Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode
....
Song Fic : Moon Represents
My Heart
...
Kau tanya berapa dalam cintaku padamu
besarnya cintaku padamu
kasihku benar adanya
cintaku sejati
bulan melambangkan hatiku
Kau tanya berapa dalam cintaku padamu
besarnya cintaku padamu
kasihku tak berpindah cintaku tak berubah
bulan melambangkan hatiku
Sebuah kecupan lembut
telah menggetarkan hatiku
sebuah kasih yang begitu dalam
membuatku rindu sampai kini
Kau tanya berapa dalam cintaku padamu
besarnya cintaku padamu
cobalah kamu pikirkan
kau lihatlah
bulan melambangkan hatiku
...
Naruto tak pernah menyangka jika air mata akan kembali membasahi wajah tannya setelah ia memiliki Hinata. Baginya setelah Hinata resmi menjadi istrinya, ia telah memiliki Hinata sepenuhnya. Tak ada yang bisa memisahkan mereka. Bahkan maut sekalipun.
Tapi setelah membaca secarik surat yang sempat ia buang beberapa hari lalu tanpa membacanya, hatinya terasa perih. Hinata, istri mungilnya itu begitu mencintainya, sekalipun beberapa hari ini ia mengabaikan wanita yang sedang mengandung benihnya itu, karena harga dirinya yang terluka.
'Persetan dengan harga diri lelakiku, harta, tahta dan istana itu tak memiliki arti sedikitpun jika tak ada Hinata dihidupku..., bodohnya aku kembali mengabaikannya. Kuharap kau masih bersedia menunggu pria bajinganmu ini Hime, maafkan aku.., aku mencintaimu.'
Kuda hitam itu melesat cepat. Fajar telah menyingsing di bumi Kyoto. Sang Jenderal masih memacu kudanya, tangannya yang tak memegang tali kekang juda, meremas erat dada kirinya. Hatinya ngilu saat mengingat surat terakhir dari sang istri yang baru ia baca. Hatinya di lingkupi ketakutan luar biasa. Ia takut surat itu adalah ucapan terakhir dari istrinya. 'Perasaan ini, kenapa aku benar-benar takut..., Hime tunggu aku...'
🍀🍀🍀🍀
"Hidenka-sama, Anda tak tidur semalaman..."
Tomoyo, dayang itu memperbaiki selimut hijau yang melapisi nagajuban putih Hinata. Sementara sang empunya tubuh, nyaris tak sadar jika benda tebal yang menghangatkannya itu sedikit turun dari bahunya. Pandangannya hanya terfokus pada jendela kamar yang terbuka lebar. "Belum ada kabar Naniwa?" Kembali secara tak langsung Hinata menanyakan kabar suaminya. Tapi kali ini dengan nada lirih yang lemah.
Tomoyo menggeleng sambil menahan isakan. Ia tidak tega melihat keadaan sang lotus ungu yang kian melemah. Kantung mata terlihat jelas mengelilingi kelopak matanya. Mutiara lavender wanita yang tengah hamil tua itu terlihat begitu sayu dan lelah. Ia sedang mengkhawatirkan keaadaan sang suami yang berada di luar tembok ibu kota. Dan mimpi buruk yang ia alami, membuat matanya enggan terpejam barang sebentar.
Tangan lembutnya mengelus sayang perut besar dimana buah hatinya tengah bersemayam dengan nyaman. "Tomoyo, aku benar-benar gelisah saat ini, aku tak mengerti..., tapi sesuatu yang besar dan menakutkan kurasa akan terjadi."
'Tetaplah bersama Okaa-chan sayang....'
...
"Kau belum tidur sejak tadi, Tsuma...?" Hashirama mendudukkan dirinya diatas futton yang di kelilingi oleh kelambu. Menatap lekat sang istri yang duduk termangu disampingnya. Tangannya terulur membelai puncak kepala sewarna mawar itu. Mencoba memberikan kenyamanan pada sang permaisuri.
