Fox And Flower

By nanaanayi

1M 90.9K 19.5K

Historical Naruhina Fanfiction (FOR 18 +) Hidup bersama dan mengabdi dengan orang yang membatai keluarganya a... More

001. Lamaran Membawa Petaka
002. Malam Pembantaian
003. Di Bawah Pohon Ginko
004. Kehancuran Uchiha
005. Saudara
006. Sangkar Emas -1-
007. Sangkar Emas -2-
008. Rubah Emas dan Lotus Ungu
009. Kelopak yang Tersayat
010. Penyatuan
011. Luluh
012. Keegoisan
013. Kebimbangan
014. Bertemu Kembali
015. Keputusan
016. Ancaman
017. Terungkapnya Rahasia
018. Legenda Rubah Emas -1-
019. Legenda Rubah Emas -2-
020. Legenda Rubah Emas -3-
021. Legenda Rubah Emas -4-
022. Legenda Rubah Emas -5-
023. Legenda Rubah Emas -6-
024. Legenda Rubah Emas -7-
025. Legenda Rubah Emas -8-
026. Legenda Rubah Emas -9-
027. Legenda Rubah Emas -10
028. Legenda Rubah Emas -11
029. Legenda Rubah Emas -12
030. Awal dari Semua Kehancuran -1-
031. Awal Dari Semua Kehancuran -2-
032. Awal Dari Semua Kehancuran -3-
033. Awal Dari Semua Kehancuran -4-
034. Terciptanya Dendam -1-
035. Terciptanya Dendam -2-
036. Jalan Pembalasan -1-
037. Jalan Pembalasan -2-
038. Dibawah Cahaya Rembulan
039. Air Mata Sang Jendral -1-
040. Air Mata Sang Jendral -2-
041. Dendam Sang Geisha -1-
042. Dendam Sang Geisha -2-
043. Pernikahan Agung -1-
044. Pernikahan Agung -2-
046. Kembang Api Yang Terbakar -2-
047. Pangeran Yang Terbuang -1-
048. Pangeran Yang Terbuang -2-
049. Kelopak Sakura Yang Layu -1-
050. Kelopak Sakura Yang Layu -2-
051. Kebahagiaan Kecil Menuju Bencana Besar -1-
052. Kebahagiaan Kecil Menuju Bencana Besar -2-
053. Mimpi Buruk Bagi Sang Jenderal -1-
054. Mimpi Buruk Bagi Sang Jenderal -2-
055. Kehancuran Itu Akan Terulang -1-
056. Kehancuran Itu Akan Terulang -2-
057. Malaikat Kecil Yang Malang -1-
058. Malaikat Kecil Yang Malang -2-
059. Cinta Yang Tak Pernah Terbalas -1-
060. Cinta Yang Tak Pernah Terbalas -2-
061. Rembulan Hitam Di Langit Kyoto -1-
062. Rembulan Hitam Dilangit Kyoto -2-
063. Pertarungan Pertama -1-
064. Pertarungan Pertama -2-
065. Menjelang Penyerangan -1-
066. Menjelang Penyerangan -2-
067. Tahta Atau Cinta -1-
068. Tahta Atau Cinta -2-
069. Menghitung Hari Menuju Perang -1-
070. Menghitung Hari Menuju Perang -2-
071. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -1-
072. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -2-
073. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -3-
074. Menembus Benteng Kyoto -1-
075. Menembus Benteng Kyoto -2-
076. Menembus Benteng Kyoto -3-
077. Kembalinya Kamakura Bakufu Ke Tangan Uchiha -1-
078. Kembalinya Kamakura Bakufu Ketangan Uchiha -2-
079. Jenderal Baru -1-
080. Jenderal Baru -2-
081. Racun Berwujud Kekuasaan -1-
082. Racun Berwujud Kekuasaan -2-
083. Salju Pertama Menjadi Saksi -1-
084. Salju Pertama Menjadi Saksi -2-
085. Salju Pertama Menjadi Saksi -3-
086. Serangan Dairi -1-
087. Serangan Dairi -2-
088. Serangan Dairi -3-
089. Jatuhnya Dairi -1-
090. Jatuhnya Dairi -2-
091. Binasanya Para Kitsune -1-
092. Binasanya Para Kitsune -2-
093. Cinta Abadi Siluman Rubah Dan Kaisar -1-
094. Cinta Abadi Siluman Rubah dan Kaisar -2-
095. Fitnah Keji -1-
096. Fitnah Keji -2-
097. Dusta Untuk Kebahagiaanmu -1-
098. Dusta Untuk Kebahagiaanmu -2-
099. Teman Hidup
100. Darah Sang Guru
101. Ikatan Hati -1-
102. Ikatan Hati -2-
103. Serigala Berbulu Domba -1-
104. Serigala Berbulu Domba-2-
105. Cinta Yang Kembali Dipersatukan -1-
106. Cinta Yang Kembali Dipersatukan -2-
107. Darah Lebih Kental Dari Air -1-
108. Darah Lebih Kental Dari Air -2-
109. Darah Lebih Kental Dari Air -3-
110. Kemalangan Hime -1-
111. Kemalangan Hime -2-
112. Bersatunya Samurai Tangguh Heian -1-
113. Bersatunya Samurai Tangguh Heian -2-
114. Lahirnya Sang Harapan Baru -1-
115. Lahirnya Sang Harapan Baru -2-
116. Menjemput Takhta Tertinggi -1-
117. Menjemput Takhta Tertinggi -2-
118. Menjemput Takhta Tertinggi -3-
119. Sekeping Rindu Untuk Lotus Ungu
120. Kenangan Malam Pembantaian
121. Pergolakkan Batin
122. Ketika Rembulan Memberikan Sinarnya Pada Sang Mentari
123. Merekahnya Lotus Ungu
124. Permaisuri Hati -1-
125. Permaisuri Hati -2-
126. Titik Hitam Di Musim Semi -1-
127. Titik Hitam Di Musim Semi -2-
128. Sayap Yang Dipatahkan -1-
129. Sayap Yang Dipatahkan -2-
130. Awan Gelap Musim Semi -1-
131. Awan Gelap Musim Semi -2-
132. Genderang Perang Tanpa bunyi -1-
133. Genderang Perang Tanpa Bunyi -2-
134. Pesta Kembang Api terakhir -1-
135. Pesta Kembang Api Terakhir -2-
136. Perisai Berduri Sang Kaisar -1-
137. Perisai Berduri Sang Kaisar -2-
138. Duri Dalam Daging -1-
139. Duri Dalam Daging -2-
140. Duri Dalam Daging -3-
141. Ego Sang Bunga -1-
142. Ego Sang Bunga -2-
143. Dinding Tak Kasat Mata -1-
144. Dinding Tak Kasat Mata -2-
145. Angin Racun Musim Gugur -1-
146. Angin Racun Musim Gugur -2-
147. Noda Cinta
148. Terwujudnya Kutukan -1-
149. Terwujudnya Kutukan -2-
150. Permaisuri Yang Terusir -1-
151. Permaisuri Yang Terusir -2-
152. Rindu Tak Sampai
153. Kelopak Terakhir Lotus Ungu
154. Kisah Cinta Yang Tak Lengkap
155. Sesal Tak Bertepi
156. Yang Tanpa Yin
157. Penebusan Dosa
158. Menanti Musim
159. Era Baru -1-
160. Era Baru -2-
161. Menjemput Takdir
Pengumuman

