Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode
🌹🌹🌹🌹
Song Fic :All With You
By : Taeyeon
Ost. Moon Lover
Scarlet Heart Ryeo
🌹🌹🌹🌹
Jari-jemari mungil itu dengan tulus mengangkat sapu tangan putih basah di kening sang suami. Mutiara levendernya dengan seksama memandang kening sang Jenderal yang mengerenyit. Wajahnya benar-benar menampakkan ke gelisahan. Sudah lima hari Naruto tak sadarkan diri.
Hinata benar-benar rindu pada tatapan tajam penuh cinta dari safir biru suaminya.
"Seburuk apa mimpimu Anata ?, Tak mau kah kau berbaginya dengan ku...?" Tangan putih susu Hinata mengelus lembut rahang tegas sang suami. "Bukalah matamu kami merindukanmu..."
Air mata lolos dari mutiara lavendernya. Membasahi pipi tembam yang kemerahan bak buah persik matang. Ia tersenyum kecut ketika tak mendapati jawaban dari sang Jenderal.
Pandangannya teralih pada selimut suaminya yang sedikit tersingkap. Udara musim gugur yang begitu menusuk membuat tangan halusnya meraih selimut tebal berwarna emas. Memperbaiki letaknya di tubuh tegap sang suami yang terbaring.
Tubuh Naruto tersentak ketika sang istri menyentuh selimut di bahunya. "Ti...tidak.., Himee...!!"
Hinata terkesiap menarik tangannya ketika sang suami tiba-tiba terduduk. Safir biru yang telah nampak itu menatap lekat pada wajah bulan yang ada dihadapannya. Hinata, istrinya itu menatap dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Ada rasa lega ketika Naruto melihat sang istri dalam keaadaan baik-baik saja. Tangan lembut Hinata yang mengelus rahang tegasnya kian memberikan kehangatan dihatinya.
Tangan besar sewarna madu itu menumpu tangan lembut sang istri yang mengelus rahang tegasnya. "Yokatta..." Gumamnya pelan sambil memejamkan mata, menikmati tiap kehangatan pada elusan tangan sang istri. Ia sedikit mendongak. Menatap raut ketakutan wanita yang tengah mengandung benihnya itu.
Tangannya yang bertumpu pada tangan sang istri terlepas. Menarik pinggang belakang belahan jiwanya. Memeluk erat tubuh wanita yang sang ia cintai. "Jangan pergi Hime..." Dagu lancip sang Jenderal samurai bertumpu pada bahu mungil sang istri. Kedua tangannya mendekap tubuh mungil yang mampu menopang kehampaannya.
Hinata tersenyum lembut sambil mengelus punggung lebar sang suami. "Aku tak kemanapun Naruto-kun..., kaulah yang terlelap lama. Kami merindukanmu..,"
"Aku bermimpi sangat buruk Hime..., kau kesakitan, mereka menyiksamu di hadapanku dan aku tak dapat berbuat apapun. Mereka membawamu menjauh dariku..." Pria itu, sang Jenderal Samurai yang tak pernah terkalahkan di medan perang, hari itu benar-benar terlihat rapuh. Nampak jelas ketakutan dari nada suaranya.
Hinata mengelus lembut tengkuk sang suami. Mengecup lembut sisi kepala pirang sang penguasa Kamakura Bafuku. Menyalurkan jutaan kehangatan untuk sang Shogun, membuat Naruto makin mengeratkan pelukannya.
"Bagaimana ada orang yang bisa menyakiti kami jika kau selalu menjaga kami. Kau akan terus menjaga kami kan, Naruto-kun?"
Pertanyaan sang istri sontak membuat Naruto melerai pelukannya. Menatap sendu mutiara lavender yang menatapnya penuh cinta. Menangkup pipi tembam sang istri "Bahkan nyawapun akan ku pertaruhkan untuk kalian..."
Lalu Naruto langsung merengkuh tubuh istrinya, membawa Hinata berbaring menyamping disisinya. Bibirnya tersenyum tipis. Tangannya mengelus lembut helaian kelam milik sang istri. "Aku ingin selalu seperti ini denganmu...," Naruto memejamkan matanya, dan memeluk erat tubuh sang istri. Menggesekkan hidung mancungnya dengan hidung mungil sang istri
Hinata tersenyum tipis. Melihat kelakuan manja sang suami. Jujur berada dalam dekapan suaminya seperti inilah yang ia rindukan. Tapi ia sadar sang suami belum menyantap apapun selama lima hari terakhir ini.