Mito menggeleng pelan menanggapi pertanyaan sang suami. "Entahlah..., aku benar-benar ketakutan saat ini." Jawaban lirih itu, seumur hidup sang Kaisar tak pernah mendengar permaisurinya itu begitu lirih. Mito selalu tampak bersemangat dan menggebu-gebu. Tak pernah tersirat keputusasaan dalam setiap kata yang terucap darinya. Tapi kali ini, Hashirama merasakan sang istri benar-benar berbeda. Raut ketakutan dan kesedihan jelas terpatri di wajah sang permaisuri.
...
"Aku benar-benar menyayangkan keputusan Shogun-sama untuk tidak membunuhmu!" Onix hitam sang Saiteki menatap amarah pada onix lain yang berada dihadapannya. Onix hitam milik pemuda yang belum genap berusia dua puluh tahun. Sarutobi Konohanaru. Sang pewaris perguruan samurai tertua di Heian, Shinto Ryu.
"Salah jika aku meminta keadilan atas hakku yang dirampas?" Tantang Konohamaru dengan tatapan yang sama tajam dengan Shikamaru. Kedua katana mereka saling beradu, katana Shikamaru berdiri tegak dengan posisi horizontal, mencoba menyerang Konohamaru, sementara katana Konohanaru melintang dengan posisi vertikal menghalau katana sang Saiteki yang siap menghantam kepalanya.
"Khe, bocah tengik tak tahu diri..!"
Tranggggg
Katana dua Samurai beda generasi ini kembali beradu, suara hantaman mereka berdua melebur bersama suara ratusan pasang katana lain yang beradu di padang rumput kaki bukit Fushimi. Perbatasan terjauh dari gerbang ibu Kota Heian itu, menjadi saksi penyerangan pemberontakan pertama di masa pemerintahan Kaisar Hashirama dengan bala pasukan yang amat besar.
Pemberontakan pertama yang tak dapat di halau Kamakura Bafuku dibawah pimpinan Shogun Uzumaki Naruto. Pemberontakan pertama selama kepemimpinan sang Jenderal Uzumaki yang mampu mendekat hingga ke bukit Fushimi, bahkan sebagian dari pemberontak itu telah mencapai benteng Kyoto.
...
Bibir tipis pria bersurai coklat itu menyunggingkan senyuman penuh kemenangan. Bagaimana tidak?, seperti yang telah ia prediksi bersama komplotannya. Fajar itu benteng Kyoto, ibu kota negeri Heian nampak sangat sunyi. Dari atas punggung kuda coklat yang ia tunggangi, Neji, sulung Hyuuga itu dapat melihat begitu lengahnya penjagaan di benteng pelindung ibu kota.
Tenten mengarahkan kudanya mendekat ke tempat kuda Neji berdiri. "Mereka dalam keadaan lengah Hyuuga-sama..."
Neji tersenyum tipis dan mengalihkan pandangannya dari tembok kokoh kota Kyoto. "Sudah berapa kali ku katakan panggil namaku, kau milikku.." Tambah Neji sambil menggerakan tali kekangnya mengatur kuda coklat tunggangannya yang sedikit bergerak di luar kendali.
Rona merah menguar di pipi putih milik budak dari negeri Tang tersebut. Mendapat perlakuan khusus dari bangsawan setelah lama hidup menjadi budak, membuat ia merasakan hangat dihatinya.
Neji kembali memusatkan pandangannya pada benteng ibu kota Heian. Tangannya yang memegang katana terangkat tinggi, menunjuk kearah puncak benteng, memberikan aba-aba pada pasukan di belakangnya untuk menyerang.
"PANAH!!!!!" Teriakan lantang sang sulung Hyuuga menjadi pembuka ribuan anak panah yang di lepaskan ke tembok kota Kyoto.
"KITA DISERANGGGGG!!!" Pasukan samurai yang berjaga di benteng baru menyadari serangan sang pemberontak, setelah anak panah para pemberontak tersebut menancap di tubuh rekan mereka, hingga tak sedikit yang meregang nyawa dan tumbang ke bawah benteng.
"MINTA BANTUAN PADA POS DI DAIDAIRI!!" Seorang samurai berteriak kelabakan, ia memerintahkan pada sebagian pasukan mengabarkan istana kaisar dan meminta bala bantuan.
Sebagian pasukan Kyoto turun menuju gerbang benteng, memasang kayu pasak kuat untuk mempertahankan benteng.
...
