang yang sedang bergumul. Siapa lagi mereka kalau bukan Hoan It-ong dan Be Kong-co.
Kiranya tiada seorangpun yang menduga bahwa dalam keadaan telanjang bulat Ciu Pek-thong berani menerjang keluar semendadak itu. Karena gerakannya secepat kilat, sekali samber ia tarik kedua orang yang sedang bergumul itu terus dilemparkan ke dalam jaring.
Selagi keempat murid Cui-sian-kok itu sibuk mengencangkan ikatan jaring mereka, secepat angin Ciu Pek-thong terus menyelinap keluar, Gerakan aneh dan maha cepat ini sungguh luar biasa dan maha lihay.
Gara-gara perbuatan Lo-wan-tong Ciu Pek-thong ini, tidak cuma sang Kokcu saja yang kebobolan, bahkan mereka Kim-lun Hoat-ong dan kawannya juga merasa malu, masakah gabungan tokoh kelas wahid seperti mereka ini ternyata tidak mampu menangkap seorang tua yang gila-gilaan itu, sungguh terlalu tidak becus.
Hanya Nyo Ko saja yang kagum sekali terhadap kepandaian Ciu Pek-thong, tadi ia sudah bertekad akan menolong anak tua nakal itu apabila sampai tertawan, tapi kini Ciu Pek-thong sendiri dapat meloloskan diri, diam-diam Nyo Ko bersukur dan lega.
Tujuan Kim-lun Hoat-ong sebenarnya hendak mencari tahu seluk-beluk sang Kokcu, tapi setelah " dikacau" oleh Ciu Pek-thong, ia merasa rikuh untuk tinggal lebih lama lagi di situ, Setelah berunding dengan Slau-siang-cu dan In Kik-si, lalu dia berbangkit dan mohon diri.
Semula Kokcu itu menyangka keeram orang ini adalah sekomplotan dengan Ciu Pek-thong, tapi kemudian melihat Siau-siang-cu, Be Kong-co dan lainnya menempur Ciu Pek-thong dengan sengit dan menggunakan kepandaian khas masing-masing yang lihay, tampaknya memang sengaja membantu pihak sendiri maka ia lantas memberi hormat dan berkata: "Ada sesuatu permintaanku yang tidak pantas, entah kalian berenam sudi menerimanya tidak?""Asalkan kami sanggup, tentu akan kami terima," jawab Kim-lun Hoat-ong.
"Begini." kata sang Kokcu, "lewat lohor nanti adalah upacara pernikahanku yang kedua kalinya, maka ingin kuundang kalian ikut hadir memberi do"a restu, di lembah pegunungan ini selama beratus tahan jarang didatangi orang luar, kebetulan sekarang kalian hadir sekaligus, sungguh kurasakan sangat beruntung."
"Ada arak tidak nanti ?" seru Be Kong-co.
Belum lagi sang Kokcu menjawab, mendadak bayangan orang berkelebat masuklah seorang perempuan berbaju putih sambil bertanya: "Apakah orang yang mengacau sudah pergi?"
Kejut dan girang tidak kepalang Nyo Ko melihat perempuan ini, cepat ia melompat maju dan menarik tangannya serta berseru : "Hei, Kokoh, engkau juga datang ke sini? sungguh payah kucari kau sekian lamanya!"
Perempuan itu memandang sekejap kepada Nyo Ko dengan air muka merasa heran, lalu menjawab: "Siapakah tuan? Kau memanggil apa padaku ?" ,
Nyo Ko terperanjat ia coba mengamat-amati lagi perempuan ini, kelihatan wajahnya yang putih halus dan cantik, siapa lagi dia kalau bukan Siao-liong-li adanya ? Tanpa ragu segera ia menjawab: "Kokoh.. aku ini Nyo Ko, masakah kau sudah pangling padaku?"
Kembali perempuan itu memandang sekejap kepadanya, lalu menjawab dengan dingin: "Selamanya aku tidak pernah kenal kau, mana kuberani dipanggil sebagai Kokoh?"
Berbareng ia terus melangkah ke depan dan duduk di sebelah sang Kokcu.
Wajah sang Kokcu yang tadinya kaku dingin segera berubah berseri-seri akan kedatangan perempuan cantik itu, dia berkata kepada Kim-lun Hoat-ong: "lnilah bakal isteriku yang upacara perkawinan kami segera akan dilangsungkan lewat lohor nanti"
Habis berkata ia melirik sekejap ke arah Nyo Ko seperti kurang senang akan kecerobohan pemuda itu yang salah mengenali-orang.
Keruan kejut Nyo Ko tak terkatakan, serunya: "Kokoh, masakah engkau ini bukan Siao-liong-li? Memangnya kau bukan Suhuku?"
Perempuan itu mengawasi Nyo Ko sejenak air mukanya menampilkan perasaan heran dan bingung, sejenak kemudian barulah menjawab sambil menggeleng: "Bukan, siapakah Siao-liong-li itu?"
Kedua tangan Nyo Ko mengepal sekencangnya dan diremas-remas hingga lecet, benaknya terasa tawar sekali, ia tidak tahu apakah sang Kokoh marah padanya sehingga tidak mau mengakui dia lagi? Atau disebabkan berada di tempat berbahaya dan dia sengaja bersikap demikian untuk mencari selamat? Atau barangkali di dunia ini benar-benar ada perempuan lain yang serupa dengan dia?
Meski Nyo Ko biasanya pintar dan cerdik, tapi kini ia tak dapat mengendalikan pergolakan perasaannya teringat cintanya kepada Siao-Jiong-li, dan tanpa terasa ia menjerit.
Melihat pemuda itu bersikap kurang wajar, Kokcu itu mengernyitkan dahi dan berkata pelahan kepada perempuan baju putih itu : "Liu-ji, hari ini sungguh banyak orang yang aneh"
Perempuan itupun tidak menggubris padanya, pelahan ia menuang secawan air dan diminum, sorot matanya mengerling semua orang, tapi sampai pada Nyo Ko, pandangnya menghindarkan pemuda itu dan tidak melihatnya lagi.
Jika orang lain tentu akan bersikap tenang untuk melihat apa yang akan terjadi nanti, tapi dasar watak Nyo Ko memang tidak sabaran, apa lagi Kokcu itu menyatakan akan menikah lewat lohor nanti, dalam keadaan bingung dan tak berdaya, Nyo Ko coba berpaling dan tanya Kim-lun Hoat-ong:
"Kau pernah bertanding dengan suhuku, tentu kau kenal dia dengan baik, coba katakan, apakah aku salah mengenali dia?"
Ketika perempuan baju putih itu muncul tadi sebenarnya Kim-lun Hoat-ong sudah mengenal dia sebagai Siao-Iiong-li, tapi nona itu ternyata tidak mau gubris, meski Nyo Ko telah menegurnya sendiri, di antara pasangan muda-mudi ini tentu terjadi pertengkaran, maka ia tersenyum dan menjawab: "Entahlah, akupun tidak begitu ingat lagi."
Sudah tentu jawaban Kim-lun Hoat-ong ini mempunyai dua maksud tujuan. Dia pernah dikalahkan oleh Giok-Ii-kiam-hoat yang dimainkan bersama antara Nyo Ko dan Siao-liong-Ii, kini kepandaian Myo Ko sudah jauh lebih maju lagi, kalau kedua muda-mudi itu bergabung, jelas dirinya lebih-Iebih bukan tandingan mereka.
Tapi kalau kedua orang itu bertengkar biarpun bergabung lagi dan menempurnya, asalkan antara jiwa kedua orang itu sudah terjadi keretakan dan tidak dapat saling kontak, maka kesempatan untuk menang bagi dirinya menjadi sangat besar.
BegituIah Nyo Ko menjadi melengak oleh jawaban Hoat-ong itu, tapi ia lantas paham juga maksud tujuan orang, pikirnya dengan mendongkol: "Hati manusia benar-benar keji dan culas, Ketika kau terluka parah, aku pernah membantu menyembuhkan kau, tapi sekarang kau malah bermaksud membikin susah padaku."
Melihat sorot mata kebencian Nyo Ko, Kim- lun Hoat-ong tahu pemuda itu merasa dendam padanya, kelak pasti akan membahayakan, kalau ada kesempatan harus kubereskan sekarang juga. ia lantas balas menghormat sang Kokcu dan menjawab: "Kami berterima kasih atas undangan Kok-cu-untuk menghadiri pernikahanmu, cuma kedatangan kami hanya kebetulan sehingga tidak membawa kado apapun, sungguh kami merasa tidak enak?"
Kokcu itu merasa senang karena Kim-lun Hoat-ong dan rombongannya mau terima undangannya, segera ia memperkenalkan mereka kepada bakal isterinya, ketika giliran Nyo Ko, ia hanya menyebutnya she Nyo saja, lalu tidak diberi tambahan keterangan Iain.
Kelihatan perempuan baju putih itu cuma mengangguk pelahan saja tanpa memberi sesuatu perhatian apapun ketika diberitahu nama setiap orang, terhadap Nyo Ko iapun tidak ambil pusing seperti halnya orang Iain.
Muka Nyo Ko menjadi merah padam, jantungnya memukul keras, apa yang dibicarakan Kokcu itu sama sekali tak terdengar olehnya.
Kongsun Lik-oh yang berdiri di belakang ayahnya dapat mengikuti gerak-gerik Nyo Ko itu, ia teringat ketika pemuda itu tertusuk duri bunga cinta segera merasa sakit karena timbul rasa rindunya, melihat gelagatnya sekarang apakah memang betul bakal ibu tiriku ini adalah kekasihnya ? Masakah bisa terjadi secara begini kebetulan, jangan-jangan kedatangan orang-orang ini justeru di sebabkan oleh bakal ibu tiriku ini?
Karena pikiran itu, Kongsun Lik-oh coba mengawasi perempuan baju putih itu, terlihat air mukanya tenang-tenang saja, tidak merasa suka ria juga tidak merasa kikuk dan malu, sama sekali tidak memper sebagai seorang calon pengantin baru.
Dalam pada itu Nyo Ko merasakan dadanya sesak seakan-akan putus napasnya, tapi biarpun wataknya mudah terguncang perasaannya namun dia juga seorang yang pintar dan cerdik, ia pikir kalau sang Kokoh tidak mau mengakui dia, bisa jadi Kokoh mempunyai maksud tujuan tertentu, untuk ini aku harus menjajakinya dengan jalan lain.
Segera ia berdiri dan memberi hormat kepada sang Kokcu, katanya dengan lantang: "Karena ada seorang sanak keluargaku yang mirip dengan wajah nyonya barumu, tadi aku salah mengenalinya untuk itu kumohon maaf."
Ucapan yang cukup sopan ini diterima dengan baik oleh Kokcu itu, sikapnya lantas berubah ramah juga, ia balas hormat dan menjawab: "Salah mengenali orang adalah kejadian biasa dan tidak ada persoalan maaf segala, Cuma... cuma di dunia ini ternyata ada orang lain lagi yang serupa bakal isteriku tercinta ini, hal ini tidak hanya kebetulan saja. tapi sesungguhnya teramat aneh."
Di balik ucapannya ini dia ingin menyatakan bahwa di dunia ini mustahil ada wanita cantik lagi yang serupa dengan calon isterinya itu.
"Memangnya, maka akupun sangat heran," ujar Nyo Ko. "Maaf, apakah boleh kutanya siapakah she nyonya yang terhormat?"
"Dia she Liu, apakah kenalanmu itu juga she Liu?" kata sang Kokcu dengan tersenyum.
"Oh, bukan," jawab Nyo Ko, Diam-diam ia menimang-nimang mengapa sang Kokcu mengaku she Liu. Tapi, segera pikirannya tergerak: "Ah, soalnya aku she Nyo."
Nyoliu Yang itu adalah nama pohon, jadi jelas Siau-liong-li mengaku she liu karena dia belum lagi melupakan Nyo Ko. Terpikir akan demikian, seketika jari Nyo Ko kesakitan lagi.Melihat Nyo Ko meringis menahan sakit, Kongsun Lik-oh merasa kasihan dan sayang padanya, sorot matanya senantiasa mengikuti perubahan aii muka pemuda itu.
Sekuatnya Nyo Ko menahan rasa sakit bekerjanya racun bunga cinta, mendadak teringat lagi sesuatu olehnya, cepat ia tanya "Apakah nona Liu ini penduduk sekitar pegunungan ini? Entah cara bagaimana Kokcu berkenalan dengan "dia?"
Sebenarnya Kokcu itu juga sangat ingin tahu asal-usuI bakal isterinya itu, ia pikir bukan mustahil bocah ini memang kenal Liu-ji dan dari dia nanti akan diperoleh keterangan lebih jelas mengenai asal-usul bakal isteri itu, segera ia menjawab: "Ya, pertemuan kami memang terjadi secara kebetulan setengah bulan yang lalu, ketika aku sedang mencari bahan obat di lereng gunung, kutemukan dia menggeletak di kaki gunung sana dalam keadaan terluka parah dan kempas-kempis. Setelah kuperiksa dia, kiranya dia menderita kesesatan lantaran berlatih lwekang kurang tepat, Aku lantas membawanya pulang dan mengobati dia dengan obat mujarab keluargaku yang sudah turun temurun, jadi perkenalan kami ini boleh dikatakan secara kebetulan, itulah yang dikatakan kalau memang sudah jodoh."
"O, kiranya di dunia ini juga ada obat mujarab yang dapat menyembuhkan nona Liu, kukira hanya dapat disembuhkan dengan bantuan darah "orang lain," kata Nyo Ko.
Mendengar ucapan ini, mendadak perempuan itu menumpahkan darah segar sehingga bajunya yang putih itu berlepotan darah, "Semua orang menjerit kaget dan sama berbangkit.
