Fox And Flower

By nanaanayi

1M 90.9K 19.5K

Historical Naruhina Fanfiction (FOR 18 +) Hidup bersama dan mengabdi dengan orang yang membatai keluarganya a... More

001. Lamaran Membawa Petaka
002. Malam Pembantaian
003. Di Bawah Pohon Ginko
004. Kehancuran Uchiha
005. Saudara
006. Sangkar Emas -1-
007. Sangkar Emas -2-
008. Rubah Emas dan Lotus Ungu
009. Kelopak yang Tersayat
010. Penyatuan
011. Luluh
012. Keegoisan
013. Kebimbangan
014. Bertemu Kembali
015. Keputusan
016. Ancaman
017. Terungkapnya Rahasia
018. Legenda Rubah Emas -1-
019. Legenda Rubah Emas -2-
020. Legenda Rubah Emas -3-
021. Legenda Rubah Emas -4-
022. Legenda Rubah Emas -5-
023. Legenda Rubah Emas -6-
024. Legenda Rubah Emas -7-
025. Legenda Rubah Emas -8-
026. Legenda Rubah Emas -9-
027. Legenda Rubah Emas -10
028. Legenda Rubah Emas -11
029. Legenda Rubah Emas -12
030. Awal dari Semua Kehancuran -1-
031. Awal Dari Semua Kehancuran -2-
032. Awal Dari Semua Kehancuran -3-
033. Awal Dari Semua Kehancuran -4-
034. Terciptanya Dendam -1-
035. Terciptanya Dendam -2-
036. Jalan Pembalasan -1-
037. Jalan Pembalasan -2-
038. Dibawah Cahaya Rembulan
039. Air Mata Sang Jendral -1-
040. Air Mata Sang Jendral -2-
042. Dendam Sang Geisha -2-
043. Pernikahan Agung -1-
044. Pernikahan Agung -2-
045. Kembang Api Yang Terbakar -1-
046. Kembang Api Yang Terbakar -2-
047. Pangeran Yang Terbuang -1-
048. Pangeran Yang Terbuang -2-
049. Kelopak Sakura Yang Layu -1-
050. Kelopak Sakura Yang Layu -2-
051. Kebahagiaan Kecil Menuju Bencana Besar -1-
052. Kebahagiaan Kecil Menuju Bencana Besar -2-
053. Mimpi Buruk Bagi Sang Jenderal -1-
054. Mimpi Buruk Bagi Sang Jenderal -2-
055. Kehancuran Itu Akan Terulang -1-
056. Kehancuran Itu Akan Terulang -2-
057. Malaikat Kecil Yang Malang -1-
058. Malaikat Kecil Yang Malang -2-
059. Cinta Yang Tak Pernah Terbalas -1-
060. Cinta Yang Tak Pernah Terbalas -2-
061. Rembulan Hitam Di Langit Kyoto -1-
062. Rembulan Hitam Dilangit Kyoto -2-
063. Pertarungan Pertama -1-
064. Pertarungan Pertama -2-
065. Menjelang Penyerangan -1-
066. Menjelang Penyerangan -2-
067. Tahta Atau Cinta -1-
068. Tahta Atau Cinta -2-
069. Menghitung Hari Menuju Perang -1-
070. Menghitung Hari Menuju Perang -2-
071. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -1-
072. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -2-
073. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -3-
074. Menembus Benteng Kyoto -1-
075. Menembus Benteng Kyoto -2-
076. Menembus Benteng Kyoto -3-
077. Kembalinya Kamakura Bakufu Ke Tangan Uchiha -1-
078. Kembalinya Kamakura Bakufu Ketangan Uchiha -2-