045. Kembang Api Yang Terbakar -1-

11.6K 712 195
By nanaanayi

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode

🍀🍀🍀🍀

Song Fic : Forgetting You
By : Davinci
Ost : Moon Lovers
Scarlet Heart Ryeo

🍀🍀🍀🍀

Kupejamkan mata dan mengingat saat-saat itu
Hatiku berkata pada angin beku
Bahwa ini bukan apa-apa
Takkan menyakitkan
Melakukan hal-hal demikian
Agar aku tetap hidup

Aku, seorang yang tak boleh mencintaimu
Tapi kau tertinggal di sayap hatiku
Meski seperti ini, tak mengapa

Aku tahu, aku mengerti
Mencintaimu adalah dosa besar

Berusaha melupakan, melupakan
Dan membunuh perasaan ini

Kau adalah orang yang menghancurkan kebahagiaanku

Aku tahu mencintaimu
Adalah dosa bagiku

Namun setelah sekian lama
Merindukan hatimu kembali
Aku belum dapat merelakannya

Aku tahu ini salah
Aku tahu berdiri mendampingimu
Adalah dosa

Aku berdiri seorang diri
Merenungi rasa ini bukannya sirna justru semakin lekat
Kaulah satu-satunya

Aku memohon ampun pada
Sang Pencitpa

Agar mengampuni dosaku
Yang telah mencintai orang yang telah membuat keluargaku menderita

...

"Berdoa apa hmmm...??" Sepasang tangan kekar yang kini tengah memeluk perut buncitnya dari belakang.

Hinata sontak menghentikan doanya. Ia membuka kedua kelopak mata sayunya. Memisahkan kedua telapak tangannya yang tertangkup di depan wajahnya.

"Hanya mendoakan keselamatannya...." Satu tangan Hinata menumpu tangan tan yang melingkar pada kandungannya yang berusia empat bulan.

"Hontou....?" Naruto menumpukan dagu lancipnya pada bahu kecil Hinata yang terlapisi uchikake berwarna hijau muda.

"Naruto-kun..., malu pada Kami-sama...," Hinata mendongakkan kepalanya ke altar pemujaan. Hinata sedikit risih dengan perlakuan suaminya itu. Walaupun di kuil istana keshogunan ini hanya ada mereka berdua.