Kiranya nona Liu ini memang betul nama samaran Siao-liong-li, setelah mendengar pembicaraan Ui Yong tempo hari itu, semalam suntuk ia tak dapat tidur, setelah dipikir bolak-balik, ia merasa kalau "Nyo Ko menjadi suami isteri dengan dirinya, akibatnya pemuda itu akan dicaci maki orang dan hati sendiri merasa tidak enak jika keduanya mengasingkan diri di dalam kuburan kuno-itu, lama-lama pemuda itu tentu akan kesal dan akhirnya bukan mustahil akan meninggalkannya.
Namun cintanya terhadap Nyo Ko sesungguhnya teramat mendalam, sebab itulah dia tegas memutuskan hubungan hal inipun timbul dari cintanya yang suci murni dan demi kebahagiaan dan hari depan Nyo Ko.
Begitulah seorang diri dia mengayunkan langkah tanpa arah tujuan di ladang sepi dan lereng, pegunungan, suatu hari ia berduduk bersemadi, mendadak pikirannya bergolak dan sukar diatasi, akibatnya luka dalam yang lama kambuh lagi.
Untung Kokcu she Kongsun itu kebetulan lewat di situ dan menolongnya, kalau tidak tentu Siao-liong-li sudah tewas di pegunungan sunyi itu.
Kongsun Kokcu itu sudah lama menduda, meIihat kecantikan Siao-liong-li yang tiada taranya itu, ia menjadi tertarik sebenarnya Siao-liong-Ii sendiri juga sudah putus asa, tapi setelah dipikirkan lagi ketika dilamar oleh Kokcu ,itu, ia pikir kalau sudah menjadi isteri orang lain, jelas persoalannya dengan Nyo Ko akan menjadi putus, apalagi Cui-sian-kok ini sangat sunyi dan terpencil, selanjutnya pasti takkan bertemu lagi dengan pemuda itu.
Siapa tahu mendadak muncul Lo-wan-tong Ciu Pek-thong dan mengacaukan Cui-sian-kok itu dan memancing pula kedatangan Nyo Ko.
Kini mendadak berhadapan dengan Nyo Ko di tengah perjamuan, sungguh remuk rendam hati Siao liong-li, pikirnya: "Aku sudah menerima lamaran orang dan segera akan menikah, lebih baik aku berlagak tidak kenal dia, biar dia pergi dari sini dengan gusar dan membenci diriku selama hidup.
Sebab itulah dia tetap tidak menggubrisnya meski dilihatnya Nyo Ko sangat cemas dan bingung, Ketika mendadak Nyo Ko berkata tentang penyembuhan dengan bantuan darah orang lain, segera teringat olehnya ketika dirinya terluka parah oleh kaum Tosu Coan-cin-kau sehingga muntah darah, tapi tanpa menghiraukan keselamatan sendiri Nyo Ko telah menyalurkan darah sendiri untuk menyelamatkan jiwanya, hal ini sungguh terukir mendalam di lubuk hatinya. Karena guncangan perasaan itulah seketika iapun menumpahkan darah segar.
Dengan wajah pucat lesi ia berbangkit dan bermaksud melangkah ke ruangan belakang Kong-sun Kokcu cepat berkata padanya: "Duduk saja dan jangan bergerak agat tidak mengganggu urat nadi yang lain." - Lalu ia berpaling kepada Nyo Ko dan berkata pula: "Sebaiknya kau pergi saja dan untuk selanjutnya janganlah datang lagi ke sini"
Air mata Nyo Ko bercucuran, katanya kepada Siao-liong-li: "Kokoh, bila aku beranjak silakah kau mencaci dan memukul aku, sekalipun kau membunuh aku juga aku rela, Tapi mengapa kau tidak mau mengakui diriku lagi?"
Siao-liong-li tidak menjawab, ia menunduk dan batuk pelahan beberapa kali.
Sejak tadi Kongsun Kokcu sudah murka karena ucapan Nyo Ko telah membikin Siao-liong-li muntah darah, tapi sebisanya ia bersabar, dengan suara geram ia berkata pula: "Jika kau tidak segera pergi, jangan kau menjalankan aku tidak kenal ampun."
Tapi mata Nyo Ko hanya menatap tajam kepada Siao-liong-li dan tidak menggubris Kongsun Kokcu, ia memohon pula: "Kokoh, aku berjanji akan mendampingi kau selama hidup di kuburan kuno itu dan takkan menyesal, marilah kita berangkat sekarang."
Pelahan Siao-liong-li mengangkat kepalanya, ia lihat sorot mata Nyo Ko penuh rasa kasih sayang yang mendalam bercampurkan rasa sedih dan cemas tak terhingga, tanpa terasa hatinya bergoncang dan timbul niatnya akan terima ajakan Nyo Ko itu, tapi segera terpikir lagi olehnya: "Tidak. perpisahanku ini sudah kupikirkan dengan masak, bila aku tidak tahan sekejap ini, kelak pasti akan bikin susah dia selama hidup."
Karena itu, cepat ia berpaling lagi ke arah lain dan menghela napas panjang, katanya: "Aku tidak kenal kau. Apa yang kau katakan sama sekali aku tidak paham, sebaiknya lekas kau pergi saja !"
Beberapa kalimat itu diucapkannya dengan lemah dan lirih, namun penuh mengandung kasih sayang, kecuali orang dogol semacam Be Kong-co yang sama sekali tidak merasakannya, orang-orang lain segera mengetahui bahwa perasaan Siao-liong-li terhadap Nyo Ko sesungguhnya sangat mesra, apa yang dikatakannya itu sesungguhnya bertentangan dengan pikirannya.
Sudah tentu tidak kepalang rasa cemburu Kongsun Kokcu setelah mendengar perkataan itu, meski Siao-liong-li sudah menerima lamarannya dan bersedia menjadi isterinya, tapi belum pernah nona itu mengucapkan sesuatu perkataan yang mesra padanya.
Dengan geram ia melotot kepada Nyo Ko, dilihatnya pemuda itu memang gagah dan cakap, sesungguhnya memang pasangan yang sangat setimpal dengan Siao-liong-li, ia pikir kedua muda-mudi itu mungkin memang sudah pacaran, entah pertengkaran urusan apa sehingga berpisah dan Liu-ji mau terima lamaranku, tapi jelas hatinya belum melupakan kekasihnya yang lama. Teringat hal ini, tanpa terasa sorot, matanya memancarkan sinar kegusaran dan kebencian.
Hoan It-ong paling setia kepada sang guru, ia lihat Nyo Ko telah mengacaukan rencana pernikahan gurunya, bahkan mengakibatkan bakal ibu guru itu muntah darah dan sang guru tetap bersabar saja, segera ia tampil ke muka dan membentak: "Bocah she Nyo, jika kau tahu diri hendaklah lekas enyah dari sini, Kokcu kami tidak menyukai tamu yang tidak kenal sopan santun macam kau."
Nyo Ko anggap tidak mendengar saja, dengan suara lembut ia berkata pula kepada Siao-liong-li:
"Kokoh, apakah engkau benar-benar telah lupa kepadaku?"
Gusar sekali Hoan It-ong, sebelah tangannya terus mencengkeram ke punggung Nyo Ko dengan tenaga penuh, maksudnya sekali pegang segera Nyo Ko hendak dilemparkannya keluar.
Saat itu Nyo Ko sedang bicara kepada Siao-liong-li dengan penuh perhatian, kejadian apa di luar itu sama sekali tidak dihiraukannya, ketika jari Hoan It-ong menyentuh punggungnya barulah dia terkejut dan cepat mengerahkan tenaga untuk mengerutkan badan, seketika cengkeraman Hoan It-ong mengenai tempat kosong, terdengar suara "bret" baju bagian punggung Nyo Ko telah terobek.
Karena permohonanaya yang berulang tefap tidak digubris oleh Siao-liong-li, Nyo Ko menjadi semakin cemas, apabila berada berduaan di dalam kuburan kuno, dengan sendirinya dia akan memohon dengan sabar, tapi kini berada di depan orang banyak, sedangkan Hoan It-ong terus mengganggu keruan rasa gusar Nyo Ko menjadi berpindah kepada kakek cebol itu, segera ia berpaling dari membentak: "Aku sedang bicara dengan Kokoh, kenapa kau mengganggu saja?"
Dengan suara keras Hoan It-ong balas membentak: "Kokcu suruh kau enyah, kau dengar tidak? Kalau kau tetap membangkang, jangan kau salahkan kakekmu yang tidak kenal ampun lagi padamu."
"Aku justeru tidak mau pergi, kau mau apa?" jawab Nyo Ko dengan gusar. "Selama Kokoh masih di sini akupun akan tetap tinggal di sini. Biarpun aku mati dan mayatku menjadi abu juga tetap kuikut dia."Sudah tentu ucapan Nyo Ko itu sengaja di-perdengarkan kepada Siao-liong-li. Ketika Kongsun Kokcu itu melirik wajah si nona, tertampak air matanya berlinang dan akhirnya menetes, sungguh pedih hatinya, rasa cemburunya terhadap Nyo Ko juga semakin membakar, segera ia mengedipi Hoan It-ong dan memberi tanda agar segera melancarkan serangan maut untuk membinasakan Nyo Ko.
Tak terduga juga oleh Hoan It-ong bahwa sang guru akan menyuruhnya membunuh pemuda itu, semula dia hanya bermaksud mengusirnya saja, Tapi sang guru telah mendesaknya lagi, terpaksa ia angkat tongkatnya dan diketokkan ke lantai hingga menerbitkan suara nyaring, bentaknya : "Apa-kau benar-benar tidak takut mati?"
Dalam pada itu Nyo Ko merasakan darah panas, bergolak di rongga dadanya, seperti halnya Siao liong-li, rasanya darah itu akan tertumpah keluar.
Kiranya aliran lwekang Ko-bong-pay itu sangat mengutamakan soal mengekang perasaan dan pengendalikan napsu, sebab itulah waktu Siao-liong-li diajarkan oleh gurunya dahulu, ia diharuskan menjauhi segala macam perasaan suka-duka dan pengaruh dari Iuar. Belakangan ketika Siao-liong-li tak dapat menahan perasaannya sehingga beberapa kali ia telah tumpah darah.
Nyo Ko sendiri mendapat ajaran dari Siao-liong-li, aliran Lwekangnya sama, karena gejolak perasaannya itu, kini kaki dan tangannya terasa dingin dan darah hampir tersembur dari mulutnya.
Ia menjadi nekat ingin mati saja di hadapan sang Kokoh yang tidak mau gubris lagi padanya itu, Tapi segera terpikir olehnya: "Betapa mesranya Kokoh padaku biasanya, bahwa sekarang dia bersikap sedingin ini padaku, kuyakin pasti-ada sebab musababnya, besar kemungkinan dia mendapat tekanan dari Kokcu bangsat ini dan terpaksa tidak berani mengakui diriku. Kalau aku tidak bersabar dan cari jalan keluar, tentu sukar menghadapi orang-orang di sini."
Karena pikiran itu, serentak semangat jantannya timbul, ia bertekad akan melabrak musuh dan menyelamatkan Siao-liong-li keluar dari tempat berbahaya ini. Segera ia mengumpulkan semangat dan menenangkan diri, kemudian ia tersenyum dan berkata kepada Hoan It-ong: "He, ada apa kau gembat-gembor tadi? Pegunungan sunyi seperti kuburan ini, kalau tuan muda mau datang masakah kau mampu mengalangi dan jika kuingin pergi masakah kau dapat menahan diriku?"
Tadi semua orang menyaksikan keadaan Nyo Ko yang sedih dan kalap seperti orang gila, tap mendadak bisa berubah menjadi sabar dan tenang sungguh mereka sangat heran, Karena Hoart It-ong memang tiada maksud membunuh Nyo Ko sebagai mana perintah sang guru, maka tongkatnya segera disabetkan ke kaki Nyo Ko.
Kongsun Lik-oh kenal kepandaian Toasuhengnya itu sangat lihay, meski tubuhnya pendek, tap memiliki tenaga raksasa pembawaan semalam pun menyaksikan ketahanan Nyo Ko digarang di dalam rumah batu itu, Lwekangnya jelas tidak rendah, tapi mengingat usianya yang masih muda, rasanya sukar melawan permainan tongkat Toasu-hengnya, apabila kedua orang sudah bergebrak untuk menolong pemuda itu pasti sangat sukar.
Karena hasratnya ingin menolong Nyo Ko, walaupun nampak sang ayah sedang gusar, namun Kongsun Lik-oh tetap nekat dan tampil ke muka, katanya kepada Nyo Ko: "Nyo-kongcu, tiada gunanya kau buang waktu di sini dan mengorbankan jiwamu."
Nyo Ko hanya mengangguk dan tersenyum, jawabnya: "Terima kasih atas maksud baik nona, Tapi aku ingin main-main beberapa jurus dengan si jenggot panjang ini, eh, apakah kau suka mainan kuncir, biar kupotong jenggot si cebol ini untukmu."
Kejut sekali Kongsun Lik-oh dan tidak berani menanggapi ucapan Nyo Ko itu, ia anggap kelakar pemuda itu keterlaluan dan benar-benar sudah bosan hidup barangkali.
Dalam pada itu Hoan It-ong menjadi gusar juga karena jenggotnya itu diremehkan Nyo Ko, mendadak ia membuang tongkatnya dan melompat maju sambil membentak: "Bocah kurangajar! rasakan dulu jenggotku ini!"
Belum habis ucapannya, mendadak jenggot yang panjang itu menyabet ke muka si Nyo Ko.
Aembari berkelit Nyo Ko berkata dengan tertawa: "Lo-wang-tong tidak berhasil memotong jenggotmu, biarlah akupun mencobanya."
Segera ia mengeluarkan gunting raksasa dari rangselnya terus menggunting, Tapi sekali miringkan kepalanya, Hoan It-ong putar jenggotnya terus menghantam kepala lawan dengan kekuatan yang hebat.