Kepala merah sang permaisuri baru saja tergeletak di bantal empuk yang terbuat dari bulu angsa. Menjelang pagi Mito, baru bisa memejamkan matanya setelah hampir semalaman terjaga. Tangan sang Kaisar membelai lembut helaian halus itu dengan penuh kasih sayang.
Kesehatan sang istri yang kian memburuk membuatnya merasakan kecemasan yang begitu mendalam. "Cepatlah sembuh ratuku, aku bisa apa tanpamu..." Bisik sang Kaisar lembut di telinga sang istri yang tengah terlelap.
Tok tok tok
Ketukan halus pada pintu hijau berukiran naga itu, membuat sang Kaisar Heian sedikit mengalihkan perhatiannya dari istri tercintanya. Hashirama turun dari lantai berundak yang menjadi tempat futtonnya tergelar. Menutup dengan hati-hati kelambu yang melindungi tidur lelap sang istri.
"Masuklah." Perintah Hashirama pada salah satu kasim yang menghampiri kamarnya.
"Tenno e no chojuunochi*)" Sang kasim berlutut ketika memasuki peraduan Rajanya dan sang Permaisuri. "Hontou ni gomenasai Tenno-sama.."
"Katakan ada apa?" Hashirama menautkan dua tangannya di belakang tubuh. Menunggu jawaban sang kasim.
"Gerbang Utama Kyoto diserang pasukan berkuda lengkap dengan pasukan memanah." Lapor sang kasim dengan pandangan ke lantai.
Dahi Hashirama berkerut. Darahnya berdesir deras, kekaisaran warisan leluhurnya di serang. "Kau lihat, siapa yang memimpin pasukan itu?" Tanya Hashirama tegas. Ia sedang menyembunyikan keresahannya atas negeri yang ia pimpin.
"Seseorang dengan surai coklat." Jawab sang kasim ragu.
"Kakashi sedang berada di istana Kamakura Bafuku, beritahu dia untuk menghadapku sekarang."
Sang kasim mengangguk mematuhi perintah sang Kaisar. Bergerak mundur kebelakang, setelah memberi penghormatan pada sang Kaisar.
Onix hitam sang Kaisar menerawang keseisi kamar megahnya, memikirkan keberadaan Jenderalnya yang selalu dapat menguasai medan perang.
"Kembalilah Naruto, perang akan segera dimulai."
...
Suara ringkikan kuda di pagi buta, kian membuat mutiara keunguan milik sang Murashakiro No Hime enggan terpejam. "Kenapa diluar ramai sekali Tomoyo? Pergi keluar dan lihatlah apa yang terjadi." Perintah Hinata lembut pada dayang setianya.
Tomoyo beringsut dari posisi duduk bersimpuhnya, membungkuk sekilas pada Hinata sebelum meninggalkan kamar sang Jenderal.
'Semoga tidak terjadi hal buruk, Kami-sama.' Dalam hatinya, Hinata merasa sangat gelisah dengan kedatangan beberapa orang berkuda ke Istana Kamakura Bafuku. Terlebih lagi sang suami tak berada di tempat ini. Membuatnya merasa cemas akan tujuan para pasukan berkuda tersebut bertandang ke istananya.
...
"Hatake-sensei, anda di panggil Tenno-sama ke Daidairi sekarang."
Pria bersurai perak yang baru saja mendudukkan dirinya di tatami hijau ruang tamu istana Kamakura itu tersentak. Pandangan yang sedari tadi mengarah ke tatami hijau seketika beradu dengan iris hitam sang kasim.
"Benteng Kyoto diserang pasukan berkuda, dari gerak-geriknya mereka adalah samurai terlatih." Potong salah satu samurai datang bersama sang kasim.
Guru dari Jenderal samurai itu terdiam. Ibu kota diserang, sementara sang Jenderal bersama dua Samurai yang senior Heian kini tengah berada di luar ibu kota. Ia cukup mengerti maksud sang Kaisar memanggil dirinya ke istana Kekaisaran. "Tunggu disini. Aku akan berganti pakaian dan mengambil katanaku."
...