Naruto terkesiap ia, ikut duduk sambil membantu sang istri duduk. "Hime, kau mau kemana?"
"Kau belum makan apapun sejak lima hari belakangan ini..., akan ku minta Ayame-nee untuk mempersiapkan sesuatu." Baru saja Hinata beberapa centi Hinata menjauh dari Naruto. Tangan pria itu bergerak jauh lebih cepat.
Naruto menggapai tangan istri, menggengamnya erat. "Kau yang ku butuhkan saat ini, sayang. Sebentar saja..., sebentar saja tetaplah disini aku sedang benar-benar membutuhkanmu..., sebentar saja... tetap disini bersamaku..." Cegah Naruto dengan mata yang memancarkan pandangan sendu.
Hinata terpaku menatap raut ketakutan sang suami yang tiba-tiba memudar. Berganti senyum tipis. Seumur hidup, Hinata tak pernah melihat Naruto ketakutan seperti tadi.
Naruto tersenyum tipis, lalu tanpa permisi sang Jenderal mendaratkan kepalanya di pangkuan sang istri. Menyandarkan manja kepala kuningnya ke ke paha sang istri.
"Nyanyikan aku sebuah lagu..." Naruto memejamkan matanya menyamankan posisi kepalanya di pangkuan Hinata. Persis seperti anak kecil yang minta dinina bobokan.
"Hmmmm, Naruto-kun mau dinyanyikan lagu apa...?" Tangan Hinata menepuk-nepuk lembut lengan kekar sang Shogun, menyalurkan kehangatan dan kasih sayang yang dirindukan oleh sang Jenderal Samurai.
"Kau ingat saat kita masih kecil, saat kau dikejar anjing liar...?" Dengan mata terpejam Naruto mengungkit kembali kenangan masa kecil mereka.
"Lalu kau menghalau anjing-anjing itu untuk melindungiku.." Sambung Hinata sambil tetap menepuk lembut lengan suaminya.
"Lalu kau mengobati lukaku di bawah pohon ginko, sambil menyanyikanku sebuah lagu.., nyanyikan lagi....." Pinta Naruto sambil meletakan tangannya di di paha sang istri yang tertutup nagajuban putih.
Hinata mulai melantunkan suara merdunya. Menyanyikan lagu pengantar tidur bagi sang Jenderal Samurai yang terlelap di pangkuannya.
🌹🌹🌹🌹
Aku bahagia berada di sisimu
Aku bermimpi karena aku berada di sisimu
Aku bisa tersenyum karena aku berada disisimu
Aku kembali berdoa bahwa kau akan bersamaku
Jika kau melihat hatiku
Dan merasakan hatiku yang sesungguhnya
Jika kau melihat hatiku
Dan menemukan jalanmu padaku
Aku ingin memberimu seluruh hatiku
Jika kau bisa tinggal disisiku selamanya
Terima kasih
Karena telah berada disisiku
Karena kau berada disisiku
Terasa hangat
Karena kau berada disiku
Aku bisa memiliki kekuatan
Hanya dengan melihatmu
Membuat air mata jatuh
Jika kau melihat hatiku
Dan merasakan hatiku yang sesungguhnya
Jika kau melihat hatiku
Dan menemukan jalanmu padaku
Aku ingin memberimu seluruh hatiku
Jika kau bisa tinggal disisiku selamanya
Bahkan jika kita lelah di dunia ini
Mari kita selalu tetap berada di sisi masing-masing
Jangan pernah lepaskan tanganku
Aku ingin menggunakan cinta terakhirku untukmu
Untukmu
Aku akan sangat bahagia
Jika takdir terakhirku adalah dirimu
Aku ingin memberimu seluruh hatiku
Jika kau bisa tinggal disisiku selamanya....
🌹🌹🌹🌹
Kepalan tangan putih itu meremas erat bagian bawah uchikake yang ia kenakan. Dari amethytsnya tampak jelas kedengkian dari hatinya.
"Aku ingin lebih cepat melihatnya mati...." Wanita bersurai pirang pucat itu menggeram murka. Setelah melihat kebersamaan Naruto dan Hinata dari air dalam bejana milik guru spiritualnya.
Hidan guru spiritual Shion, penganut aliran sesat itu tersenyum licik. "Kembali ke istanamu..., bakar semua rambutnya yang kau simpan. Celupkan ke sake putih sebelum kau membakarnya bersama dupa, bacakan matra yang ku ajarkan berulang-ulang. "Besok pagi, sebelum Tsukimi, dia akan mengamuk bagai iblis dan mengeluarkan sendiri janin di dalam rahimnya. Lalu dia akan mati pelan-pelan setelahnya."