Cepat Nyo Ko melompat ke samping, sebalikya guntingnya terus membalik dan "creng", guntingnya telah mengatup.
Kejut Hoan It-ong tak terkatakan, secepat kilat ia berjumpalitan ke belakang, sedikit ayal saja jenggotnya pasti sudah tergunting putus.
Sebenarnya gunting Nyo Ko itu dia pesan dari Pang Bik-hong untuk digunakan melawan senjata kebut Li Bok-chiu, untuk itu dia sudah mempelajari gaya permainan kebut lawan dan cara, bagaimana guntingnya harus bekerja.
Siapa tahu Li Bok-chiu yang diharapkan itu belum pernah bertemu, kini guntingnya harus menghadapi si kakek cebol yang menggunakan jenggot panjang sebagai senjata.
Nyo Ko sangat senang, ia yakin betapapun lihaynya jenggot si kakek juga pasti tidak lebih lihay daripada kebut Li Bok-chiu, karena itu dia tidak menjadi gentar, guntingnya terus mendesak lawan.
Hoan It-ong sendiri sudah lebih 30 tahun menggunakan jenggotnya sebagai senjata, apalagi kedua tangannya juga ikut menyerang, tentu saja tambah lihay.
Malahan Ciu Pek-thong yang maha sakti itupun tidak berhasil menggunting jenggot Hoan It-ong, maka semua orang menyangka Nyo Ko pasti juga akan gagal.
Tak terduga permainan gunting Nyo Ko ternyata lebih lincah dan hidup serta lain dari pada Ciu Pek-thong. tentu saja hal ini membikin semua orang merasa heran, Padahal bukanlah Nyo Ko lebih tinggi ilmu silatnya daripada Ciu Pek-thong, soalnya sebelum itu dia sudah mempelajari gaya permainan kebut Li Bok-chiu dan sudah merancangkan cara bagaimana akan menggunakan guntingnya, sedangkan gerakan jenggot Hoan It-ong justeru hampir sama dengan permainan kebut Li Bok-chiu, maka sekali Nyo Ko mulai memainkan guntingnya, dengan sendirinya terasa sangat lancar dan berada di atas angin.
Begitulah beberapa kali jenggot Hoan It-ong tampak kena digunting putus, kini ia tak berani lagi meremehkan Nyo Ko yang masih muda itu. Segera, ia ganti serangan jenggotnya disertai dengan pukulan yang dahsyat, terkadang sabetan jenggotnya cuma gerak pura-pura, lalu disusul dengan pukulan lihay sungguhan tapi ada kalanya pukulannya cuma pancingan, lalu jenggotnya menyabet, sungguh kepandaian yang luar biasa dan lain daripada yang lain.
Setelah beberapa puluh jurus lagi, diam2 Nyo Ko mulai gelisah, ia pikir Kokcu she Kongsun itu jelas manusia culas dan kejam, ilmu silatnya pasti juga jauh di atas kakek cebol ini, kalau muridnya tak dapat dikalahkan lalu cara bagaimana melawan gurunya nanti?
Nyo Ko coba memperhatikan gerak-gerik lawan, tertampak kelakuan kakek cebol itu sangat lucu dikala menggoyangkan kepala untuk menya-betkan jenggotnya, semakin keras sabetan jenggot-nya, semakin lucu pula kepalanya itu bergoyang.
Tiba-tiba hari Nyo Ko tergerak ia telah menemukan cara mematahkan serangan lawan itu, "cret", ia katupkan guntingnya sambil melompat mundur dan berseru: "Berhenti dulu !"
Hoan It-ong tidak mengudaknya, ia bertanya: "Adik cilik jika kau menyerah kalah, nah lekas pergi saja dari sini!"
Tapi Nyo Ko menggeleng dan menjawab: "Aku ingin tanya, setelah jenggotmu ini dipotong, berapa lama baru dapat tumbuh lagi sepanjang itu?"
"Itu bukan urusanmu?" sahut Hoan lt-ong dengan gusar. "Selamanya aku tidak pernah cukur!"
"Sayang, sayang ! sungguh sayang!" ujar Nyo Ko sambil menggeleng.
"Sayang apa ?" tanya Hoan It-ong melengak.
"Cukup di dalam tiga jurus saja segera jenggotmu yang panjang ini akan kugunting putus," kata Nyo Ko.
Mana Hoan It-ong mau percaya dalam tiga-jurus saja dirinya akan dikalahkan oleh Nyo Ko, bukankah sejak tadi mereka sudah bergebrak beberapa puluh jurus? Dengan pusar ia membentak: "Lihat seranganku!"--Sebelah tangannya segera memukul.
Cepat Nyo Ko menangkis dengan tangan kiri, gunting di tangan kanan balas menghantam batok kepala lawan, perawakan Nyo Ko lebih tinggi, untuk memukul lawan dengan sendirinya mesti dari atas ke bawah, karena itu Hoan I-ong memiringkan kepalanya untuk menghindar, tak terduga tangan kiri Nyo Ko lantas menghantam pula kepeIipis kanannya, untuk mengelak terpaksa Hoan It-ong memiringkan kepala lagi, tapi lantaran serangan lawan teramat cepat dan caranya memiringkan kepala juga sangat cepat, dengan sendirinya jenggotnya yang panjang itu ikut tergertak ke atas, padahal gunting Nyo Ko sudah disiapkan di sebelah kanannya "cret", tanpa ampun lagi jenggotnya tergunting sepanjang setengah meter.
Semua orang menjerit kaget, ternyata benar Nyo Ko telah memotong jenggot Hoan It-ong hanya dalam tiga jurus saja seperti apa yang dikatakan sebelumnya tadi.
Kiranya menurut pengamatan Nyo Ko tadi, diketahuinya apabila Hoan It-ong hendak menyabet dengan jenggotnya ke kiri misalnya, maka kepalanya pasti meleng dulu ke sebelah kanan, jika jenggot hendak menyabet ke atas, maka kepala tentu menunduk lebih dulu.
Dari situlah dia menetapkan siasatnya untuk memotong jenggot lawan harus pura-pura menghantam kepalanya dengan begitu barulah dia berani sesumbar akan menggunting jenggot lawan dalam tiga jurus saja.
Hoan It-ong terkesima sejenak, ia merasa sayang dan murka pula karena jenggot yang sudah dirawatnya selama hidup itu telah digunting begitu saja, Cepat ia samber kembali tongkatnya, dengan kalap ia serampang pinggang Nyo Ko.
Waktu masuk tadi Be Kong-co telah dijatuhkan oleh jenggot Hoan It-ong, maka ia sangat senang melihat jenggot orang terguling putus, serunya sambil tertawa: "He, Hoan cebol, tampangmu memangnya jelek, tanpa jenggotmu itu kau menjadi semakin buruk rupa!"
Hoan It-ong tambak gemas sehingga serangannya bertambah dahsyat pula.
Selama Nyo Ko bergebrak dengan Hoan It-ong, yang dipikirkan hanya jenggot orang saja sehingga belum diketahui sampai dimana kekuatan yang sesungguhnya, kini menghadapi tongkat lawan, ia ingin tahu bagaimana tenaganya, ketika tongkat lawan menyabet tiba, segera ia menangisnya dengan gunting, "trang", lengan terasa kesemutan dan gunting raksasa itu telah bengkok. Hanya satu jurus itu saja gunting itu sudah tak dapat digunakan lagi.
Melihat perubahan itu, Kongsun Lik-oh menguatirkan pula keselamatan Nyo Ko, cepat ia berseru: "Nyo-kongcu, tenagamu tidak memadai Toasuhengku, buat apa kau menempurnya lagi?"
Kegusaran Kongsun Kokcu bertambah sengit karena puterinya berulang kali membela orang luar, ia pelototi anak perempuannya itu, tertampak si nona mengawasi -Nyo Ko dengan penuh perhatian, ketika ia memandang Siao-liong-li, tertampak sikapnya hambar saja se-akan2 tidak ambil pusing terhadap keselamatan Nyo Ko.
Karena itu Kong-sun Kokcu menjadi girang, ia pikir Siao-liong-li ternyata tidak mencintai Nyo Ko, terbukti keselamatan pemuda itu sedikitpun tidak dihiraukannya.
Padahal Siao-Iiong-Ii cukup kenal kepintaran dan kecerdikan Nyo Ko, ilmu silatnya juga pasti tidak dibawah Hoan-It-ong, ia yakin pertarungan mereka pasti akan dimenangkan pemuda itu, makanya ia sama sekali tidak berkuatir.
Dalam pada itu Nyo Ko telah membuang guntingnya yang sudah bengkok itu, lalu berkita: "Hoan-heng, kau pasti bukan tandinganku lebih baik kau menyerah saja!"
Dengan gusar Hoan It-ong menjawab: "Asalkan kau sanggup mengalahkan tongkatku ini, segera aku membunuh diri!" Berbareng tongkatnya terus mengemplang sekerasnya.
Namun sedikit Nyo Ko miringkan tubuhnya, tongkat itu jatuh disebelahnya, sekali kaki kiri Nyo Ko menginjak, dengan tepat batang tongkat itu terpijak.
Sekuatnya Hoan It-ong mengangkat tongkatnya ke atas, tapi tubuh Nyo Ko juga lantas mengikuti gerakan tongkat itu dan terbawa ke udara, dengan mantap ia berdiri diatas tongkat dengan satu kaki, yaitu kaki kiri. Beberapa kali Koan it-ong menggerakkan tongkatnya agar Nyo Ko tergetar jatuh, tapi tak berhasil.
Dengan murka Hoan It-ong hendak memutar tongkatnya, tapi Nyo Ko keburu melangkah maju melalui batang tongkatnya.
Keruan gerakan aneh Nyo Ko ini sangat mengejutkan Hoan It-ong, sementara itu Nyo Ko sudah melangkah maju lagi satu tindak, mendadak kaki kanan melayang ke depan untuk menendang hidung-nya.
Keadaan Hoan It-ong menjadi serba salah, musuh seperti melengket pada batang tongkatnya, kalau dirinya melompat mundur sama juga seperti membawa musuh lebih maju, kalau tidak melompat mundur jelas sukar menghindarkan tendangan lawan, sedang kedua tangan memegangi tongkat dan tak dapat digunakan menangkis, apalagi jenggotnya sudah tergunting sehingga tiada senjata buat menghela diri lagi.
Dalam keadaan kepepet, terpaksa ia membuang tongkatnya dan melompat mundur untuk menghindari tendangan musuh, "trang", ujung tongkat mengetok lantai, ujung lain belum lagi jatuh sudah keburu dipegang oleh Nyo Ko.
Be Kong-co, Nimo Singh dan lainnya bersorak memuji. Segera Nyo Ko ketokkan tongkat rampasannya itu ke lantai dan bertanya dengan tertawa "Apa abamu sekarang ?
Muka Hoan It-ong merah padam, jawabnya penasaran: "Kau main licik, aku tetap tidak merasa kalah !"
"Baik, boleh kita coba lag" ujar Nyo Ko sambil melemparkan tongkat kepada Hoan It-ong.
Ketika Hoan It-ong hendak menangkap tongkat itu, tak terduga mendadak tongkat itu melompat ke atas sehingga tangan Hoa It-ong menangkap angin, sekali ulur tangannya kembali Nyo Ko samber lagi tongkat itu.Serentak Be Kong-co dan lainnya bersorak pada lebih keras, sebaliknya muka Hoan It-ong semakin merah padam.
Kim-lun Hoat-ong dan In Kek-si saling pandang dengan tersenyum, diam-diam mereka memuji kepintaran Nyo Ko. Kemarin mereka menyaksikan Ciu Pek-thong menimpuk orang dengan ujung tombak yang patab, tapi ujung tombak itu bisa berubah arah di tengah jalan sebelum mencapai sasarannya, jelas Nyo Ko telah menirukan cara Ciu Pek-thong itu.
Dengan sendirinya Kongsun Kokcu dan anak muridnya tidak mengetahui seluk-beluk itu, mereka menjadi kaget dan heran atas kepandaian Nyo Ko.
"Bagaimana, apakah perlu satu kali lagi ?" tanya Nyo Ko dengan tertawa.
Hoan It-ong merasa terguntingnya jenggot dan terampasnya tongkat adalah karena tertipu oleh kelicikan lawan, dengan sendirinya ia tidak mau mengaku kalah. Dengan suara keras dan gemas ia menjawab: "Jika kau dapat mengalahkan aku dengan kepandaian sejati barulah aku menyerah padamu."
"Ilmu silat harus mengutamakan kecerdikan," jengek Nyo Ko, "gurumu sendiri teramat tolol, anak muridnya dengan sendirinya goblok, makanya aku memberi nasehat lebih baik kau cari guru lain yang lebih pandai saja," jelas ucapannya ini sama saja memaki Kongsun Kokcu.
Keruan Hoan It-ong bertambah murka, dengan nekat ia menerjang maju. Dengan melintangkan tongkat Nyo Ko angsurkan senjata rampasannya itu kepada si kakek sambil berkata : "Sekali ini kau harus hati-hati, kalau sampai kurebut lagi jangan kau sesalkan orang."
Hoan It-ong tidak berani menjawab, ia genggam tongkat sekencangnya dan siap siaga, ia pikir untuk dapat merampas lagi tongkat kecuali kau potong sekalian tanganku ini.
"Awas ! " terdengar Nyo Ko berseru sambil menubruk ke depan, tahu-tahu tangan kirinya sudah menempel ujung tongkat lawan, berbareng jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan terus menyolok kedua mata musuh, malahan kaki kirinya juga ikut menginjak batang tongkat. Inilah jurus "Go kau-toat-tiang" (merampas tongkat dari mulut anjing galak), suatu jurus maha sakti dari Pak~kau-pang-hoat kebanggaan K,ay-pang itu.