079. Jenderal Baru -1-
080. Jenderal Baru -2-
081. Racun Berwujud Kekuasaan -1-
082. Racun Berwujud Kekuasaan -2-
083. Salju Pertama Menjadi Saksi -1-
084. Salju Pertama Menjadi Saksi -2-
085. Salju Pertama Menjadi Saksi -3-
086. Serangan Dairi -1-
087. Serangan Dairi -2-
088. Serangan Dairi -3-
089. Jatuhnya Dairi -1-
090. Jatuhnya Dairi -2-
091. Binasanya Para Kitsune -1-
092. Binasanya Para Kitsune -2-
093. Cinta Abadi Siluman Rubah Dan Kaisar -1-
094. Cinta Abadi Siluman Rubah dan Kaisar -2-
095. Fitnah Keji -1-
096. Fitnah Keji -2-
097. Dusta Untuk Kebahagiaanmu -1-
098. Dusta Untuk Kebahagiaanmu -2-
099. Teman Hidup
100. Darah Sang Guru
101. Ikatan Hati -1-
102. Ikatan Hati -2-
103. Serigala Berbulu Domba -1-
104. Serigala Berbulu Domba-2-
105. Cinta Yang Kembali Dipersatukan -1-
106. Cinta Yang Kembali Dipersatukan -2-
107. Darah Lebih Kental Dari Air -1-
108. Darah Lebih Kental Dari Air -2-
109. Darah Lebih Kental Dari Air -3-
110. Kemalangan Hime -1-
111. Kemalangan Hime -2-
112. Bersatunya Samurai Tangguh Heian -1-
113. Bersatunya Samurai Tangguh Heian -2-
114. Lahirnya Sang Harapan Baru -1-
115. Lahirnya Sang Harapan Baru -2-
116. Menjemput Takhta Tertinggi -1-
117. Menjemput Takhta Tertinggi -2-
118. Menjemput Takhta Tertinggi -3-
119. Sekeping Rindu Untuk Lotus Ungu
120. Kenangan Malam Pembantaian
121. Pergolakkan Batin
122. Ketika Rembulan Memberikan Sinarnya Pada Sang Mentari
123. Merekahnya Lotus Ungu
124. Permaisuri Hati -1-
125. Permaisuri Hati -2-
126. Titik Hitam Di Musim Semi -1-
127. Titik Hitam Di Musim Semi -2-
128. Sayap Yang Dipatahkan -1-
129. Sayap Yang Dipatahkan -2-
130. Awan Gelap Musim Semi -1-
131. Awan Gelap Musim Semi -2-
132. Genderang Perang Tanpa bunyi -1-
133. Genderang Perang Tanpa Bunyi -2-
134. Pesta Kembang Api terakhir -1-
135. Pesta Kembang Api Terakhir -2-
136. Perisai Berduri Sang Kaisar -1-
137. Perisai Berduri Sang Kaisar -2-
138. Duri Dalam Daging -1-
139. Duri Dalam Daging -2-
140. Duri Dalam Daging -3-
141. Ego Sang Bunga -1-
142. Ego Sang Bunga -2-
143. Dinding Tak Kasat Mata -1-
144. Dinding Tak Kasat Mata -2-
145. Angin Racun Musim Gugur -1-
146. Angin Racun Musim Gugur -2-
147. Noda Cinta
148. Terwujudnya Kutukan -1-
149. Terwujudnya Kutukan -2-
150. Permaisuri Yang Terusir -1-
151. Permaisuri Yang Terusir -2-
152. Rindu Tak Sampai
153. Kelopak Terakhir Lotus Ungu
154. Kisah Cinta Yang Tak Lengkap
155. Sesal Tak Bertepi
156. Yang Tanpa Yin
157. Penebusan Dosa
158. Menanti Musim
159. Era Baru -1-
160. Era Baru -2-
161. Menjemput Takdir
Pengumuman