Shion menarik sudut bibirnya. Senyum licik terukir di bibirnya. Ia tahu jelas kondisi Naruto sedang melemah. Ia akan mengambil kesempatan itu untuk menyingkir kan Hinata beserta malaikat kecil yang tak berdosa yang sedang mendekam dalam rahimnya.
'Nikmati saja hari-hari terakhirnu bersama suami tercinta mu itu Hidenka-sama, setelah kau dan janinmu mati, Naruto akan kembali kepadaku, mengeluhkan semua keluh kesanya padaku'
🍁🍁🍁🍁
Hinata membuka kelopak matanya ketika ayam berkokok. Kilauan cahaya sang surya mulai menyusup masuk ke jendela kamarnya.
Dihadapannya wajah sang suami yang terlelap nyaman membuat hatinya merasa tenang saat melihat wajah damai sang suami. Tangan seputih susunya ia tempelkan di dahi sang suami.
Ia kembali mengerenyitkan dahinya saat tangannya merasakan suhu tubuh sang suami. Jenderal Samurai itu kembali demam tinggi. Ia kembali khawatir dengan keadaan ayah dari janinnya itu. Hinata bangkit perlahan dari futtonnya. Kakinya menapak tatami yang melapisi lantai kayu kamarnya.
Ayame sudah berada diambang pintu geser, ketika ia membuka pintu. "Ada yang bisa saya bantu Hidenka-sama?"Kepala dayang istana utama Kamakura Bafuku itu selalu saja bersiaga, selama sang Jenderal dalam keadaan tak sadarkan diri.
"Tolong bawakan air untuk mengompres Shogun-sama, Ayame-nee..." Ucap Hinata lembut dengan senyum yang di paksakan.
Ayame dapat melihat jelas raut kesedihan di wajah Nyonyanya itu. Ia mengelus lembut lengan Hinata. Seolah menyalurkan semangat pada wanita yang tengah hamil tersebut.
....
Hinata dengan telaten mengompres sang suami yang kembali meracau. Pria setengah kitsune itu belum sepenuhnya pulih. Walau semalam ia sempat terbangun dan membantu istrinya yang hampir tidur dalam keadaan duduk. Tak sepenuhnya menjamin bahwa energi yang di tarik oleh rantai emas milik Sasuke telah kembali pulih.
"Aku akan bersiap, sebentar lagi aku akan pergi keistana Kaisar, menyiapkan perayaan Tsukimi di istana Buraku-In..., aku titipkan Shogun-sama sebentar, ya..." Pinta Hinata lembut pada dua dayang setianya.
Tomoyo dan Ayame yang berada diruangan itu mengangguk.
Sementara Mito berada di Fuji. Hinatalah yang bertanggung jawab menggantikan tugas Mito memantau persiapan perayaan Tsukimi di Istana Resepsi tersebut.
"Aku akan mengantar Hidenka-sama ke onsen dulu..." Ujar Tomoyo sembari membantu Hinata berdiri.
Hinata menggelengkan kepalanya pelan ketika ia sudah mantap bediri. "Kau temani Ayame-nee disini, bantu dia jika terjadi sesuatu..."
"Tapi-"
"Ini perintah Tomoyo...." Hinata memotong ucapan Tomoyo lembut. Dan itu cukup untuk membuat dayang muda itu mengangguk patuh.
Hinata berjalan menuju pintu geser. Kian lama tubuh kecilnya yang tengah menampung benih sang Jenderal hilang di balik pintu.
"Ayame-nee..., sepertinya aku punya firasat buruk mengenai Hidenka-sama..." Adu Tomoyo pada dayang senior itu.
"Jangan sembarangan bicara, Tomoyo!" Tanggap Ayame sambil mengganti kompres Naruto.
'Kami-sama, lindungilah Hinata-nee.'
...
Hinata mengigit bibir bawahnya menahan sakit. Ketika kakinya melangkah keluar dari kamar. Tiba-tiba ia merasakan nyeri di bagian bawah perutnya.
"Akhhhhhh...." Ia mencoba merintih sepelan mungkin agar tak menarik perhatian para penghuni istana. Bukan hanya perutnya yang tengah hamil besar itu yang sakit. Tiba-tiba ia merasakan kepalanya bagai di tusuk ribuan jarum.