"Kau sedang memohon ampun pada Kami-sama kan?" Kepala kuning Naruto tenggelam di ceruk leher Hinata.

Wanita hamil itu tersentak mendengar ucapan sang suami yang sepenuhnya benar.

"Memohon ampun karena mencintai dan mendampingi orang yang telah menyebabkan kematian ayahmu." Bisik Naruto tepat di telinga Hinata.

Hinata terpaku. Ia tak bisa menjawab apapun karena suaminya itu terlalu sering menebak kata hatinya.

"Jika memang itu dosa, maka akulah yang akan menanggung dosamu, karena aku adalah suamimu, orang yang memimpin dirimu didunia dan di hadapanNya kelak." Naruto mengikuti jejak Hinata, mendongak ke altar.

"Hontou ni arigatou.." Hinata menyandarkan kepalanya pada sisi kepala pirang yang bertengger di bahunya, dengan mata terpejam.

Dua orang manusia ini berpelukan dari belakang dengan posisi duduk bersila, pagi hari di dalam kuil. Tak ada kebahagiaan lebih indah dari ini bagi mereka. Sekalipun dalam hitungan bulan badai besar akan memporak-porandakan kebahagiaan mereka.

...

Dengan sangat telaten Jenderal Samurai itu menjadikan lengan kekarnya sebagai sanggahan pinggang sang istri yang kini tengah berusaha susah payah berdiri dari duduknya. Tangannya yang lain menggenggam tangan sang istri yang berusaha bangkit dengan perut besarnya.

Kandungan Hinata memang baru berusia empat bulan. Tapi besar perutnya beserta janin yang terkandung di dalamnya sudah berukuran seperti wanita hamil enam bulan. Tentu saja, yang Hinata kandung bukanlah bayi manusia biasa.

"Jalanmu semakin lamban saja sayang..." Dengan sangat pelan Naruto memapah sang istri yang berjalan pelan disampingnya.

Para dayang dan kasim yang kebetulan berpapasan dengan pasangan majikan mereka, memasang senyum simpul. Hanya saat bersama Hinatalah Naruto menunjukkan sisi lain dirinya yang lembut dan hangat.

Tiba di depan gerbang, Naruto kembali memasang sikap siaga. Tanpa persetujuan Hinata tangan kekar milik sang suami menggendongnya dengan sangat hati-hati. Menapaki satu demi satu anak tangga, menuju dataran lebih rendah di bawah kuil.

Dan tanpa sengaja sepasang amethys menangkap kemesraan sepasang suami istri ini. Shion yang kala itu sedang menaiki tangga menuju kuil tanpa sengaja berpapasan dengan sang Jenderal yang sudah dua kali menunda pernikahan dengannya, dengan alasan kesibukan.

Padahal jelas-jelas ia melihat sendiri Naruto selalu menyempatkan waktunya untuk Hinata. Tapi tidak pernah punya waktu untuk mempersiapkan pernikahan mereka.

Naruto, pria yang menjabat sebagai Jenderal Samurai itu sama sekali tidak mengalihkan pandangannya yang terfokus kedepan. Sangat berhati-hati karena ada dua nyawa yang sedang dia gendong.

Sementara Hinata, ia terpaksa tersenyum sopan dihadapan Shion. Walau senyuman manisnya hanya di balas dengan buangan muka oleh Shion.

"Naruto-kun..."

"Hmmm." Naruto masih tetap mempertahankan langkahnya yang menuruni tiap anak tangga kuil.

"Tentang Shion-"

"Bisa kita tidak membahas ini." Belum sempat Hinata mengutarakan isi hatinya. Suaminya sudah lebih dahulu memotongnya. "Aku sudah lama tidak mendengarmu bermain koto*) sebenarnya aku sangat rindu melihatmu menari diiringi kupu-kupu. Tapi karena perutmu tak memungkinkan mu menari, jadi suamimu ini memintamu bermain satu lagu dengan menggunakan koto."

Hinata tentunya tak punya kesempatan untuk menolak. Mengingat sudah sejak lama suaminya itu memintanya memainkan sebuah lagu dengan menggunakan alat musik serupa kecapi itu.

o0o

Kilauan amethys itu akhirnya tampak dari kelopak matanya yang mulai membengkak. Akibat tangis sakit hatinya, kala berpapasan dengan orang yang dia cintai, namun tak sedikitpun dilirik. Pandangannya menatap nanar pada altar kuil di hadapannya.

'Ternyata semuanya bohong, tak ada gunanya lagi aku berdoa padaMu. Tak pernah ada sedikit keadilan untukku. Dengarkan aku Kami-sama, ini adalah terakhir kalinya aku datang kesini dan meminta padaMu. Kau tak pernah mempedulikan ratapan hatiku. Jadi untuk apa lagi aku kemari dan menyembahmu.'

o0o

Tangan seputih saljunya menyentuh pelan senar-senar koto. Rasanya telah lama sekali ia tidak pernah memainkan alat musik serupa kecapi itu.