041. Dendam Sang Geisha -1-

13.3K 792 162
By nanaanayi

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode

Dayang muda mantan maiko itu menyusuri rokka istana utama keshogunan dengan sangat ceria. Sesekali gadis bernama Tomoyo itu bahkan bersenandung kecil. Pagi ini seperti biasa dia akan pergi menuju kamar sang Shogun untuk menjemput wanita cantik yang tengah terlelap disana.

Kemarin seharian dia tidak melihat tanda-tanda keberadaan calon istri jenderal itu dalam istana keshogunan. Beberapa dayang yang bertugas mengatakan bahwa Hinata dibawa permaisuri ke Dairi*).

Jadi pagi ini Tomoyo mengambil keputusan bahwa nyonya kesayangannya itu sudah kembali ke istana keshogunan.

"Hinata-nee, pasti belum bangun..." Tomoyo terkikik kecil saat telah berada di depan shoji kamar yang dihuni Hinata bersama dengan sang Jenderal. "Lebih baik aku langsung masuk saja..., lagi pula pintunya tidak di kunci..." Dengan wajah bahagianya Tomoyo menggeser shoji itu.

Sreeekkkkk

Dan onix Tomoyo membulat sempurna ketika pintu geser itu terbuka. Sebuah pemandangan yang tak pantas dilihat oleh gadis seusianya.

Sang Shogun, bersama nyonya kesayangannya. Sedang berpelukkan diatas futton dalam keadaan setengah telanjang. Jika saja tidak ada selimut yang menutupi sebagian tubuh keduanya. Bisa dipastikan Tomoyo telah pingsan dengan wajah yang memerah.

Sreeeekkkkkk

Dengan cepat Tomoyo kembali menutup shoji itu. "Kami-sama..., ampuni aku....." Tomoyo langsung berdiri membelakangi pintu dan memengang dadanya yang kini berdegup cepat.

"Hei! Tomoyo!" Tomoyo menoleh ke asal suara yang menyerukan namanya.

"Hai' Ayame-nee..." Tomoyo tersenyum sopan sambil membungkukkan kepalanya pada Kepala Dayang Istana Utama Keshogunan ini.

"Kenapa hanya berdiri disini?, cepat ajak Hidenka-sama ke onsen.." Perintah Ayame.

Tomoyo hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya. Di tambah wajah polosnya yang memerah bak kepiting rebus.

"Hei!, Kenapa kau menggeleng-geleng seperti itu. Cepat masuk dan ajak Hidenka-sama mandi. Hari mulai siang." Ayame menarik tangan Tomoyo dan mencoba menggeser shoji kamar Shogun.

"Ayame-nee, jangan dibuka!" Cicit Tomoyo dengan matanya yang telah terpejam.

Srekkkkk

Terlambat. Ayame telah berhasil membuka pintu geser kamar Shogun. Lubang hidungnya seketika meneteskan darah segar ketika melihat pemandangan vulgar dihadapannya.

Tangan Ayame buru-buru menutup pintu geser itu sebelum Shogun mereka bangun. Jika Hinata yang bangun duluan sih tak masalah. Nyonya mereka yang cantik itu pasti hanya akan menegur lembut dengan wajah memerah malu-malu.

Tapi urusannya akan berbeda jika yang bangun duluan itu Naruto. Jenderal mereka itu pasti akan mengayunkan katana apinya di leher mereka.

"Hhhhhh..." Ayame mengatur nafasnya yang terengah-engah karena terkejut dengan apa yang baru saja dia lihat.

"Ayame-nee kau baik-baik saja?" Tanya Tomoyo polos sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah sang senior.

"Ehemmm" Ayame berdehem sambil mennghapus darah yang tadi sempat menetes dari lubang hidungnya. Ia berdiri tegak dengan anggun. Menjaga wibawanya dihadapan bawahan sekaligus juniornya ini.

"Kau pergi ke dapur saja bantu dayang disana menyiapkan sarapan untuk Shogun-sama dan Hidenka-sama." Perintah Ayame dengan penuh wibawanya.

"Hai'," Tomoyo membalikkan badannya menuju dapur, tapi baru beberapa langkah. Ia kembali menghampiri Ayame.

"Ada apa lagi Tomoyo???" Tanya Ayame kesal.

"Bagaimana Hidenka-sama mandi?" Tanya Tomoyo polos sambil memiringkan kepalanya.

"Shogun-sama sendiri yang akan memandikannya." Jawab Ayame santai sambil melenggang pergi meninggalkan Tomoyo yang berdiri terpaku dengan hidung mimisan karena jawabannya.

o0o

Pemandangan indah terpampang dihadapannya begitu safir birunya terbuka. Wanita cantik dengan wajah meneduhkan tengah tertidur lelap dalam dekapannya. Tangannya terulur membelai lembut pipi seputih salju yang sangat kontras menempel pada lengan tannya.

Cup.

Satu kecupan manis mendarat di bibir mungil nan ranum milik sang Murasakiro no Hime. Senyuman penuh cinta seketika tersungging di bibi merah kecoklatannya, saat mendapati kelopak mata sewarna salju itu mengerjap.

"Ohayou, Hime..."

Semu merah langsung mengihiasi pipi semulus porselennya. Kala satu tangan hangat besar mengelus lembut pipi gembulnya.