Guna-guna Shion mulai bereaksi.
....
Mulut mungilnya terus berkomat kamit melafalkan mantra terkutuk yang diajarkan oleh sang pemuja setan. Deru angin dimusim gugur pagi itu yang menusuk hingga ketulang tak mengurangi niat Shion untuk mengirimkan guna-guna terkutuknya untuk Hinata.
...
Hinata berjalan tertatih menyusuri rokka istana utama Kamakura Bafuku. Tangan-tangan putihnya mencengkram erat helaian indigonya. Kepalanya mulai terasa sakit luar biasa. Jauh lebih sakit sebelumnya.
"Akhhhhh..." Hinata terpekik. Kepalanya berdenyut hebat. Seolah seluruh isi kepalanya akan berhamburan keluar.
Brukkkkk
Tubuh Hinata yang tengah menampung kehidupan baru itu jatuh terjungkal kebelakang. Ia menggelinjang hebat. Kukunya mencakar kayu rokka. Mecoba melampiaskan rasa sakit yang di deranya.
Sementara di Istana Selatan. Shion kian gencar mengirimkan guna-gunanya.
......
"Akkkkkkhhhhhhhhhhhhh..." Hinata kembali terpekik kencang, bukan hanya kepalanya, kini perutnya yang membunting besar itu begejolak hebat seolah di remas dari dalam.
"HINATA!!!" Wanita bersurai merah muda itu terpekik histeris ketika melihat sahabatnya menggelinjang diatas rokka. Ia bergerak brutal kekanan dan kekiri. Membusungkan tinggi tubuhnya dan menghempaskan kembali ke rokka. Wanita itu terlalu merasakan sakit hingga ia tak sadar bahwa gerakan yang ia lakukan membahayakan nyawa kecil yang di tanggungnya.
"HIDENKA-SAMA!!!!!" Ayame beserta para dayang lain berhamburan keluar dari ruangan masing-masing saat mendengar suara hantaman kayu. Mereka berteriak histeris saat melihat istri Jenderal mereka terbaring mengenaskan.
Sakura mengabil inisatif memeriksa denyut nadi Hinata. Tapi...
"Awwww..." Tangan Sakura di tepis brutal oleh tangan Hinata yang kehilangan kesadaran. Ia hampir saja terjungkal jika saja Ayame tak menopangnya dari belakang.
"HIDENKA-SAMA JANGAN!!!!" Tomoyo berteriak histeris saat tiba-tiba tanpa kendali tangan Hinata memukul brutal kandungannya sendiri. Pupil mata Hinata kini terbalik. Ia mengerang bak iblis yang di lepas dari neraka dan siap menghabisi janin tak berdosa dalan rahimnya sendiri.
Semua dayang dan kasim berusaha menahan tangan Hinata yang memukuli perutnya brutal. Tapi sia-sia..., Hinata tiba-tiba memiliki kekuatan yang sangat besar untuk menghalau mereka.
Para dayang dan kasim itu jatuh terpental akibat kekuatan Hinata yang tiba-tiba bertambah. Hinata kian brutal memukuli perutnya sendiri. Mulut mungilnya menggeram kencang, menggertakkan gigi putihnya, bahkan sampai mengeluarkan busa. Semua orang disana merasa ketakutan. Terutama saat suara Hinata tiba-tiba mengeluarkan suara yang mengerikan. Suara seorang pria yang amat menakutkan.
"RRRRRR......MATI KAU BAYI SIAL!!!!" Suara menakutkan itu keluar dari mulut Hinata, beserta tangannya yang terus memukul perut besar yang menjadi tempat berkembang darah dagingnya.
Malaikat kecilnya yang malang, janin itu kini harus merasakan siksa dari ibu kandungnya sendiri. Sementara sang ayah masih berkutat dengan mimpi buruknya yang menguasai alam bawah sadarnya.
"Lakukan sesuatu!" Teriak Ayame histeris. "Hidenka-sama kerasukan, panggilkan Kanpaku-sama dan Saiteki-sama.....!"
Para dayang itu kembali berusaha memegangi tangan Hinata. Menghalaunya menyiksa darah dagingnya sendiri. Walau berkali-kali mereka terpental. Mereka tetap berusaha menghalangi Hinata memusnakan malaikat kecil yang tengah bergelung nyaman dirahimnya.
Sakura terisak sambil menutup mulut mungilnya. 'Kami-sama, siapa yang tega membuat Hinata kerasukan seperti ini.....?'
つづく
Tsudzuku