"Kenapa melamun...?, aku sengaja hari ini tidak berangkat ke Chodo-in, untuk mendengarkan permainan kotomu, Hime."

Hinata mengalihkan pandangannya dari alat musik serupa kecapi yang di masukkan kedalam kamarnya dan sang suami. Tatapan mutiara lavendernya kini terfokus pada tubuh tegap suaminya yang duduk bersantai di atas zabuton empuk.

Hinata tersenyum tipis lalu memandang jari-jemarinya sendiri. Ia ragu menyentuh kembali alat musik itu.

"Naruto-kun.., ingin lagu apa...?" Jari jemari lentik istrinya belum memetik koto saja, telinganya sudah di suguhkan lantunan suara lembun nan mendayu.

Jenderal samurai itu bangkit dari duduknya, menghampiri sang istri yang duduk di depan koto. Tangan madunya terulur dan membelai pipi gembul bagai buah persik masak.

Wajah mereka begitu dekat. Hingga Hinata dapat merasakan deru nafas hangat nan segar sang suami. Hidung bangir sang Shogun bergesekkan lembut dengan hidung mancung mungil miliknya. "Lagu yang kau mainkan saat pernikahan Oba-san."

Mutiara lavender itu di lingkupi pandangan penuh tanda tanya. Yang ia ingat saat datang kepernikahan Kaisar Hashirama dan Permaisuri Mito, ia sempat menyapa Naruto. Tapi seketika hatinya hancur saat Naruto mengaku tak pernah mengenalnya di hadapan dayang dan kasim istana Dairi. Lalu hari ini sang Jenderal Samurai memintanya memainkan lagu yang sama seperti di hari itu.

"Kau pikir aku tak memperhatikanmu, saat kau bemain koto dan menyanyi saat pernikahan Mito ba-san..." Jempol kecolaktannya menggesek lembut pipi gembul yang mulai menampakkan rona kemerahan.

Hinata tersenyum kecut saat mengingat bagaimana Naruto pernah menyangkalnya. Saat itu yang ia rasakan adalah perih didadanya, kendati saat itu usianya baru menginjak tiga belas tahun. Merasakan saat orang yang selalu ada untuknya tiba-tiba menjauhi dan menyangkalnya adalah sebuah keperihan tersendiri baginya.


"Dendam membutakan ku untuk dapat melihat ketulusanmu..."

Suara serak suaminya sontak membuat sang tuan puteri lotus ungu ini tersentak. Dia tahu, pria ini akan sangat merasa bersalah jika mengingat perbuatan jahatnya pada Hinata. Naruto bahkan pernah menceritakan ia menggenggam erat katana hingga tangan yang di gunakan untuk menampar Hinata itu mengucurkan darah segar.

"Hei..., itu sudah berlalu...." Kini tangan halus sang istri lah yang membelai rahang tegasnya.

Naruto tersenyum tipis dan mengelus tangan lembut yang membelai rahang tegasnya.

"Sekarang duduk manislah disana..." Hinata menunjuk zabuton empuk tempat tadi Naruto duduk. "Aku akan memainkan koto untukmu Naruto-danna..." Ujar Hinata bercanda.

Tapi biru safir itu tidak suka dengan lelucon Hinata yang memanggilnya danna. "Kau istriku Hime..., bukan lagi geishaku..."

Suara berat yang berbisik dihadapannya membuat Hinata menunduk merasa bersalah.

Tapi tangan suaminya malah meraih dagu lancipnya dan membuat dia mendongak. "Kau tahu harus memanggil suami mu apa?" Tanya Naruto intimidatif.

Hinata mengangguk dengan rona merah yang menghiasi pipi gembulnya dan mengucap malu-malu panggilan yang begitu manis untuk sang suami. "Anata..."

Jari-jemari lentiknya mulai memetik senar-senar alat musik yang menyerupai kecapi tersebut. Seketika kamar yang menjadi peraduan cinta mereka dipenuhi dengan suara merdu petikan senar dari jemari sang Murasakiro no Hime.