Dahulu ketika pertemuan besar Kay-pang (kaum pengemis)-di Kue-san, dengan jurus inilah Ui Yong telah merebut tongkat penggebuk anjing dari tangan Nyo Kong (ayah Nyo Ko) dan jadilah dia ketua Kay-pang yang disegani.
Cara merebut senjata lawan dengan jurus sakti itu boleh di katakan tidak pernah meleset, seratus kali tembak seratus kali kena.
Kalau dua kali yang duluan Nyo Ko berhasil merebut tongkat lawannya, walaupun caranya juga aneh, tapi gerakannya dapat diikuti dengan jelas oleh penonton, tapi sekali ini bahkan Hoa It-ong sendiri tidak tahu bagaimana caranya, sekejap mata saja tahu-tahu tongkatnya sudah berpindah ke tangan musuh.
"Nah, cebol tua, sekali ini kau takluk tidak?" seru Be Kong-co.
"Dia pakai ilmu sihir dan bukan kepandaian sejati, mana aku mau menyerah ?" jawab Hoan lt-ong penasaran.
"Habis cara bagaimana baru kau mau takluk?" tanya Nyo Ko dengan tertawa.
"Kecuali kau merobohkan aku dengan kepandaian sejati," sahut Hoan It-ong.
Nyo Ko mengembalikan lagi tongkatnya dan berkata: "Baikiah, kita boleh coba-coba lagi beberapa jurus"
Hoan It-ong sudah kapok terhadap cara orang merebut senjatanya dengan bertangan kosong, ia pikir sebaiknya bertanding senjata saja. Segera ia berkata pula: "Aku sendiri menggunakan senjata sebesar ini, sebaiknya kau bertangan kosong, andaikata aku menang juga kau merasa penasaran."
"Jelas kau sudah kapok pada caraku merebut senjatamu dengan bertangan kosong," ujar Nyo Ko dengan tertawa, "Baiklah, biar akupun menggunakan senjata untuk melayani kau." ia coba memandang sekeliling ruangan, dilihatnya dinding sekitarnya tiada sesuatu pajangan apapun, apalagi senjata yang dapat digunakan Hanya di halaman sana ada dua pohon Liu dengan ranting pohon yang berlambaian menghijau permai.
Ia pandang sekejap kepada Siao-liong-li dan berkata: "Kau ingin she Liu, biarlah kugunakan ranting pohon liu sebagai senjata," Segera ia melompat ke halaman sana dan mengambil sepotong ranting liu yang bulat tengahnya sekira tiga senti dan panjang satu meteran sehingga mirip pentung penggebuk anjing milik Kay-pang, mana daun Liu tidak dihilangkannya dari ranting itu sehingga kelihatannya lebih luwes.
Diam-diam Hoan It-ong sangat mendongkol, ternyata Nyo Ko tidak menggunakan senjata yang umum, sebaliknya memakai ranting kayu seperti mainan anak kecil saja, cara ini jelas sangat meremehkan dia.
Sementara itu Be Kong-co telah berseru: "Adik Nyo, kau pakai golokku ini!" Segera pula ia melolos goloknya sehingga memancarkan cahaya kemilauan, sungguh sebatang golok-pusaka yang tajam.
"Terima kasih," kata Nyo Ko, "Si cebol ini belum mendapatkan guru sakti, kepandaiannya masih terbatas, ranting kayu ini saja sudah cukup untuk mengajar dia,"
Tidak kepalang gusar Hoan It-ong dengan nada ucapan Nyo Ko itu kembali menghina nama baik gurunya, ia pikir pertarungan selanjutnya tidak ada ampun lagi.
Segera ia putar tongkatnya dengan kencang, ia mainkan ilmu tongkat "Boat-cui-tiang-hoat (permainan tongkat gebyur air) yang meliputi 9 x 9 ~ 81 jurus.
Permainan tongkatnya itu disebut "gebyur air" maksudnya air digebyurkan juga takkan tembus, suatu tanda betapa kencang dan rapat putaran tongkatnya itu.
Semula angin tongkatnya menyamber dahsyat, tapi setelah belasan jurus, lambat-laun terasa arah tongkatnya rada tergeser ujung tongkatnya.
Kiranya Nyo Ko telah menggunakan gaya "lengket" dari Pak - kau - pang - hoat, ujung ranting kayu menempel pada ujung tongkat, ke timur tongkat itu mengarah, ke timur pula ranting kayunya mengikut dan begitu pula seterusnya, tapi berbareng itu dia tambahi tenaga betotan atau tolakan menurut gerakan tongkat lawan sehingga mau-tak-mau ujung tongkat selalu tergeser arahnya.
ilmu ini adalah sejalan dengan "Si-nio-boat-jian-kin" (empat tahil menolak ribuan kati), sejenis ilmu "pinjam tenaga musuh untuk menghantam musuh sendiri) yang pasti diyakinkan oleh setiap jago silat.
Gaya "lengket" dalam ilmu permainan pentung kaum Kay-pang itu diciptakan juga menurut kunci ilmu silat tadi, gayanya bagus dan tenaganya sukar diukur.Tentu saja Kongsun Kokcu semakin heran sama sekali tak terduga olehnya bahwa seorang muda belia bisa memiliki ilmu sakti sehebat itu. Dilihat nya tenaga pada tongkat Hoan It-ong semakin lemah, sebaliknya kekuatan pada ranting kayu Nyo Ko bertambah dahsyat, belasan jurus lagi seluruh badan Hoan It-ong sudah terkekang oleh setiap gerakan ranting kayu anak muda itu, semakin kuat Hoan It-ong putar tongkatnya, semakin berat pula rasanya untuk menguasai diri sendiri.
Sampai akhirnya dia merasa seperti tersedot ke tengah pusaran angin lesus yang dahyat sehingga kepala terasa pusing dan pandangan kabur.
"Mundur, It-ong!" mendadak Kongsun Kokcu menepuk meja sambil berseru, suaranya menggelegar mengagetkan orang.
Hati NyoKo juga terkesiap, ia pikir masakah begitu mudah muridmu akan lolos dari tanganku, Sedikit tangannya bergerak, dan gaya "lengket" dia ganti dengan gaya "putar", ia berdiri tegak, tapi pergelangan tangannya terus bergerak dalam putaran kecil sehingga Hoan It-ong ikut terbawa dari kiri ke kanan dan berputar dengan cepat seperti gasingan.
Semakin cepat Nyo Ko putar tangannya, semakin kencang pula putaran Hoan It-ong, tongkat baja yang dipegangnya itu juga berputar menegak seperti poros gasingan saja.
"Kau sanggup berdiri tegak tanpa roboh, betapapun kau terhitung jagoan!" seru Nyo Ko sambil menyesakkan ranting kayunya ke atas, lalu ia melompat mundur.
Dalam pada itu lahir batin Hoan It-ong serasa tak terkuasai Iagi, langkahnya semponyongan, kalau berputar beberapa kali lagi pasti akan terbanting roboh.
Se-konyong2 Kongsun Kokcu melompat ke atas, selagi terapung di udara, sebelah tangannya terus menggablok ujung tongkat, lalu melompat kembali ke tempatnya semula dengan enteng.
Gablokannya kelihatan pelahan, tapi membawa tenaga maha dahsyat, kontan tongkat baja itu ambles ke tanah hampir semeter dalamnya dan seketika tidak berputar Iagi. Dengan berpegangan pada tongkat itu barulah Hoan It-ong tidak jadi jatuh, namun begitu tubuhnya tetap terhuyung kian kemari laksana orang mabuk.
Siau-siang-cu, In Kik-si dan lainnya sebentar memandang Nyo Ko, lain saat memandang Kongsun Kokcu, mereka pikir kedua orang ini sama hebatnya dan sukar ditandingi, biarkan saja keduanya saling genjot, bahkan mereka berharap kedua orang itu mampus semua.
Hanya Be Kong-co saja yang berhati polos, jika bisa ia ingin membantu Nyo Ko. Mendadak Hoan It-ong berlari dan berlutut di hadapan sang guru, ia menyembah beberapa kali, tanpa bicara kepalanya terus dibenturkan ke tiang rumah.
Perbuatannya ini sungguh tak terduga oleh siapapun, tiada yang menyangka bahwa watak kakek cebol itu ternyata begitu keras, kalah bertanding terus menempuh jalan pendek dengan membunuh diri.
Kongsun Kokcu menjerit kaget sambil meloncat maju untuk menjambret punggung Hoan It-ong tapi lantaran jaraknya terlalu jauh, pula benturan Hoan It~ong itu dilakukan dengan sangat cepat, jambretnya itu ternyata luput.
Sementara itu kepala Hoan It-ong telah dibenturkan dengan sepenuh tenaga, tampaknya kepalanya pasti akan pecah berantakan Tapi mendadak terasa tempat yang terbentur oleh batok kepalanya itu sangat lunak, empuk seperti kasur.
Waktu ia menengadah, terlihat Nyo Ko telah berdiri di depannya dengan menjulurkan kedua tangannya, rupanya pemuda ini berdiri paling dekat dengan Hoan It-ong, ketika melihat gerak-gerik kakek itu mencurigakan segara ia bersiap dan sempat mengadang di depan untuk menyelamatkannya.
"Hoan-heng, apakah kau tahu kejadian apa yang paling menyedihkan di dunia ini?" tanya Nyo Ko.
"Apa itu?" Hoan It-ong balik bertanya dengan melenggong.
"Akupun tidak tahu." ujar Nyo Ko dengan pedih, "Hanya duka hatiku berpuluh kali lebih hebat daripadamu, sedangkan aku sendiri belum lagi bunuh diri, mengapa kau malah melakukan hal demikian?"
"Kau menang bertanding, apa yang membuatmu berduka?" kata Hoan It-ong.
Nyo Ko menggeleng jawabnya: "Kalah atau menang bertanding bukan soal bagiku, selama hidupku ini entah sudah berapa kali dihajar orang. Yang jelas betapa cemas dan kuatirnya gurumu ketika melihat kau hendah membunuh diri, kalau aku yang membunuh diri tapi guruku sama sekali tidak ambil pusing. inilah hal yang paling menyedihkan bagiku."
Belum lagi Hoan It-ong paham apa yang dimaksudkan si Nyo Ko, terdengar Kongsun Kokcu membentaknya:" It-ong; jika kau berbuat bodoh lagi berarti kau tidak taat kepada perintah garu, Kau berdiri saja disamping sana, saksikan gurumu membereskan bocah ini."
Hoan It-ong paling hormat kepada sang guru, ia tak berani membantah dan segera berdiri ke sana sambil melotot kepada Nyo Ko.

Mendengar Nyo Ko mengatakan kalau dia membunuh diri juga gurunya tidak ambil pusing seketika mata Siao-Iiong-li basah ber-kaca2, pikirnya: "Jika kau mati, masakah aku mau hidup sendiri?"

Setiap selang sejenak Kongsun Kokcu tentu memandang sekejap kepada Siao-liong-li untuk mengawasi gerak-geriknya, ketika mendadak nampak si nona hendak meneteskan air mata lagi segera ia menepuk tangan tiga kali dan berseru: "Tangkap bocah ini!"

Tepuk tangan tiga kali adalah tanda perintah kepada anak muridnya, Rupanya Kongsun Kokcu ingin menjaga harga diri dan merasa tidak sesuai untuk bertempur dengan anak muda seperti Nyo Ko.

Begitulah anak muridnya serentak mengiakan, 16 orang terbagi berdiri di empat sudut, setiap empat orang lantas membentangkan sebuah jaring ikan.
Datangnya Nyo Ko berombongan dengan Kim-lun Hoat-ong dan lain2, kalau persoalannya sudah lanjut begini, pantasnya Kim-lun Hoat-ong harus membuka suara untuk melerai, tapi dia cuma tersenyum dingin saja dan tetap menonton belaka.
Kongsun Kokcu tidak tahu maksud sikap Hoat-ong yang tak acuh itu, ia kira orang mengejeknya takkan mampu menandingi Nyo Ko, diam-diam ia mendongkol dan hendak memperlihatkan kemahirannya.
Segera ia menepuk tangan lagi tiga kali, serentak ke-16 anak muridnya tadi bergeser bertukar tempat sehingga lingkaran kepungan mereka terhadap Nyo Ko semakin ciut.Melihat empat jaring lawan semakin mendekat, seketika Nyo Ko menjadi bingung dan tak berdaya, Ciu Pek-thong yang maha sakti itu saja tertawan oleh jaring lawan apalagi diriku? Pula Ciu Pek-thong cuma berusaha meloloskan diri saja dan dapat melemparkan Be Kong-co dan Hoan It-ong ke dalam jaring, lalu dia berhasil kabur sebaliknya sekarang aku justeru ingin tinggal di sini dan, tak ingin lari.
Terdengar diantara anak murid Cui-sian-kok berseragam hijau itu ada yang bersuit, empat buah jaring mereka serentak bergeser lagi berganti posisi, sebentar bersilang, lain saat melintang atau menegak, mendatar atau menyerang dan terus mendesak maju.
Seketika sukar bagi Nyo Ko untuk melanyani kepungan jaring2 itu, terpaksa ia berputar kayun lari di ruangan itu, dengan Ginkang maha tinggi aliran Ko-bong-pay ia terus melayang kian kemari, ia menghindari pertarungan dari depan, tapi berusaha membuat musuh merasa bingung dan tak dapat meraba ke mana dia hendak bergeser
Namun ke-16 orang itu ternyata tidak ikut berputar seperti Nyo Ko melainkan terus memper-sempit kepungan mereka.
Sambil berlari Nyo Ko memeriksa pula tempat kelemahan barisan musuh, setelah mengikuti beberapa kali perubahan, segera dapat ditarik kesimpulan bahwa barisan jaring musuh itu menirukan jaring labah2, biasanya labah2 bersembunyi lebih dulu, kalau musuh sudah terjebak barulah mangsanya ditangkap. ia pikir untuk memboboI-nya harus digunakan senjata rahasia.