Langkah pelan dari sepasang kaki mungilnya menapak perlahan, menyusuri rokka kayu istana sang Jenderal. Dengan di papah oleh Tomoyo, sang dayang. Hinata berjalan perlahan membawa tanggungan sang buah hati di perutnya yang kian membesar. Tangannya senantiasa berada di belangkang pinggang mungil yang mulai kepayahan menopang perut buncitnya.
Fajar itu, Hinata dengan masih mengenakan nagajuban putihnya, memaksakan diri untuk keluar dari kamarnya. Berniat melihat siapa yang menyambangi istananya pagi buta begini.
Mutiara lavendernya sontak membulat saat melewati kamar tamu yang tengah dihuni oleh guru sang suami. Hinata mendapati Hatake Kakashi keluar dari pintu geser tersebut diiringi oleh sang istri, Shizune.
Bukan keberadaan Kakashi bersama sang istri dihadapannya yang membuat ia terkejut. Tapi pakaian yang di kenakan oleh sang gurulah yang membuat ia terkejut. Kakashi mengenakan baju zirah yang dibawakan oleh sang kasim yang sempat bertandang ke istana Kamakura Bafuku. Di tangannya ia menggenggam katana. Seolah pria paruh baya itu siap turun ke medan perang.
Shizune, istri sang guru berjalan melewati tubuh tegap sang suami, menghampiri Hinata yang wajahnya sudah memancarkan raut ketakutan yang teramat sangat.
"Apa akan ada perang Kakashi-sensei...?" Suara Hinata bahkan terdengar bergetar diiringi air mata yang sedikit menggenang di pelupuk sayunya.
Shizune buru-buru merengkuh tubuh rapuh wanita hamil itu. Ia mengelus lembut punggung Hinata yang bergetar ketakutan. "Semua akan baik-baik saja, suamimu akan kembali, dan melindungi kota ini..."
"Naruto-kun dimana....?" Racau Hinata mulai ketakutan.
"Kemungkinan mereka terjebak di Naniwa. Aku punya firasat pemberontakan ini di susun oleh para samurai dari Naniwa.
Tubuh Hinata hampir limbung kebelakang jika saja Shizune tidak sigap menopangnya. Penuturan Kakashi membuatnya merasakan gelisah yang sangat besar. Nyawa sang suami yang sangat ia khawatirkan saat ini. Apa lagi ia tahu bahwa keberadaan Naruto di Naniwa adalah untuk menangkap Sasuke. Ia masih ingat jelas bagaimana suaminya di kalahkan oleh pewaris Uchiha itu.
...
"Kau sudah tahu alasanku memanggilmu kesini." Suara Hashirama terdengar berwibawa dan tampak dingin ketika berbicara dengan salah satu guru samurai terkuat di Shinto Ryu, yang sedang duduk dihadapannya.
"Hamba sudah tidak muda lagi, Tenno-sama, tapi demi Negeri ini saya bersedia menggantikan Naruto memimpin pasukan sampai dia kembali."
Hashirama mengangguk sekilas menanggapi ucapan Kakashi. "Kau sempat di calonkan menjadi Shogun, Kakashi, hanya karena kau bukan Uchiha, kemampuan mu tak di perhitungkan."
"Hamba lebih tertarik mendidik samurai baru dari pada memiliki tahta."
...
Bruk
Tubuh Konohamaru jatuh ke hamparan rumput saat usahanya mempertahankan kuda-kuda gagal. Ia terdorong kebelakang saat katana Shikamaru menghantan katananya. Bukan perkara mudah untuk samurai muda sepeti Konohanaru untuk menumbangkan Shikamaru.
Shikamaru tersenyum penuh kemenangan. Berjalan mendekati Konohamaru yang tunbang. Katananya teracung ke arah tubuh Shikamaru. Siap menebas tubuh samurai muda yang terjungkal di atas hamparan rumput.
"Kau tidak bisa berkutik, bocah tengik..?" Katana Shikamaru tepat teracung di leher kekar Konohamaru. Tapi samurai muda malah tersenyum miring.
"Perhatikan sekitarmu Nara-san, boleh jadi kau bisa mengalahkanku, tapi lihat pasukanmu."