Bibir mungilnya mulai melantunkan lagu yang dulu sering ia nyanyikan untuk menghibur bocah lelaki yang selalu menangis tersedu sambil memeluknya, kala mengingat keluarganya yang telah di renggut paksa dengan keji.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹

🌹🌹🌹🌹

Jika semua cahaya didunia adalah warnamu
Maka kehidupan kecilku akan menjadi sebuah hadiah untukmu

Hatiku hanya memiliki satu orang
Sebuah cinta yang tidak pernah bisa datang lagi

Bahkan jika aku tidak bisa melihatmu sekarang
Bahkan jika kita sedikit terpisah jauh
Aku selalu berada ditempat yang sama
Jadi jangan lupakan aku

Ketika kerinduan datang
Rasanya sakit seperti akan mati

Tapi karena kita memiliki kenangan kita
Jangan menangis

Bahkan jika hatiku berhenti dan berkarat
Ini sebuah cinta yang tidak akan pernah berubah

Bahkan jika aku tidak bisa melihatmu sekarang

Bahkan jika kita sedikit terpisah jauh
Aku selalu berada ditempat yang sama
Jadi jangan lupakan aku

Ketika kerinduan datang
Rasanya sakit seperti akan mati

Tapi karena kita memiliki kenangan kita
Jangan menangis

Aku sedang menunggu keajaiban
Aku percaya itu bukan keinginan yang sia-sia

Setelah musim perjalanan jauh dan luas

Dan kelopak bunga mekar dan layu

Hatiku akan tetap tinggal ditempat yang sama
Jadi jangan lupakan aku

Bahkan jika air mata membutakanku

Ketitik dimana aku tidak bisa melihat apa-apa

Bahkan jika aku tidak bisa melihatmu sekarang

Bahkan jika kita sedikit terpisah jauh

Aku selalu berada ditempat yang sama
Jadi jangan lupakan aku

Ketika kerinduan datang
Rasanya sakit seperti akan mati

Tapi karena kita memiliki kenangan kita

Jangan menangis

🌹🌹🌹🌹

Tangan seputih susu milik istri sang Jenderal Samurai ini, mengelus penuh sayang kepala kuning pria kekar yang kini menjadikan pahanya sebagai bantal. Hinata tidak mengerti, ketika ia menyelesaikan lantunan suara merdunya. Sang suami langsung memeluknya erat, menangis sesegukkan dengan menghaturkan ratusan ucapan terimakasih, dan berakhir dengan tertidurnya sang manusia setengah kitsune ini di pangkuannya.

"Ngghhhh.." Hinata tersenyum tipis saat mendengar lenguhan kecil dari bibir sang suami. Tangannya dengan sigap menyisirkan jemari lentiknya di helaian kelopak bunga matahari pada rambut prianya yang tengah menggeliat kecil.

Masih dalam tidurnya, Naruto memiringkan posisinya hingga wajahnya berhadapan dengan perut buncit yang berisi benihnya. Dia tertidur kembali dengan nyaman sambil memeluk perut besar yang menjadi tempat berkembang harapan baru kehidupannya. Buah hatinya bersama wanita yang selalu berdiri disampingnya dalam keaadaan apapun.

Lelap tidur sang Jenderal tiba-tiba terganggu saat hidung bangirnya yang tertempel pada perut sang istri, tiba-tiba merasakan pergerakan dari dalam rahim istri tercintanya. Tendangan janin mungil dalam rahim sang istri yang menyentuh hidungnya, sontak membuat Naruto menampakkan safir birunya.

Ia kembali terlentang di pangkuan sang istri, lalu menatap wajah sayu yang kini memandangnya penuh cinta. Tangan halus nan lembut memberikan kenyamanan di puncak kepala indigonya.

"Gomenasai..." Ucap sang Jenderal dengan suara serak khas bagun tidurnya.

"Untuk apa Naruto-kun...?" Tanya sang istri lembut. Jemari halusnya masih setia menyisiri surai pirang pendek sang suami.

"Membuatmu duduk selama ini." Naruto mendudukkan dirinya dihadapan sang istri. Lalu tangannya besarnya ia tempelkan pada perut yang kini tengah mengandung darah dagingnya. "Pasti sakitkan...?" Tanyanya dengan raut wajah penuh penyesalan.

Hinata menggeleng pelan sambil menumpu tangannya dengan tangan sang suami yang meraba perut besarnya. "Dia mengerti Otou-channya kelelahan..." Jawab Hinata lembut sambil mengelus lengan kekar sang suami.

Senyum tipis kembali terukir di bibir sang Jenderal Samurai. Tangan sewarna madunya, terulur dan menangkup pipi gembul istrinya. Dengan gerakan yang sangat pelan ia bawa wajah putih istrinya itu mendekat dengan wajahnya. Jarak antara merekapun tereliminasi.

Bibir sepasang suami istri itu saling tertempel. Naruto mengecup lembut bibir ranum sang istri. Air mata meleleh dari safir birunya kala bibirnya mengecup manisnya bibir lembut wanita yang sedang mengandung benihnya.

Berjuta rasa sesal menghinggapi relung hatinya. Wanita ini, wanita yang masih mau menerimanya setelah hal keji yang ia lakukan. Wanita ini yang pernah ia sangkal, sakiti hati bahkan fisiknya ia siksa.