Maka sambil berputar cepat segera ia menyiapkan segenggam Giok-hong-ciam (jarum tawon putih), ketika empat orang di sebelah kiri mulai mendekat, mendadak tangannya bergerak, tapi yang diincar justeru empat orang di sebelah kanan.
Senjata rahasia jarum lembut ini biasanya tak pernah meleset, apalagi jaraknya sekarang sangat dekat, Nyo Ko yakin keempat orang itu pasti akan termakan oleh jarumnya itu.
Tak terduga gerakan keempat orang itupun sangat cepat, begitu nampak tangan lawan bergerak serentak mereka mengangkat jaringnya ke atas, terdengarlah suara gemerincing nyaring pelahan.
Jarum2 itu tersedot seluruhnya oleh jaring.
Kiranya jaring itu teranyam dari benang emas dan baja yang sebagian bertenaga semberani yang amat kuat, sekali jaring itu dibentangkan, betapapun lihay senjara rahasia lawan tentu akan tertahan seluruhnya.
Nyo Ko mengira serangannya pasti berhasil tak terduga jaring musuh ternyata memiliki daya guna sehebat itu, dalam seribu kesibukannya ia sempat melotot kearah Kongsun Kokcu, ia pikir orang ini sungguh maha lihay dan dapat menciptakan senjata yang begitu aneh.
Gagal dengan rahasianya, terpaksa Nyo Ko memikirkan jalan lain untuk membobol kepungan musuh.
Sementara itu jaring lawan sebelah kanan sudah mendekat, sekali pimpinannya berseru, terlihatlah gemerdepnya cahaya, sehelai jaring terus menyambar tiba.
Segera Ny Ko mengegos dan bermaksud menerobos ke sebelah sana, tapi jaring depan dan belakang juga menubruk tiba bersama.
Mau-tak-mau Nyo Ko mengeluh juga, ia pikir sekali ini diriku pasti akan disiksa habis-habisan oleh Kokcu jahanam ini apabila aku sampai tertawan olehnya.
Selagi Nyo Ko berkuatir, tiba-tiba terdengar seorang pemegang jaring di belakang menjerit, waktu dia menoleh, dilihatnya Kongsun Lik-oh telah jatuh tersungkur, ujung jaring yang dipegangnya menjadi tertarik juga ke bawah.
Itulah suatu peluang ditengah barisan jaring musuh, tanpa pikir lagi Nyo Ko, secepat kilat ia melompat ke sana dan menerobos keluar dari kepungan musuh, Sekilas dilihatnya Kongsun Lik-oh lagi merintih kesakitan, tapi berulang nona itu memberi isyarat kedipan mata agar Nyo Ko lekas lari meninggalkan tempat berbahaya itu.
Tergerak hati Nyo Ko, pikirnya: "Nona ini telah menyelamatkan diriku dengan mengorbankan dirinya, budi kebaikannya sungguh sukar kubalas, Jika kupergi begini saja, tentu Kokoh akan menikah dengan Kokcu jahanam itu, Biarlah ku-labrak dia dengan mati-matian, andaikata tertawan dan tersiksa juga takkan kutinggalkan tempat ini."
Berkorban bagi cinta suci, matipun dia tidak menyesal. Dia terus berdiri di ujung ruangan sana sambil menatap tajam kepada Siao-liong-Ii, ia pikir masakah kau sama sekali tidak ambil pusing menyaksikan aku bergumul dengan malapetaka yang akan menimpa diriku ini.
Terlihat Siao-liong-li tetap menunduk tanpa bersuara. Akan tetapi rasa sedih dan duka nestapa dalam hatinya saat itu sesungguhnya jauh melebihi Nyo Ko.
Kalau Nyo Ko tanpa tedeng aling-aling mengutarakan isi hatinya secara terus terang, biarpun menderita juga tekanan batinnya sudah terlampiaskan sebagian. Tapi Siao-liong-li hanya tutup mulut saja, padahal dalam hati penuh rasa kasih sayang kepada pemuda, namun pemuda itu mana bisa mengetahuinya.
Dalam pada itu Kongsun Kokcu telah menepuk tangan lagi dua kail keempat jaring ikan yang terbentang tadi serentak mundur, Lalu katanya terhadap Kongsun Lik-oh. "Mengapa kau ?"
"Kakiku mendadak kejang dan kesakitan," jawab Kongsun Lik-oh.
Sudah tentu Kongsun Kokcu tahu puterinya jatuh hati kepada Nyo Ko sehingga pada detik yang menentukan tadi sengaja memberi peluang kepada pemuda itu untuk lolos, Lantaran dihadapan orang luar, ia merasa tidak enak untuk mengumbar rasa gusarnya, segera ia mendengus dan berkata. "Baik, kau mundur saja. Capsiji maju, gantikan tempatnya !"
Dengan Kepala menunduk Kongsun Lik-oh mengundurkan diri, sedangkan seorang anak muda yang rambutnya dikucir dua mengiakan maju dan memegang ujung jaring yang dipegang Kongsun Lik-oh tadi.
Kongsun Lik-oh sempat melirik sekejap kepada "Nyo Ko dengan penuh rasa menyesal. Diam2 Nyo Ko merasa bersalah dan menyesal juga tak dapat memenuhi maksud baik si nona yang sengaja hendak menolongnya itu.
Kembali Kongsun Kokcu bertepuk tangan lagi empat kali, mendadak ke-16 anak muridnya tadi mengundurkan diri ke ruangan dalam, Nyo Ko melengak, ia heran apakah orang mengaku kalah begitu saja?Ketika ia berpaling, dilihatnya air muka Kongsun Lik-oh penuh rasa cemas dan kuatir serta berulang memberi isyarat pula kepadanya agar lekas melarikan diri saja. Melihat sikap nona itu, tampaknya sebentar lagi bakal datang bencana maut yang sukar dihindarinya.
Nyo Ko hanya tersenyum, sebaliknya ia seret sebuah kursi, lalu duduk di situ.
Dalam pada itu terdengar di ruangan dalam ada suara gemerincing nyaring, sejenak kemudian ke-16 anak murid tadi telah muncul lagi, tangan mereka tetap memegangi jaring, Hanya saja jaring mereka sudah berganti dengan jaring yang penuh terpasang kaitan dan pisau kecil, melihat sinarnya yang gemerlapan, jelas kaetan dan pisau2 itu sangat tajam, asal terkurung ditengah jaring, tentu seluruh tubuh akan tersayat dan mustahil bisa hidup lagi.
Segera Be Kong-co berteriak "He, sahabat Kokcu, mengapa kau menggunakan senjata sekeji itu terhadap tamu, kau tahu malu tidak?"
Sambil menuding Kyo Ko, Kongsun Kokcu berkata: "Bukan keinginanku hendak membunuh kau, soalnya berulang kali telah kusuruh kau pergi saja dari sini dan kau tidak mau."
Betapapun Be Kong-co juga ngeri melihat ke-empat jaring yang berkait tajam itu, segera ia berbangkit dan menarik "Nyo Ko, katanya: "Adik Nyo, orang busuk macam begini sebaiknya kita jauhi saja, buat apa kau merecoki dia lagi?"
Nyo Ko tidak menjawab, ia menatap ke arah Siao-liong-li dan ingin dengar apa yang dikatakan si nona.
Siao-liong-li sendiri memang merasa bimbang, Bahwa dia mau menikah dengan Kongsun Kokcu adalah karena dia berterima kasih atas pertolongan jiwanja, pula tempat kediamannya yang indah permai dan terpencil ini juga cocok sebagai tempat untuk menghindari pencarian Nyo Ko, apalagi setelah berdiam beberapa hari, ia merasa sang Kokcu adalah seorang yang berpengetahuan luas dan pandai, jelas seorang yang serba pintar, maka sedikit banyak timbul juga rasa sukanya dam merasa mantap untuk hidup bersamanya.
Siapa tahu dunia yang luas ini terkadang juga seperti sangat ciut, justeru Nyo Ko bisa muncul ditanah sunyi ini. Kini menyaksikan Kongsun Kokcu mengeluarkan barisan jaring berkait itu, ia pikir Nyo Ko pasti tak terhindar dari kematian, iapun sudah bertekad, asalkan Nyo Ko terkurung oleh jaring, segera ia sendiripun akan menubruk ke atas jaring itu untuk mati bersama pemuda itu.
Berpikir sampai disini tanpa terasa ia tersenyum simpul dan berhati lega.
Sudah tentu lika-liku yang dipikir Sian-liong-li itu tidak diketahui oleh Nyo Ko, pemuda itu justeru menyangka kebalikannya, ia pikir diriku sedang terancam bahaya maut, tapi kau masih dapat tersenyum gembira, keruan rasa pedih hatinya bertambah hebat.
Namun pada saat dia merasa pedih, dongkol dan gelisah itulah, sekilas timbul sesuatu pikiran pada benaknya, Keputusan apapun yang diambilnya selalu dilakukannya dengan sangat cepat, tanpa pikir lagi untuk kedua kalinya, langsung ia mendekati Siao-liong-li, dengan sedikit membungkuk uf: berkata: "Kokoh, Ko-ji sedang menghadapi kesukaran, mohon pinjam Kim-Ieng-soh (selendang bergenta emas) dan Ciang-doh (sarung tangan) untuk kupakai sebentar."
Yang terpikir oleh Siao-liang-Ii pada saat itu adalah betapa bahagianya dapat mati bersama Nyo Ko, selain itu tiada sesuatu lagi yang terpikir-olehnya. Karena itu tanpa menjawab ia terus mengeluarkan sepasang sarung tangan putih dan sehelai selendang sutera putih serta diangsurkan kepada pemuda itu.
Dengan tenang Nyo Ko menerima benda2 itu, katanya pula sambil menatap tajam wajah Siao-liong-Ii: "Sekarang engkau telah mengakui di-riku?"
Dengan penuh kasih sayang Siao-liong-li menjawab dengan tersenyum : "Di dalam hati sejak tadi sudah kukenali dirimu !"
Seketika semangat Nyo Ko terbangkit, tanyanya pula dengan suara gemetar: "Jadi kau pasti akan ikut pergi bersamaku dan takkan menikah dengan Kokcu ini, bukan?
"Ya, aku bertekad akan ikut pergi bersamamu dengan sendirinya takkan menikah dengan orang lain," jawab Siao-liong-li dengan tersenyum. "Ko-ji, jelas aku ini adalah isterimu."
Jawaban Siao-liong-li yang cukup tegas ini sudah tentu sangat mengejutkan orang, terutama Kongsun Kokcu, mukanya menjadi pucat pasi, mendadak ia bertepuk tangan empat kali dengan keras sebagai tanda perintah kepada anak muridnya agar melancarkan serangan serentak.
"Tanpa bicara lagi ke-16 anak muridnya tadi terus bergerak sambil membentang jaring mereka.
Bagi Nyo Ko, ucapan Siao-liong-Ii bagaikan obat mujarab yang telah menghidupkan dia dari kematian, seketika keberaniannya berlipat ganda, andaikan di depannya sekarang mengadang lautan api atau minyak mendidih juga tak terpikir lagi olehnya.
Segera ia memakai sarung tangan yang kebal senjata itu, sedang Kim-leng-seh pada tangan kanan terus digentakkan hingga menimbulkan suara "ting-ting" yang nyaring, laksana ular putih saja selendang sutera putih itu terus menyambar ke depan.
Pada ujung selendang putih itu terikat sebuah keleningan emas yang dapat berbunyi ketika selendang itu menjulur dan mengkeret lagi, kontan keleningan emas itu telah tepat mengetok "lm-kok-hiat" lawan yang berada di sebelah kanan, ketika selendang itu tertarik balik, kembali seorang lawan di sebelah kiri juga tertutuk, seketika lengan orang itu lemas tak bertenaga dan dengan sendirinya jaring yang dipegangnya terlepas dari tangannya.
Dua kali serangan kilat ini benar2 luar biasa, sekaligus selendang berkeleningan itu bergerak, seketika barisan jaring musuh kena dibobolkan. Waktu keempat orang yang memegangi jaring sebelah barat tertegun sejenak, sementara itu Kim-leng-soh yang disabetkan Nyo Ko telah menyambar tiba pula, "ting-ting", kembali dua orang diantaranya tertotok roboh lagi.
Tapi pada saat itu juga jaring di sebelah belakang telah menubruk tiba, kaitan dan pisau kecil yang terpasang di jaring itu segera akan melukainya, terpaksa Nyo Ko gunakan tangan kiri untuk mencengkeram jaring musuh terus di betot sekuatnya, Karena dia bersarung tangan pusaka, meski kaitan dan pisau tajam itu tercengkeram olehnya juga takkan melukainya.
Sejak dia menciptakan aliran ilmu silatnya sendiri, setiap gerak-geriknya boleh dikatakan selalu timbul secara otomatis dan tanpa ragu. Kini jaring yang kena dicengkeramnya itu segera digentakkan sehingga jaring berbalik menyamber ke arah para pemegangnya.Yang dilatih anak murid Cui-sin~kok itu adalah menyerang dengan jaring serta kemungkinan lolosnya musuh, sama sekaki tak terpikir oleh mereka bahwa jaring dapat terbalik hendak makan mereka, keruan mereka terkejut ketika melihat pisau dan kaitan tajam di dalam jaring yang menyambar kepala mereka itu, sambil menjerit ketakutan cepat mereka melompat mundur dan melepaskan jaring yang mereka pegang.
Anak muda yang berkuncir kecil tadi lebih lemah, tidak urung pahanya terluka oleh pisau sehingga mengucurkan darah, ia jatuh tersungkur dan menangis kesakitan.