"Ohayou, Na..Naruto-kun..." Jawab pemilik mutiara lavender ini dengan pandangan yang tertunduk.

"Masih mengantuk, sayang...??" Suara berat sang Jenderal pagi itu begitu hangat menguar di telinganya. Hingga ia tak kuasa untuk membuka mulutnya menjawab pertanyaan lembut pemimpin para samurai itu.

Hanya gelengan pelan yang di jadikannya sebagai jawaban atas pertanyaan yang dilantunkan penuh cinta oleh manusia setengah kitsune itu.

"Kalau begitu kau siap untuk mandi bersamaku sekarang?" Tanpa beban pria itu menanyakan begitu saja pertanyaan frontal yang membuat wajah wanitanya memerah.

Hinata mengangguk pelan, sambil menggerak-gerakkan tangannya mencari nagajuban putih yang disingkap begitu saja oleh Naruto. Jangan dikira mereka baru saja melewati malam panas. Pria berkulit tan itu cukup tahu diri untuk tidak menyetubuhi wanita yang tengah hamil muda. Yang mereka lakukan hanya berpelukkan tanpa mengenakan sehelai benang pun.

"Mencari apa, Hime?, nagajuban dan furisodemu tertinggal di Kawaguchiko." Jawab sang Jenderal tanpa dosa sambil mendudukkan dirinya.

"Kawaguchiko?" Beo Hinata seolah tak percaya. Mutiara lavendernya menyusuri tiap inci ruangan yang kini dihuninya. Ya, tak salah lagi. Naruto telah membawanya berteleportasi keistana keshogunan selama dirinya terlelap.

"Sekarang kita berada di Kyoto, Hime...," Naruto bangkit dari futton tubuh kekarnya yang tak tertutup sehelai benangpun beranjak menuju oshiire besar yang menempel pada dinding kamar.

Hinata tertunduk dengan semu merah yang menjalar dari pipinya hingga ketelinga. Hingga tangan hangat menempel pada pipi susunya. Naruto yang telah mengenakan nagajuban khusus pria, kini tengah duduk dihadapannya sambil membelai lembut pipinya.

"Bersiaplah, ada pekerjaan penting yang harus kita selesaikan diistana selatan sekarang." Ujar Naruto dengan tangannya yang cekatan mulai mengenakan nagajuban pada tubuh molek Hinata yang hanya berbalut selimut tebal.

'Apa Naruto-kun akan membebaskan semua geisha hari ini?' Tanya Hinata pada dirinya sendiri. Berbagai kemungkinan muncul di kepala indigonya. Hingga ia tersentak saat merasakan tubuhnya mulai melayang.

"Kita mau kemana Naruto-kun..?" Tanya Hinata, yang kini telah berada dalam gendongan sang Shogun.

Wajah tan pria itu mendekat pada wajah seputih susu sang wanita. Ia gesekkan halus hidung mancungnya pada hidung mancung wanita kesanyangannya ini. "Ke onsen..., mandi bersama.." Deru nafas lembut nan hangat Naruto yang berhembus di pipi putihnya berhasil membuat pipi seputih susu itu kini sudah berubah warna seperti tomat matang.

...

"Naruto-kun..., bisa kau turunkan aku..., para dayang dan kasim disini memperhatikan kita..." Protes Hinata, karena sepanjang rokka Naruto menggendongnya menuju onsen.

"Kau merasa malu, Hime..?" Goda Naruto sambil tersenyum nakal dilanjutkan kecupan lembut di kening putihnya yang tertutup poni.

Seharusnya Naruto tak perlu bertanya seperti itu pada Hinata. Karena wanita hamil itu malah menyembunyikan wajah memerahnya di dada bidang sang Jenderal.

Dari anggukan pelan yang terasa didadanya cukup membuat Naruto mengerti bahwa mengiyakan jawaban dari pertanyaannya.

"Kau ingat saat pertama kali aku mengajak mu mandi bersamaku?" Naruto tak menghentikan langkah kakinya walaupun kini ia sedang mendongak sambil menerawang.

Mendengar pertanyaan Naruto, Hinata juga ikut mendongak. Bagaimana ia bisa lupa. Bagaimana dulu Naruto memperlakukannya seperti seorang wanita murahan. Lidahnya begitu sangat kelu untuk menjawab pertanyaan sang Jenderal.