Wanita ini tak pernah berubah mencintainya. Memperhatikannya, bahkan mengabdikan hidup untuk mendampinginya. Hinata tetaplah Hinata. Wanita yang akan dengan setia mencintai Uzumaki Naruto.

🌺🌺🌺🌺

Seorang sepertiku...
Terima kasih telah mencintaiku

Kau menangis dan ketakutan seorang diri

Aku menyesali kebodohanku

Apakah kau mendengar lagu ini?
Dapatkah kau dengar perasaanku?

Layaknya melangkah dan tak dapat berputar-balik

Betapa jauh jarak yang memisahkan

Aku mencintaimu, Aku akan mencintaimu selamanya

Aku akan selalu mengingatmu
Hingga kita bertemu di kehidupan selanjutnya

Seorang seperti diriku
Terima kasih telah mencintaiku
Hinata...

🌺🌺🌺🌺

Berpelukan erat saat jiwa mereka mengarungi alam mimpi. Setiap malam selalu begitu. Tak pernah satu malampun Hinata tidak tertidur dalam dekapan hangat suaminya.

Tubuh mereka begitu dekat. Saling mendekap satu sama lain bercumbu mesra serta mengecup daerah intim masing-masing.

Kelopak mata kecoklatan milik sisuami tiba-tiba mengerjap. Tendangan halus dari dalam perut buncit sang istri yang menempel pada perut bidangnya sontak membuatnya tersenyum tipis ketika matanya terbuka. Tangan kekar itu mengelus sayang sisi perut besar yang tertanam benihnya. "Ohayou..., jagoan Otou-chan....." Sapanya hangat pada si janin.

Suara sapaan yang sangat halus, tapi mampu membuat ibu si janin terjaga. "Kau sudah bangun Anata..." Tangan seputih saljunya langsung mengelus rahang tegas si suami, ketika ia kembali dari alam mimpi.

"Dia membangunkanku..."

"Dia juga membangunkanku.." Cicit Hinata kecil sambil menumpu tangan kekar sang suami yang meraba perut besarnya.

Naruto tersenyum tipis, mengecup kening istrinya yang dihiasi poni rata. Senyuman manis pun menjadi balasan dari sang istri.

"Kau tahu Hime...?" Tanya Naruto seraya membantu sang istri duduk difutton lembut tempat mereka selalu bergumul.

Hinata menyampirkan surai indigo ke sisi bahu kanannya, menatap intens safir biru sang suami sebagai tanggapan dari pertanyaan Naruto.

"Hanabi Matsuri tahun ini, Oji-san memintaku bersamamu melepaskan kembang api pertama.." Sambung Naruto sambil mengusap kasar wajahnya. Membuang rasa kantuknya yang masih tersisa.

Hinata tersenyum tipis, mendengar kata Hanabi Matsuri mengingatkannya pada seseorang yang berulang tahun tepat di hari festival itu. Orang terdekat dalam hidupnya. Satu-satunya keluarga yang ia miliki. Adik kandungnya. Hyuuga Hababi.

'Nee-sama, merindukanmu, Hana-chan...'

o0o

Plungggg

Satu kerikil lagi ia lemparkan kedalam kolam ikan koi. Duduk di depan kolam ikan sambil melempar kerikil menjadi pelampiasan amarah dari sang bungsu Hyuuga ini.

Benci, muak, jijik. Mungkin itulah yang ada di benaknya ketika mengingat kakak perempuannya itu. Mungkin ia dulu sangat menyayangi wanitanya yang dulu menyandang nama klan Hyuuga.

Tapi semua itu berubah ketika dua gulungan sampai di kediaman Sarutobi yang menjadi tempat tinggalnya setelah istananya di bakar. Ketika membuka gulungan pertama, rasa bahagia yang teramat sangat, memenuhi seluruh relung hatinya. Ia bukan lagi seorang budak. Gulungan itu adalah sebuah titah yang diberikan sang Shogun yang menerangkan bahwa ia telah kembali menjadi manusia merdeka.

Tapi tangannya bergetar ketika membuka gulungan kedua. Gulungan yang jauh lebih indah dari gulungan yang berisi titah pembebasannya. Gulungan yang memang seharusnya dulu dia baca. Hanabi akan sangat bahagia menerima gulungan itu jika saja pembantain Hyuuga tidak pernah terjadi. Gulungan itu kini menjadi benda laknat baginya. Undangan pernikahan Kamakura Bafuku no Shogun dengan Murasakiro no Hime. Uzumaki Naruto dan Hyuuga Hinata.

...


"Hei, gadis liar, kau bisa membunuh ikan-ikan koi peninggalan kakekku!"

Hanabi tak bergeming sedikitpun saat teriakan Konohamaru yang di tujukan untuk dirinya terdengar nyaring. Ia berhenti melempari kolam dengan batu kerikil. Tapi sama sekali tidak mengindahkan panggilan Konohamaru.