"Jangun takut, adik cilik, takkan kulukai kau," kata Nyo Ko sambil tertawa, Segera ia taburkan kait jaring yang dirampasnya itu, sedang tangan lain memutar Kim-leng-soh, terdengar suara gemerincing nyaring bunyi keleningan serta benturan pisau dan kaitan tajam pada jaring rampasan itu.
Melihat lceperkasaan Nyo Ko, mana anak murid itu berani maju lagi, mereka berdiri di sudut sana, cuma tanpa perintah sang guru, biarpun takut merekapun tak berani melarikan diri, Keadaan yang sesungguhnya mereka sudah dikalahkan Nyo Ko walaupun secara resmi mereka belum mengaku kaIah.
Be Kong-co terus bertepuk tangan dan bersorak, tapi hanya dia sendiri saja yang bersorak sehingga terasa kesepian, ia menjadi rikuh sendiri ia melotot pada Kim-Iun Hoat-ong dan menegur: "He, Hwesio gede, memangnya kepandaian adik Nyo itu kurang bagus? Mengapa tidak bersorak memuji?"
"Bagus, bagus sekali kepandaiannya!" jawab Hoat-ong tertawa, "Tapi kan juga tidak perlu gembar-gembor begitu rupa, toh!"
"Sebab apa?" omel Be Kong-co pula dengan mendelik.
Sementara itu Kim-lun Hoat-ong melihat Kongsun Kokcu sedang melangkah ke tengah ruangan, maka ia tidak gubris lagi apa yang dikatakan Be Kong-co.
Setelah mendengar ucapan Siao-liong-li yang menyatakan bertekad ikut pergi bersama Nyo Ko, maka sadarlah Kongsun Kok-cu bahwa impiannya yang muluk2 selama setengah bulan ini akhirnya cuma kosong belaka, ia menjadi sangat kecewa dan gusar pula, pikirnya : "Jika kugagal mendapatkan hatimu. paling tidak aku harus mendapatkan tubuh-mu, Biarlah kubinasakan binatang cilik ini, dengan begitu mau-tak-mau kau harus ikut padaku, lama2 pikiranmu tentu juga akan berubah."
Meski wataknya kereng dan kejam, tapi iapun dapat membedakan antara yang benar dan salah. Gadis cantik seperti Siao-liong-li itu telah menyanggupi sendiri menjadi isterinya dan hari ini akan berlangsung upacara nikahnya, tapi mendadak muncul si Nyo Ko dan mengacaukan semuanya itu tentu saja ia sangat murka.
Melihat kedua alis sang Kokcu yang menegak dan merapat sehingga mata-alisnya seakan-akan tegak semua, Nyo No terkejut dan waswas, sambil memegang Kim-leng-soh dan jaring rampasannya ia siap siaga sepenuhnya, ia menyadari mati-sendiri dan sengsara atau bahagia Siao-liong-li hanya bergantung pada pertarungan yang menentukan ini, maka sedikitpun ia tak berani gegabah.
Dengan pelahan Kongsun kokcu terus mengitari Nyo Ko, sebaliknya Kyo Ko juga berputar dengan pelahan, panjangnya sedikitpun tak pernah meninggalkan tatapan musuh yang tajam itu, Ternyata sang Kokcu masih belum mau turun tangan, tapi ia tahu sekali musuh sudah menyerang tentu digunakan jurus serangan yang maha lihay.
Sejenak kemudian, mendadak kedua tangan sang Kokcu menjulur lurus ke depan tiga kali, lalu bertepuk dan menimbulkan suara "creng" laksana bunyi dua potong besi yang dibenturkan.
Nyo Ko terkesiap dan melangkah mundur setindak, tapi tangan kanan Kongsun Kokcu mendadak menyamber tiba, tahu-tahu jaring ikan rampasan itu kena dicengkeramnya terus dibetot sekuatnya.
Merasa tenaga betotan lawan luar biasa dahsyatnya, tangan sendiri sampai terasa sakit, terpaksa Nyo Ko melepaskan jaring itu.
Kongsun Kokcu melemparkan jaring itu kepada anak muridnya tadi sambil membentak: "Mundur-semua!"
Kaku sitam tepukan tangan Kongsun Kokcu itu sangat mengejutkan orang, sekarang semua orang bertambah kaget dan heran pula bahwa tangan sang Kokcu yang jelas telanjang itu ternyata tidak gentar akan ketajaman pisau dan kaitan yang terdapat pada jaring itu.
Biarpun Kongsun Lik-oh adalah anak perempuannya juga diketahui ilmu silat sang ayah memang sangat tinggi dan tidak tahu ayahnya memiliki kepandaian sehebat itu, Hanya Hoan It-ong saja sebagai muridnya yang tertua kenal kepandaian sejati sang guru, ia pandang Nyo Ko dan berkata dalam hati: "Hari ini kau pasti mampus!"
Setelah jaringnya terebut, Nyo Ko tidak beri kesempatan lagi kepada lawan untuk mendahuluinya, selendang sutera bergerak, keleningan berbunyi "ting-ting", sekaligus ia incar dua Hiat-to di bagian leher dan bahu, serangan ini hanya penjajagan saja, karena Nyo Ko belum tahu betul betapa lihaynya lawan.
Ilmu silat Kongsun Kokcu memang menyendiri serangan Nyo Ko itu ternyata tidak digubris olehnya, malahan sebelah tangannya terus menjulur ke depan. dan mencengkeram lengan Nyo Ko. Terdengar suara "ting-ting" dua kali, kedua tempat Hiat-to yang diincar Nyo Ko itu dengan tepat terketok oleh keleningan namun Kongsun Kokcu seperti tidak merasakan apa2, cengkeramannya tadi mendadak terbuka terus menyodok ke dagu kiri anak muda itu.
Nyo Ko tahu kalau Lwekang seseorang sudah berlatih sempurna, maka setiap saat dapat menutup Hiat-to di tubuh sendiri apabila menghadapi serangan musuh. Ada juga Lwekang yang aneh seperti apa yang dilatih Auyang Hong secara terbalik itu sehingga membingungkan serangan musuhnya.
Tapi cara Kongsun Kokcu menghadapi serangannya yang sama sekali se-akan tidak merasakan sesuatu, seperti di tubuhnya tidak terdapat Hiat-to, kepandaian ini benar2 sangat luar biasa, Nyo Ko mengkeret dan jeri.
Sementara itu kedua tangan Kongsun Kokcu bergerak naik turun, telapak tangan samar2 bersemu hitam. Angin pukulannya terasa menyamber dengan dahsyat.
Nyo Ko tahu kelihayan lawan dan tak berani menangkisnya dengan keras lawan keras, sembari menggunakan Kim-leng-soh untuk melayani serangan musuh, tangan yang lain digunakan menjaga diri dengan rapat.
Dalam sekejap saja belasan jurus sudah berlangsung, Nyo Ko memperhatikan setiap serangan musuh dengan cermat, tiba2 hatinya tergerak "ilmu pukulan Kokcu ini tidak aneh, rasanya aku pernah melihatnya entah di mana?"Pada suatu kesempatan mendadak ia melompat mundur sambil berseru: "He, apakah engkau kenal Wany&n Peng?"
Kiranya Nyo Ko melihat gaya pukulan Kokcu ini serupa dengan ilmu silat Wanyan Peng, hanya kekuatan Kokcu ini jauh berbeda dengan Wanyan Peng yang lemah itu.
Kongsun Kokcu tidak menjawab, sebaliknya ia terus menubruk maju lagi dan melancarkan pukulan dahsyat. Sekali ini Nyo Ko melihat gaya pukulannya tidak sama dengan Wanyan Peng, untuk menghindar terasa tidak keburu lagi, terpaksa Nyo Ko menangkisnya dengan tangan kiri.
"PIak", kedua tangan beradu, Nyo Ko tergetar mundur dua-tiga tindak, sebaliknya Kongsun Kokcu tetap berdiri di tempatnya, hanya tubuhnya tergeliat sedikit
Kedua tangan begitu beradu terus berpisah pula tapi kontan Nyo Ko merasakan suatu arus hawa panas menyusup ke tangannya, keruan ia terkejut pikirnya: "Hebat benar tenaga pukulan jahanam ini, padahal sarung tangan Kokoh yang kupinjam ini kebal terhadap senjata tajam macam apapun, tapi ternyata tidak mampu menahan tenaga pukulannya."
Meski kelihatan Kongsun Kokcu berdiri tanpa terhuyung dan seperti lebih unggul, tapi sesungguhnya dadanya juga terasa sakit karena getaran tenaga pukulannya Nyo Ko, iapun terkejut dan heran: "Bocah ini masih muda belia, ternyata mampu menahan pukulanku yang dahsyat ini. Jika terlibat lebih lama, rasanya belum tentu dapat membinasakan dia, sebaliknya kalau berakhir sama kuat maka musnahlah pamorku ini."
Mendadak ia bertepuk tangan pula dua kali sehingga menimbulkan nyaring, ia menoleh kepada puterinya dan berseru: "Ambilkan senjataku!"
Kongsun Lik-oh menyadari apabila senjata sang ayah dikeluarkan, maka bagi Nyo Ko hanya ada kematian saja dan tak mungkin bisa selamat.
Karena sedikit ragu dan merandeknya itu, dengan suara bengis Kongsun Kokcu membentak pu!a: "Ambilkan senjataku, kau dengar tidak ?"
Dengan muka pucat Kongsun Lik-oh mengiakan dan cepat berlari keruangan belakang.
Nyo Ko telah mengikuti sikap ayah beranak itu, ia pikir dengan bertangan kosong saja aku tidak dapat melawannya, apalagi sekarang akan digunakan lagi senjata apa, mana aku dapat lolos dengan hidup. Mumpung ada kesempatan, biarlah kulari saja sekarang.
Segera ia mendekati Siao-lioag-li dan mengulurkan tangan, katanya: "Kokoh, marilah ikut padaku."
Kongsun Kokcu sudah siap pukulannya yang maha dahsyat, asalkan Siao-liong-li berbangkit dan menggenggam tangan Nyo Ko, seketika dia akan menubruk maju untuk menghancurkan punggung anak muda itu, ia sudah ambil keputusan akan membinasakan Nyo Ko andaikan diri sendiri juga akan terluka parah. Ia pikir kalau sampai calon isteri itu ikut pergi bersama Nyo Ko, lalm apa artinya pula hidup ini baginya ?
Tak terduga Siao-liong-li tidak lantas berbangkit, ia hanya menjawab dengan hambar: "Kini belum waktunya, Ko-ji, selama beberapa hari ini apakah kau baik2 saja?" - Betapa mesranya pertanyaannya yang terakhir itu jelas tertampak.
"Engkau tidak marah lagi padaku, Kokoh?" jawab Nyo Ko.
Siao-Iiong-li tersenyum hambar, katanya: "Mana aku dapat marah padamu? Coba sini, putar tubuhmu!"
Nyo Ko menurut dan memutar tubuhnya, ia tidak tahu apa kehendak si nona, tiba2 Siao-liong-li mengeluarkan benang dan jarum, kemudian diukurnya baju bagian punggung Nyo Ko yang robek tercengkeram oleh Koagsun Kokcu tadi.
"Sudah sekian lamanya kuingin membuatkan S(itaah baju baru bagimu, tapi mengingat selanjutnya tak bakalan bertemu lagi dengan kau, untuk apa kubuatkan baju baru? Ai, sungguh tidak nyana engkau akan mencari ke sini," sembari berkata dengan gegetun, Siao-liong-li lantas menggunakan sebuah gunting kecil untuk memotong sebagian lengan baju sendiri untuk menambal baju Nyo Ko yang robek itu.

Dahulu waktu mereka masih tinggal di kuburan kuno, apabila baju Nyo Ko robek, selalu Siao-liong-li menambalkan bajunya dengan cara demikian, Kinl kedua orang sudah tidak memikirkan mati hidup lagi dan se~akan2 berada berduaan saja mesti di ruangan itu sorot mata semua orang sedang memperhatikan gerak-gerik mereka.

Kim-lun Hoat ong lain2 saling pandang dengan heran dan kagum pula, Kongsun Kokcu juga terkesima, seketika tak tahu apa yang harus dilakukannya.
"Selama beberapa hari ini aku telah bertemu dengan beberapa orang yang menarik," tutur Nyo Ko pula, "Coba terka, Kokoh, darimanakah kuperoleh gunting raksasa itu?"
"Ya, memangnya akupun heran seakan2 kau sudah menduga sebelumnya bakal bertemu dengan si jenggot cebol itu di sini, maka sengaja pesan sebuah gunting raksasa untuk memotong jengggotnya," ujar Siao-liong-Ii.
"Ai, kau sungguh nakal orang memiara jenggotnya dengan susah payah selama berpuluh tahun, tapi sekejap saja sudah kau potong, bukankah sangat sayang?"
Melihat betapa kedua orang itu bicara dengan mesranya, rasa cemburu Kongsun Kokcu seketika berkobar, segera sebelah tangannya mencengkeram kedada Nyo Ko sambil membentak: "Anak jadah, terlalu temberang kau, memangnya kau anggap tiada orang lain di sini?"
Tapi kini biarpun langit ambruk atau bumi amblas juga takkan digubris oleh Nyo Ko, serangan Kongsun Kokcu itu ternyata tidak dihiraukannya! sama sekali, ia hanya menjawab: "Tunggu sebentar, setelah bajuku ditambal segera kulayani kau."
Sementara itu jari Kongsun Kokcu sudah tinggal beberapa senti saja di depan dada Nyo Ko.
Bagaimanapun juga dia harus menjaga harga diri sebagai seorang guru besar ilmu silat, walaupun murka, betapapun serangannya itu tak dapat diteruskan lagi ke tubuh lawan yang sama sekali tidak menangkis itu.