Shikamaru mengedarkan pandangannya ke sekitar padang rumput yang menjadi arena pertarungan mereka. Puluhan pasukan yang ia bawa tumbang tak bernyawa dan tinggal menyisakan Sai yang kewalahan menangkis serangan dari para Samurai pengkhianat itu. Tentu saja, jumlah pasukannya kalah banyak dengan pasukan penhkhianat yang di pimpin Konohamaru.
Trangggg
Merasa Shikamaru lengah dengan mudah Konohamaru menangkis katana sang Saiteki yang mengancamnya. "Kami tidak punya waktu untuk meladeni anda Nara-san, Hyuuga-sama sudah tiba di gerbang Utama Kyoto." Konohamaru bangkit dan berjalan menuju kudanya yang berdiri cukup jauh.
"Sampai berjumpa di Kyoto Nara-san." Ejek Konohamaru sambil menunggangi kudanya. Ia mengarahkan kudanya bersama para pasukannya menuju benteng Kyoto.
...
Shikamaru dan Sai, menyeret satu persatu jenazah pasukan mereka yang tergeletak di padang rumput, mereka berencana akan mengkremasi jenazah-jenazah itu, lalu melanjutkan perjalanan ke Kyoto. Beruntung masih ada beberapa kuda yang bernyawa.
"Kremasi mereka, kita akan bergerak menuju Kyoto."
Pandangan Shikamaru dan Sai teralih dari tumpukan jenazah tersebut. Suara tegas yang sangat mereka kenali. Suara pemimpin mereka.
"Shogun-sama..." Ucap keduanya bersamaan.
...
Kakashi berdiri tegak dipuncak benteng Kyoto. Menyaksikan para pasukan pengkhianat dengan persiapan yang matang memanahkan ratusan anak panah kepuncak benteng. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak samurai setia yang gugur. Kyoto mulai kehilangan kekuatannya. Mereka diisolir dari luar. Ribuan pasukan dari berbagai provinsi mengepung empat penjuru gerbang benteng Kyoto.
Tak ada jalan lain meminta bantuan, sekalipun itu pada perguruan Shinto Ryu yang letaknya tak jauh dari Kyoto. Pergerakan pasukan ibu kota benar-benar di batasi.
"Kau tahu dalang dibalik ini semua." Guru Samurai bersurai perak dengan bekas luka di kelopak matanya itu mengalihkan pandangannya pada sang Kaisar yang berdiri di belakangnya.
"Seseorang yang punya kekuatan mengendalikan provinsi di luar Kyoto. Bangsawan dari Otsutsuki, dan orang yang paling berambisi untuk menguasai seluruh istana di Kyoto adalah mantan putera mahkota" Jawab Kakashi dengan analisanya.
Hashirama tersenyum kecut mendengar spekulasi Kakashi. "Aku salah memberikan kehidupan bangsawan padanya, dia menggigit tangan orang yang memberinya makan."
"Nasi sudah menjadi bubur Tenno-sama, yang bisa kita lakukan sekarang hanya mempertahankan Kyoto."
...
"Mereka belum membuka gerbangnya?"
Kepala Neji tertoleh, di belakangnya kini Sasuke sudah bersiaga dengan kudanya.
"Mereka cukup keras kepala." Jawab Neji sambil menyaksikan satu persatu pasukan Kyoto yang jatuh dari benteng akibat anak panah yang dilancarkan pasukannya.
"Kecoh mereka." Kali ini suara Toneri yang baru tiba di medan perang.
"Kurangi pasukan di gerbang utama. Perkuat serangan di gerbang selatan." Ucap Sasuke sambil menyeringai tipis.
"Kita serang mereka dari belakang." Timpal Toneri.
"Gerbang selatan Kyoto, langsung menuju istana Kamakura Bafuku." Neji tersenyum penuh kemenangan.
"Kau akan langsung bertemu adik jalangmu itu..." Goda Toneri dengan sedikit meledek.
"Kita serang mereka dari dalam benteng. Aku dan Neji akan membawa pasukan keselatan. Kau tetap disini Toneri. Perhatikan gerak-gerik ayahmu diatas sana." Kali ini Sasuke yang meledek Toneri sambil mengalihkan arah kudanya bersamaan di ikuti oleh Neji.
'Hinata, kita bertemu lagi imouto.'
つづく
Tsudzuku