"Hei!! Gadis liar! Sedang apa kau disini?" Tanya Konohamaru sambil melangkahkan kakinya mendekati Hanabi, ia dudukkan dirinya di batu alam yang terdapat di tepian kolam, duduk disebelah sang bungsu Hyuuga.

Hanabi hanya diam. Dia memandang lurus kedepan dengan tatapan penuh kilatan kebencian.

"Hei! Aku bertanya padamu?!" Konohamaru menyenggol pelan bahu gadis bersurai coklat ini. Dan berhasil membuat pemilik mutiara lavender ini memperhatikannya.

Hanabi menoleh kearah Konohamaru. Ia menatap intens onix yang beradu dengan mutiaranya. "Ini bukan urusanmu." Jawab Hanabi cepat, lalu kembali membuang pandangannya dari Konohamaru. "Tinggalkan aku sendiri." Sambungnya lagi dengan nada dingin.

"Tidak mau! Ini rumahku, kau hanya menumpang disini. Kau bukan budak lagi kan, kenapa kau masih tinggal disini ?"

Hanabi bangkit dari duduknya dan meninggalkan Konohamaru, tapi sebelum dia benar-benar menjauh. Kakinya berhenti melangkah. "Aku akan segera pergi dari sini, kau tak perlu takut. Tak akan ada lagi yang membuatmu kesal." Ujar Hanabi sambil berlalu.

"Hei..!!! Heiii!! gadis liar, kenapa kau cepat sekali tersinggung, kalau kau meninggalkan rumah ini kau mau tinggal dimana?, dasar sombong, huhhh.." Teriak Konohamaru mencari perhatian, tapi tak di tanggapi sama sekali Hanabi. Gadis bersurai coklat itu melangkah masuk kerumah. Mengajak bermain Sarutobi Mirai, sepupu Konohamaru, selalu bisa membuat hatinya lebih baik.

...


Tangan putih mulusnya membelai sayang perutnya yang sudah membuncit besar. Sesekali bahkan ia tersenyum manis saat melihat Naruto yang sedang mendampingi Nawaki berlatih berkuda di lapangan luas istana Dairi.

"Dia sangat nakal tapi juga sangat ceroboh seperti ayahnya..." Ujar Mito sambil memandang putera satu-satunya yang tengah latihan berkuda bersama keponakannya.

Hinata tersenyum tipis memandang Mito yang duduk disampingnya. Tangannya mengelus lembut kandungannya. "Mungkin dia juga akan seperti ayahnya..." Sahut Hinata lembut.

Mito membalas senyum tipis Hinata yang sangat manis, dengan senyum tulusnya. Tangannya juga mengelus perut besar Hinata. "Tendangannya sangat kencang. Ia akan sulit diatur seperti ayahnya..." Ujar Mito sambil terkekeh pelan, hal yang sama juga di lakukan Hinata.

"Ada yang sedang membicarakanku...?" Suara berat sang Jenderal Samurai membuat dua wanita itu menoleh.

"Percaya diri sekali kau bocah." Sahut Mito.

Sementara Hinata hanya terkikik kecil. Naruto menautkan alisnya, ia langkahkan kakinya mendekat pada sang istri yang duduk manis di kursi marmer di bawah pohon Sakura yang bunganya meranggas. "Lalu kenapa kau tertawa?"

Hinata mendongak mendengar pertanyaan sang suami yang berdiri disampingnya. "Hanya obrolan wanita, Anata...." Jawab Hinata lembut.

"Hontou...?" Naruto duduk di samping Hinata. Ia rangkul sang istri dan mulai mengecupi bahu sang istri dari belakang.

"Hei!, Baka!, hentikan aksi mesummu, anakku masih berada disini!" Teriak Mito sambil menutup mata Nawaki. "Nawaki, kita pergi dari sini, masih banyak yang perlu kau ketahui." Mito menarik paksa puteranya yang berusia sepuluh tahun itu, menjauh dari pasangan yang tak hentinya mengumbar cintanya.

Ia lebih memilih mengajarkan sang putera untuk dapat mengendalikan telinga dan ekor rubahnya yang akhir-akhir ini sering muncul tanpa di duga. Mito sempat terkejut ketika mengetahui puteranya menunjukkan tanda-tanda jelmaan kitsune, karena selama ini dia tak pernah bercinta dengan sang suami dengan tubuh rubahnya.

...

"Na...Na..Naru..to-kun...." Cicit Hinata yang merasa geli, karena sang suami tengah mengigit kecil leher mulusnya dan tangan yang meraba perut besarnya dengan sangat halus.

"Kenapa Hime...?" Sang suamipun akhirnya menegakkan kepalanya. Beruntung di halaman luas ini sedang sepi. Sehingga kegiatan sang suami yang menjamahi tubuhnya tidak terlihat banyak orang.