Pada saat itulah tiba2 terdengar Kongsua Lik-oh berkata di belakang: "Ayah, senjatamu ini!"
Kongsua Kokcu tidak berpaling, dia melangkah mundur dua tindak dan dapatlah menerima senjata yang disodorkan puterinya itu.
Waktu semua orang mengamati terlihat tangan kirinya telah memegang sebatang golok tebal dengan bagian yang tajam itu berbentuk gergaji dan mengerdepkan cahaya keemasan, rupanya terbuat dari emas, sedangkan tangan kanannya memegangi senjata berwarna hitam panjang kecil, senjata aneh itu tidak mirip golok juga tidak memper pedang, kelihatan bergetar pelahan, tampaknya batang senjata itu sangat lemas.Nyata kedua macam senjata itu berbeda satu sama lain secara terbalik, kalau yang satu, berat dan keras, maka satunya lagi enteng dan lemas.
Seperti diketahui, bobot emas jauh lebih berat dari pada besi senjata yang bentuknya sama dan terbuat dari emas bobotnya akan lipat satu kali dari pada senjata terbuat dari besi biasa.
Tampaknya golok emas bergerigi itu sedikitnya ada 50-60 kati sedangkan pedang atau anggar hitam itu entah terbuat dari logam apa?
Nyo Ko memandang sekejap, sepasang senjata lawan yang aneh itu, lalu berkata pula kepada Siao-liong-li: "Kokoh, tempo hari aku bertemu dengan seorang perempuan gendeng, dia telah memberitahukan padaku musuh pembunuh ayahku."
Hati Siao-liong-li terkesiap, cepat ia bertanya: "Siapa Musuhmu itu?"
Sambil mengertak gigi Nyo Ko berkata dengan penuh dendam: "Bagaimana juga kau pasti tak-kan menduga akan mereka, selama ini akupun menganggap mereka sangat baik padaku."
"Mereka? Mereka siapa?" Siao-liong-li menegas.
"Siapa lagi mereka kalau bukan..." belum sempat Nyo Ko menerangkan nama yang akan disebutnya, terdengarlah suara mendenging nyaring memekak teIinganya, itulah suara benturan antara golok emas dan pedang hitam yang dipegang Kongsun Kokcu itu.
Sekali bergerak, susul menyusul Kongsun Kokcu menusuk tiga kali, pertama menusuk atas kepala, kedua menusuk leher sebelah kanan dan ketiga sebelah kiri leher, semuanya menyamber lewat satu-dua senti di atas kulit.
Rupanya Kokcu itu ingin menjaga diri, kalau lawan tidak menangkis, maka iapun tidak sudi melukainya, cuma tiga kali tusukannya itu sungguh amat cepat dan jitu, benar2 kepandaian hebat.
"Sudah!" ucap Siao-Iiong-Ii selesai menambal baju Nyo Ko sambil menepuk pelahan punggung anak muda itu, Nyo Ko menoleh dan tersenyum, lalu melangkah maju dengan menenteng Kim-leng-soh.
Meski Kongsun Kokcu sudah lama mengasingkan diri di lembah sunyi, tapi pandangannya sedikitpun tidak kurang tajamnya, orang yang mengajarkan ilmu silat padanya itu paham benar berbagai aliran ilmu silat di dunia dan dahulu pernah berkata padanya bahwa bisa jadi jago kelas satu di jaman ini mampu menandingi Kangfau (Kungfu) tangan besinya, tapi untuk membobol barisan jaring ikannya itu belum tentu bisa kecuali Pak~tau-tin dari Coan-cin-kau yang mungkin dapat menandinginya dengan sama kuat dan siapa lebih ulet akhirnya akan menang.
Tapi kalau dua macam senjatanya yang berlainan itu dikeluarkan diduga di dunia ini tiada orang yang sanggup melawannya.
Karena itu ia menduga betapapun tinggi kepandaian Nyo Ko, dalam sepuluh jurus saja pasti akan dibinasakan olehnya. Tapi ketika menyaksikan sikap Siao-liong-li yang mesra tadi terhadap anak muda itu, iapun tahu apabila Nyo Ko mati, maka berarti putus harapan pula rencana pemikahan nona itu dengan dirinya.
Setelah merenung sejenak, akhirnya ia mendapat akal: "Harus kupaksa dia (Siao-liong-li) memohon ampun padaku bagi bocah ini, dalam keadaan begitu, biarpun hatinya tidak rela, mau-tak mau dia harus menikah juga dengan aku"
Kalau Kongsun Kokcu merenung untuk mencari akal, di pihak lain Nyo Ko juga sedang memikirkan cara melawan orang, ia pikir orang tidak takut Hiat-to tertutuk, ini berarti daya guna Kim leng soh tidak banyak artinya. Meski diri sendiri sudah menciptakan suatu aliran ilmu silat, tapi belum sempat dipelajari secara matang, sedangkan senjata musuh kelihatan sangat aneh, sekali dimainkan tentu sangat lihay.
Selagi Nyo Ko merasa tak berdaya, sementara itu terdengar Kongsun Kokcu telah berseru: "Awas serangan!" Berbareng pedang emas begerak terus menusuk dada.
Anehnya tusukan itu tidak langsung ke depan, tepi ujung pedang bergetar dalam lingkaran kecil di depan tubuhnya, Nyo Ko terkejut dan melompat mundur.
"Maklumlah kalau ujung pedang itu ditusukkan biarpun hebat jurus seranganya tentu juga akan dapat dipatahkannya, tapi kini ujung pedang itu terus berputar dalam lingkaran sehingga sukar diraba arah tujuan ujung pedangnya kalau menangkis ke kiri kuatir musuh menusuk ke kanan malah, bila menangkis ke atas, siapa tahu kalau dia berbalik menyerang bagian bawah, Karena ragu2, terpaksa ia melompat mundur saja untuk menghindar.
Tapi Kongsun Kokcu juga sangat gesit, begitu Nyo Ko melompat mundur, segera dia membayangi lawan, kembali lingkaran pedangnya bergetar lagi didepan Nyo Ko, makin lama lingkaran ujung pedang itu makin besar, semula hanya lingkaran seluas dada, beberapa putaran lagi sudah mencakup bagian perutnya dan kemudian meluas pula ke bagian leher.
Kim-lun Hoat-ong, In Kik-si dan lainnya adalah maha guru ilmu silat terkemuka, namun ilmu pedang yang mendesak musuh dengan lingkaran ujung pedang begitu boleh dikatakan belum pernah mereka lihat, maka mereka menjadi heran dan terkejut.
Begitulah setiap kali Kongsun Kokcu melancarkan suatu tusukan, setiap kali pula Nyo Ko terpaksa melompat mundur, belasan kali Nyo Ko harus menghindar secara begitu tanpa sanggup balas menyerang, Tampaknya serangan Kongsun Kokcu semakin lihay, apalagi golok bergerigi pada tangannya yang lain belum pula digunakan, kalau sampai golok emas itupun ikut menyerang, pasti sukar bagi Nyo Ko untuk menahannya.
Tanpa pikir lagi segera Nyo Ko melompat ke kiri sambil mengayun Kim-leng-soh, "tring", genta kecil itu menyamber ke depan untuk mengetok mata kiri musuh. Biarpun Kongsun Kokcu tidak gentar Hiat-to tertutuk, tapi mata adalah tempat yang lemah dan harus dijaga, cepat ia miringkan kepala dan segera balas menyerang pula dengan pedang hitam.
Nyo Ko sangat girang, sekali Kim-leng-soh menyendal, terbelitlah kaki kanan musuh, bara saja hendak dibetot sekuatnya, mendadak pedang hitam Kongsun Kokcu memotong ke bawah, "sret", selendang sutera Nyo Ko itu putus dibagian tengah, pedang hitam yang tampaknya mirip seutas tali itu ternyata tajamnya tidak kepalang.Terdengar semua orang menjerit kaget, berbareng itu terdengar pula samberan angin, golok bergerigi sang Kokcu telah membacok ke arah Nyo Ko, sebisanya Nyo Ko menjatuhkan diri ke lantai dan berguling ke sana, "trang", suara nyaring menggetar telinga, kiranya Nyo Ko sempat menyamber tongkat baja Hoan It-ong tadi dan digunakan menangkis ke atas. Karena benturan golok dan tongkat itu, tangan kedua orang sama sakit kesemutan.
Diam2 Kongsun Kokcu kejut dan heran akan kemampuan Nyo Ko yang sanggup menahan berpuluh jurus serangannya, Segera goloknya menabas lagi dari samping, berbareng pedang hitam juga menusuk dari depan.
Supaya diketahui bahwa permainan golok mengutamakan kekerasan dan kekuatan, sedangkan permainan pedang mengutamakan kelincahan dan kelemahan, jadi watak kedua jenis senjata itu sama sekali berbeda, maka adalah hal yang tidak mungkin bahwa seorang dapat menggunakan dua macam senjata itu sekaligus.
Tapi kini Kongsun Kokcu ternyata dapat memainkan golok dan pedang dengan lihay, sungguh suatu kepandaian khas yang jarang terdapat di dunia persilatan.
Sambil mengertak, Nyo Ko putar tongkat baja dan menggunakan kunci "menutup" dari Pak~kau-pang-hoat, ia bertahan dengan rapat sehingga seketika pedang dan golok Kongsun Kokcu tidak mampu menembus pertahanan anak muda itu.
Cuma Pak-kau-pang-hoat mengutamakan pertahanan gerak serangan, dengan pentung bambu yang enteng, tentu dapat dimainkan dengan gesit dan lincah sesuka hati, kini Nyo Ko memegang tongkat baja sebagai pengganti pentung bambu, tentu saja gerak-geriknya tidak leluasa, setelah belasan jurus ia mulai merasa payah.
Suatu peluang dilihat oleh Kongsun Kokcu mendadak goloknya menahan keatas, berbareng pedang hitam menabas kebawah, "krek", kontan tongkat baja tertabas kutung.
"Bagus" teriak Nyo Ko, "Memangnya aku lagi merasa keberatan memegangi potongan besi ini." - Segera ia putar setengah potongan tongkat baja itu dan terasa lebih enteng dan lincah.
"Hm, bagus atau tidak, boleh lihat saja nanti!" jengek Kongsun Kokcu dengan mendongkol, kembali goloknya membacok lagi dari depan.
Bacokan ini teramat lugu, asalkan Nyo Ko mengegos saja dengan mudah dapat menghindarkan serangan itu Tak terduga lingkaran ujung pedang hitam ternyata juga mengurung tubuh Nyo Ko sehingga anak muda itu tidak dapat bergerak sembarangan, Terpaksa Nyo Ko angkat potongan tongkat untuk menangkis.
"Trang" suara nyaring keras benturan golok sama tongkat menerbitkan lelatu api pula. Habis bacokan pertama, menyusul bacokan kedua dilontarkan lagi oleh Kongsun Kokcu dengan cara yang sama tanpa variasi.
Bahwa pengetahuan ilmu silat Nyo Ko sangat luas, otaknya juga cerdas, tapi aneh sama sekali ia tidak berdaya mematahkan bacokan lawan yang begitu2 saja, kecuali menangkis dengan cara seperti tadi terasa tiada jalan lain yang lebih bagus.
Untuk kedua kalinya golok dan tongkat kutung beradu, diam2 Nyo Ko mengeluh. Kiranya bacokan kedua kali ini tampaknya begitu saja tapi tenaganya ternyata bertambah sebagian, ia pikir kalau bacokan begini berlangsung beberapa kali lagi tentu otot tulang lenganku bisa putus tergetar oleh tenaga Kokcu ini.
Belum habis terpikir benar saja bacokan ke tiga Kongsun Kokcu sudah nyambar tiba pula dan tenaganya memang bertambah lagi sebagian.
Kiranya ilmu permainan golok Kongsun kokcu itu meliputi 18 jurus, tenaga setiap jurus selalu bertambah kuat daripada jurus yang duIuan.
Walaupun tenaganya cuma sebagian saja, tapi kalau terus bertambah dan menumpuk, jadinya bisa berlipat ganda dan sukar ditahan.
Setelah menangkis beberapa kali lagi, tongkat kutung di tangan Nyo Ko sudah babak belur oleh bacokan golok emas lawan, tangan Nyo Ko pun tergetar lecet.
Melihat tenaga tangkisan Nyo Ko tidak berkurang, dalam keadaan bahaya anak muda itu masih tetap mengulum senyum, diam2 Kongsun Kokcu sangat mendongkol, ia merasa kalau beberapa kali bacokan lagi tak dapat menaklukan Nyo Ko akan kelihatan dirinya sendiri yang terlalu tak becus,
Maka ketika golok membacok lagi, mendadak pedang hitam terus menusuk ke perut lawan.
Saat itu Nyo Ko sudah terdesak sampai di pojok ruangan, melihat ujung pedang menyamber tiba, cepat ia menangkis dengan telapak tangan, ujung pedang tepat menusuk di tengah telapak tangan, tapi pedang hitam itu lantas melengkung dan terpental balik. Kiranya sarung tangan dari Siao-liong-li yang terbuat dari anyaman benang emas itu tidak tertembuskan oleh pedang hitam yang tajam itu.
Setelah mengetahui sarung tangannya tidak takut pada senjata lawan, cepat Nyo Ko membaliki tangan untuk menarik ujung pedang musuh, Tak terduga Kongsun Kokcu telah sedikit menyendal pedangnya yang melengkung tadi sehingga batang pedang yang lemas itu membaik ke bawah dan melukai lengan Nyo Ko, darah seketika bercucuran.
Nyo Ko terkejut dan cepat melompat mundur. sebaliknya Kongsun Kokcu juga tidak mendesak maju, ia mendengus beberapa kali, habis itu baru melangkah maju dengan pelahan.