"Boleh aku meminta sesuatu...??" Tanya Hinata takut-takut.

Naruto tersenyum simpul. Ia peluk perut besar yang tengah mengandung benihnya itu dari belakang. Dagu lancipnya lalu ia tumpukan pada bahu kecil sang istri. "Katakan..., apa yang dia inginkan?" tangan besar itu mengelus lembut tempat darah dagingnya tengah berkembang.

Hinata mengigit bibirnya ragu. Tapi ia harus meminta ini pada sang suami. "Ini bukan permintaannya..., aku ingin bertemu Hanabi..." Naruto melepaskan pelukan dan tumpuan dagunya. Ia terdiam setelah mendengarkan permintaan Hinata.

"Hime.., kau tahu dia tak menyukai pernikahan kita. Apa kau yakin dia mau bertemu dengan mu...?"

Hinata segera membalikkan posisi duduknya. Tangan putihnya langsung mengelus rahang tegas milik sang suami. "Kami saling menyayangi Naruto-kun..., percayalah dia telah menerima semuanya seiring berjalannya waktu..."

Naruto menghela napas panjang. Kemudian menarik Hinata dalam dekapannya. "Aku tak akan memaafkannya jika sampai dia menyakiti kalian."

Hinata sempat terkejut mendengar suara dingin sang suami. Tapi ketika ia menyandarkan kepalanya di dada bidang Naruto dan mendengar degup jantung sang suami hatinya menjadi tenang. "Kau tak perlu takut. Ia tak bisa menyakitiku, kami saling menyayangi.." Hinata menenangkan sang suami sambil mengelus dada bidangnya.

Naruto menggangguk dalam diam lalu menumpukan dagunya di pucuk kepala Hinata. Ia menyetujui permintaan sang istri. Dan Hinata tau saat merasakan anggukan di pucuk kepalanya.

o0o

Hanabi melangkah masuk kedalam zanshiki rumah megah warisan sang guru besar perguruan samurai ini. Kehadiran Asuma dan Kurenai di ruang tamu itu langsung menyambutnya.

"Konbawa, Asuma Oji-san..., Kurenai Oba-san..." Hanabi membungkuk sopan dihadapan suami istri yang telah menganggapnya sebagi anak sendiri.

"Duduklah Hanabi.." Pinta Asuma.

Hanabi menurut, ia duduk di zabuton lembut dihadapan Asuma dan Kurenai. "Begini Hanabi," Asuma memulai pembicaraan. "Shogun-sama, dan Hidenka-sama, berencana akan menemuimu setelah Hanabi Matsuri selesai. Mereka ingin merayakan ulang tahunmu."

Hanabi tersenyum kecut mendengar berita dari Asuma. "Jika hanya ingin berkunjung aku tak keberatan. Tapi jika ingin mengajakku tinggal bersama, maaf aku tidak bersedia." Tolak Hanabi mentah-mentah.

Asuma dan Kurenai saling bertatapan mendengar tanggapan Hanabi. Kurenai mencoba memberi pengertian pada Hanabi. "Kau tahu Hana-chan..., kakakmu itu sedang hamil, dia sangat membutuhkan mu.. dan..."

"Jika tidak ada lagi yang ingin disampaikan saya mohon diri." Hanabi memotong ucapan Kurenai yang belum selesai. Ia bangkit dan meninggalkan zanshiki itu.

Kurenai menghela nafas setelah Hanabi berlalu. "Ku harap semua akan baik-baik saja..." Ujar Kurenai sambil menatap sang suami yang mengangguk.

...

Hanabi berjalan menyusuri rokka rumah klan Sarutobi. Tangannya mengambil sesuatu yang terselip di obinya. Pisau belati. 'Kau akan mengantarkan nyawamu kesini jalang. Kau telah berkhianat pada Hyuuga dengan menikahi pembunuh ayahmu sendiri. Anak durhaka, Hyuuga tak pernah memaafkan pengkhianat klan. Aku akan membuat mu menyesal pernah datang kesini. Kau, bersama janin sialanmu itu, akan ku pastikan kalian mati mengenaskan ditanganku.'

つづく
Tsudzuku

Continue Reading

You'll Also Like

35.5K 4.1K 20
Harusnya Naruto tidak memulai semua ini. Harusnya ia melupakan kebenciannya terhadap Gaara dan tidak menyeret Hinata ke dalam masalahnya. Kini, Narut...
64.1K 5.6K 15
Gerbang besar desa sudah berada di depan matanya. Ia dengan ragu melangkahkan kakinya untuk masuk. Namun, ada hal yang jauh lebih penting mengenai ke...
415K 4.1K 5
Sasuke Uchiha sudah menutup hatinya, dia tidak peduli pada wanita-wanita yang singgah di hidupnya, apalagi setelah pria itu mengalami kejadian yang m...
1.4M 122K 64
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...