Jika Kongsun Kokcu hanya menggunakan salah sebuah senjatanya saja, tentu Nyo Ko mempunyai akal untuk meIawannya. sekarang musuh memakai dua macam senjata yang justeru berlawanan, satu keras dan satu lemas dengan gerak serangan yang berbeda, keruan Nyo Ko tak berdaya dan tercecar hingga kelabakan.
Walau Nyo Ko terdesak dan serba repot tapi Kim-lun Hoat-ong, In Kik-si dan lain-lain yang mengikuti pertarungannya itu bertambah kagum.
Dalam hati mereka sama berpikir "jika aku sendiri yang harus melayani kedua macam senjata yang berbeda itu, mungkin sejak tadi jiwaku sudah melayang. Tapi bocah ini ternyata mampu meIayaninya dengan berbagai cara yang cerdas dan dapat menghindari sekian kali serangan maut,"
Begitulah Kongsun Kokco masih terus meIancarkan serangan dengan golok dan secara bergantian kembali bahu Nyo Ko tertusuk lagi satu kali sehingga bajunya berlepotan darah."Kau menyerah tidak?" bentak Kongsun Kokcu.
"Kau bertanding dengan cara yang jauh menguntungkan kau, tapi masih berani tanya padaku menyerah atau tidak, hahaha, mengapa kau begini tebal muka, Kongsun Kokcu?" ejek Nyo Ko dengan tersenyum.
Mendadak Kongsun Kokcu menarik kedua serangannya dan bertanya: "Apa yang menguntungkan aku? Coba katakan." tanya Sang Kokcu.
"Kau menggunakan senjata se-hari2, sepasang senjata yang aneh ini mungkin sukar dicari lagi didalam dunia, betul tidak?" ujar Nyo Ko.
"Memangnya kenapa? Kan senjata di tanganmu itu juga luar biasa," jawab Kongsun Kokcu,
Nyo Ko membuang tongkat kutung itu dan berkata dengan tertawa: "Ini kan milik muridmu si jenggot tadi." - Lalu ia menanggalkan sarung tangan kedua potong selendang sutera yang putus tadi dijemputnya pula dan dilemparkan kepada Siao-liong-li, kemudian berkata pula: "Dan ini adalah milik Kokoh yang kupinjam tadi,"
Habis itu Nyo Ko keplok2 tangannya dia kebut2 debu pada badannya tanpa menghiraukan datrah yang masih mengucur dari lukanya, lalu berkata pula dengan tertawa: "Nah, kudatang ke sini dengan bertangan kosong, masakan aku bermaksud memusuhi kau ? sekarang terserah kau, mau bunuh boleh bunuh. tidak perlu banyak omong lagi."
Melihat sikap anak muda itu tenang sabar, wajahnya cakap, mesti terluka tapi bicara dan tertawa sesukanya seperti tidak terjadi sesuatu kalau dibandingkan dirinya sendiri terasa memalukan dan rendah.
"Jika anak muda ini tetap dibiarkan hidup, tentu Liu-ji akan condong dan jatuh hati padanya."
Tanpa pikir ia mengangguk dari berkata: "Baiklah." segera pedangnya menusuk ke dada Nyo Ko.
Karena merasa tidak sanggup melawan orang, kyo Ko sudah ambil keputusan biar dibunuh saja oleh lawannya itu, maka iapun tidak menghindar ketika tusukan orang tiba, sebaliknya ia menoleh ke sana untuk memandang Sio-liong-li, pikiranya "Sambil memandangi Kokoh, biar matipun aku tidak menyesal."
Dilihatnya Sio-liong-Ii sedang melangkah ke arahnya setindak demi setindak dengan tersenyum manis, kedua pasang mata saling menatap, sama sekali tidak menghiraukan ancaman pedang hitam Kongsun Kokcu.
Sesungguhnya Kokcu itu belum pernah kenal Nyo Ko sehingga hakikatnya tidak ada dendam permusuhan apapun, sebabnya dia ingin membinasakan anak muda itu semuanya gara2 Siao-liong li belaka, sebab itulah ketika tusukan terakhir itu di lontarkan, tanpa terasa iapun memandang sekejap ke arah Siao-liong li
Sekali pandang seketika rasa cemburunya berkobar hebat, tertampak si nona menatap Nyo Ko dengan penuh kasih sayang mesra, waktu ia melirik Nyo Ko, kelihatan sorot anak muda itupun serupa dengan Siao-liong-Ii, padahal ujung pedang kini sudah menempel dadanya, asalkan tangannya sedikit mendorong ke depan, seketika ujung pedang itu akan menembus dadanya, tapi Siao-liong li ternyata tidak menjadi kuatir dan cemas, Nyo Ko juga tidak berusaha menangkis kedua orang hanya saling pandang dengan kesan penuh jalinan perasaan dan melupakan segala apa yang berada di sekitarnya.
Gemas dan dongkol Kongsun Kokcu tak terkirakan, pikirnya: "Jika kubunuh kau sekarang, akan membuat kau merasa puas dan bahagia ketika menghadapi ajalnya, aku justru ingin kau menyaksikan sendiri pemikahanku dengan Liu-ji, habis malaman pengantin barulah kubunoh kau!"
Karena pikiran itu, segera ia berteriak : "Lui - ji, kau ingin kubunuh dia atau menghendaki ku-ampuni dia?"
Siao-liong-li memandangi Nyo Ko dengan segenap cita-rasanya dan sama sekali tidak memikirkan Kongsun Kokcu, karena mendadak mendengar suaranya barulah ia tersadar, katanya cepat dengan kuatir. "Lekas kesampingkan pedangmu untuk apa kau mengacungkan pedangmu di depan dadanya?"
Kongsun Kokcu mendengus dan berkata: "Baik, tidaklah sukar untuk mengampuni jiwanya asalkan kau suruh dia segera pergi dari sini dan tidak merintangi detik bahagia pernikahan kita nanti."
Sebelum bertemu dengan Nyo Ko sebenarnya Siao-liong-li sudah bertekad takkan berjumpa lagi dengan anak muda itu, Tapi kini setelah bertemu kembali mana dia mau lagi menikah dengan Kongsun Kokcu? ia tahu apa yang menjadi keputusannya akhir2 ini jelas sukar dilaksanakannya, lebih baik mati saja daripada menikah dengan orang lain, ia lantas berpaling dan berkata kepada Kongsun Kokcu "Kongsun-siansing aku sangat berterima kasih atas pertolonganmu, tapi aku tak dapat menikah dengan kau."
Meski sudah tahu alasannya, tapi Kongsun Kokcu masih bertanya: "Sebab apa?"
Siao-liong-Ii berdiri sejajar dengan Nyo Ko dan memegangi tangan anak muda itu, dengan tersenyum ia menjawab: "Aku sudah bertekad akan menjadi suami-isteri dengan dia dan hidup berdampingan selamanya, masakah kau tak dapat melihat sikap kami ini?"
Tergetar tubuh Kongsun Kokcu, katanya dengan geram : "Kalau saja tempo hari kau sendiri tidak menyanggupi aku, masakah aku paksa kau pada waktu kau terancam elmaut? Tapi kau sendiri yang terima lamaranku, itu, dan timbul dari perasaan sukarela dan iklas?"
Pada dasarnya Siao - liong li masih polos dan belum paham seluk beluk kehidupan insaniah, tanpa ragu ia menjawab: "Memang betul begitu, tapi aku merasa berat meninggalkan dia. Nah, kami akan pergi saja, harap kau jangan marah," Habis itu ia tarik tangan Nyo Ko dan diajaknya pergi.
Ucapan Siao-liong-li ini membikin semua orang saling pandang dengan melongo, Kongsun Kokcu terus melompat maju dan mengadang di ambang pintu, serunya dengan serak "untuk bisa keluar dari lembah ini kecuali kau harus membunuh diriku lebih dulu..."
Siao liong li tersenyum, katanya: "Kau berbudi menoIong jiwaku, mana boleh kubunuh kau? Lagipula, ilmu silatmu tinggi betapapun aku takdapat mengalahkan kau."
Sembari bicara ia terus merobek kain baju sendiri untuk membalut luka Nyo Ko.
"Kongsun-heng," mendadak Kim-lun Hoat-ong berseru: "lebih baik kau membiarkan mereka pergi saja"
Kongsun Kokcu mendengus tanpa menjawab, dengan air mukanya penuh gusar, ia tetap menghadang di ambang pintu.
Segera Hoat-ong berkata pula: "Jika ia main pada dengan sepasang pedangnya, pasti kedua macam senjatamu itupun tak dapat menandingi mereka, Daripada kalah bertanding memberi tembok isteri lagi, ada lebih baik kau mengalah saja dan serahkan si dia padanya."
Rupanya Kim lun Hoat-ong masih penasaran karena dia pernah kalah dibawah ilmu pedang yang dimainkan secara berganda oleh Nyo Ko dan Siao-liong-li tempo hari, kejadian itu dianggap sebagai hal yang memalukan baginya. Kini menyaksikan im-yang-siang-to (sepasang senjata berlainan) yang dimainkan Kongsun Kokcu ternyata sangat lihay dan tidak kalah hebatnya daripada permainan rodanya sendiri maka ia sengaja memancingnya dengan kata2 untuk mengadu domba mereka dan dia sendiri dapat menarik keuntungannya.
Padahal seumpamanya dia tidak membakarnya dengan kata2 itu juga Kongsun Kokcu tidak sampai membiarkan Siao-liong-Ii dan Nyo Ko pergi begitu saja. Karena itu ia melotot gusar kepada Hoat-ong, dalam hati ia memaki Hoat-ong yang berani mengucapkan kata2 yang meremehkan dirinya, ia ingin kelak kalau ada kesempatan tentu akan ku-bikin perhitungan dengan kau si Hwesio ini.
Begitulah watak Kongsun Kokcu itu memang tinggi hati dan congkak, selamanya dia maha kuasa di Cui-sian-kok ini tanpa seorangpun berani membangkang perintahnya, sekalipun puteri kandung sendiri juga akan dihukum badan apabila berbuat salah, maka dapat dibayangkan marahnya.
Semakin murka semakin nekat pula Kongsun Kokcu itu, betapapun ia harus menikah dengan Siao-liong-li meski apapun yang akan terjadi, dengan gregetan, ia pikir: "sekalipun hatimu tidak kau serahkan padaku, sedikitnya tubuhmu harus diberikan padaku, Kau tidak mau menikah dengan aku waktu hidup, sesudah kau mati juga akan kunikahi kau."
Semula dia ingin menggunakan jiwa Nyo Ko sebagai senjata untuk memaksa Siao-liong-li menyerah kepada keinginannya tapi setelah melihat kedua muda-mudi itu sama sekali tak takut mati, maka iapun ambil keputusan takkan melepaskan mereka andaikan kedua orang itu harus dibunuhnya semua.
Bagi Nyo Ko, tanpa terasa semangat tempurnya seketika berkobar setelah melihat Siao-liong li hanya mencintainya seperti semula, dengan mantap sigap ia bertanya: "Kongsun-Kokcu, dengan cara bagaimana barulah engkau mau membiarkan kami pergi?"
Pertanyaan Nyo Ko ini membuat Kongsun Kokcu bertambah murka, napsu membunuhnya semakin berkobar.
Mendadak terdengar Be Kong-co berseru: "Hei Kongsun-Kokcu, orang sudah mengatakan tidak mau menjadi isterimu, mengapa kau merintangi orang?"
Dengan suara banci Siao-siang-cu berkata:
"Jangan sembarangan omong, Be-Kong co, kan Kongsun kokcu sudah menyiapkan perjamuan besar ini, Kita diundang meramaikan pestanya yang meriah ini."
"Aha, perjamuan apa? Paling air tawar dan sayur mentah, apanya yang dapat dirasakan?" seru Be Kong-co, "Jika aku menjadi nona cantik ini pasti juga aku tidak sudi menjadi isterinya. Nona cantik melek seperti dia, menjadi permaisuri juga setimpal, untuk apa hidup susah2 ikut seorang kakek?"

Meski dogol, tapi apa yang dikatakan itupun cukup masuk diakal Siao-liong-li menoleh dan berkata dengan suara lembut padanya: "Be-toaya, soalnya Kongsun-siansing telah menyelamatkan jiwaku, betapapun dalam hatiku tetap... tetap berterima kasih padanya."

"Bagus, si tua Kongsun," seru Be Kong~co pula, "Jika kau memang seorang berbudi dan bijaksana, lebih baik sekarang juga kau membiarkan kedua muda-mudi itu melangsungkan pernikahan di sini, kalau dengan alasan kau telah menolong jiwa si nona, lalu tubuhnya hendak kau gagahi, huh, jiwa ksatria macam apakah begitu?"
Karena orangnya dogol, ucapannya juga tanpa tedeng aling2 dan sangat menusuk hati, tapi juga sukar dibantah.
Tentu saja Kongsun Kokcu sangat murka, diam2 ia bertekad semua orang yang memasuki tempatnya ini harus dibunuh seluruhnya, Tapi iapun tidak memberi reaksi apa2, dengan hambar ia berkata: "Ah, sebenarnya lembah pegununganku ini bukan sesuatu tempat yang luar biasa, tapi kalau kalian boleh datang dan pergi sesukanya, rasanya orang terlalu meremehkan diriku, Nona liu...."

Continue Reading

You'll Also Like

1M 109K 49
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
34.7K 1.6K 10
Menceritakan pendakian seseorang bernama Dipta, yang harus menghadapi kenyataan pahit ketika dia bersama rombongannya mendaki Gunung Merapi
13.8K 1.9K 28
Dimas, seorang Insinyur Pertambangan yang baru bekerja di sebuah Anjungan Lepas Pantai. Harus menghadapi kasus seorang pekerja yang tiba-tiba melompa...
29.1K 1.1K 14
Minasan! Konnichiwa.. Saya akan membuat sebuah ungkapan2 bahasa jepang yang digunakan sehari-hari