"Maaf..." Naruto menghentikan langkahnya dan safirnya menatap lembut pada mutiara milik wanita dalam gendongannya. "Maaf karena pernah memperlakukanmu dengan sangat kasar."

Hinata hampir saja melelehkan air matanya saat mutiara lavendernya menatap wajah sang Jenderal yang di penuhi raut penuh penyesalan. Tangan seputih susunya lalu terulur dan membelai lembut rahang tegas sewarna madu tersebut.

Kepala indigonya menggeleng. Mengisyaratkan bahwa Jenderal Samurai itu tak perlu meminta maaf lagi. Karena ia sudah memaafkan pria itu dengan sepenuh hatinya.

Tapi tiba-tiba suasana nan hangat sedikit terusik saat sebuah suara menginstrupsi. "Permisi, bisa memberikan ku sedikit jalan."

"Sakura-chan...." Hinata tersentak saat menoleh, dan mendapati Sakura ada dihadapannya. Terlebih lagi posisinya yang berada nyaman dalam gendongan sang Shogun membuatnya merasa sungkan dihadapan wanita bersurai permen kapas itu.

Naruto memiringkan tubuhnya, memberikan Sakura jalan. Tubuh besarnya yang sedang menggendong Hinata berjalan di tengah rokka membuat Sakura tidak kebagian jalan.

Mutiara ungu pucat Hinata mengikuti gerakan cepat Sakura yang melewatinya begitu saja. Bahkan ketika Naruto melanjutkan langkahnya kembali, Hinata sampai menoleh untuk memastikan keadaan sahabat merah mudanya itu.

Mutiara lavendernya itu dapat melihat punggung bergetar Sakura. Menantu klan Uchiha itu menangis. Wanita mana yang tidak bersedih ketika baru saja mengucap janji suci, harus dipisahkan dengan sang suami.

Terlebih lagi sahabat yang di percayanya sedang hidup berbahagia dengan orang yang telah memisahkannya dengan sang suami. 'Aku harus melakukan sesuatu.' Ujar Hinata pada dirinya sendiri.

o0o

Pemilik helaian kelam indigo itu berdiri di depan jendela besar kamar yang di huninya bersama sang Jenderal Samurai. Mutiara lavendernya memandang bunga Sakura yang mulai mengering di pohonnya. Tak lama lagi musim semi akan segera berakhir.

Dan dalam waktu semusim sudah banyak hal yang terjadi dalam. Salah satunya kehadiran nyawa kecil yang sedang mendekam dalam rahimnya.

Hinata tersenyum melihat perutnya yang sedikit membuncit. Tangannya terulur dan berusaha meraba tempat buah hatinya sedang berkembang itu. Tapi ia kalah cepat. Tangan kekar sewarna madu itu jauh lebih cepat memeluk perutnya dari belakang.

Ia bergidik geli saat sebuah kecupan kecil tiba-tiba mendarat di punggung kecilnya. "Naruto-kun...," cicitnya pelan dengan tangan yang terulur mengelus rahang tegas yang dihiasi guratan tipis menyerupai kumis rubah.

"Aku akan ke istana Chodo-in sebentar, ada beberapa urusan keshogunan yang harus ku selesaikan..."

Hinata mengangguk mendengar ucapan Naruto yang seperti sedang meminta izin padanya. "Lalu aku akan pulang dengan mengajak Oba-san..., kita bertiga akan keistana selatan. Aku akan memberi pembebasan kepada semua geisha disana. Aku tak sanggup jika harus membagi cinta pada mereka. Raga dan jiwa ku hanya mencintai dan menginginkanmu."

"Lalu, Sakura-chan...??" Hinata akhirnya memberanikan diri menanyakan nasib sahabat merah mudanya itu. Sakura memang sudah tidak tinggal di istana selatan lagi. Semenjak Hinata di pindahkan ke istana utama. Sakura juga di bawa ke istana utama untuk memantau keadaan kandungan Hinata.

Tapi Naruto tak pernah mengganti statusnya. Ia tetaplah seorang geisha milik Naruto.

"Aku akan mencabut status geishanya." Jawab Naruto sambil menegakkan kepalanya. Ia lalu menumpukan dagu tegasnya di punggung kecil milik sang Murasakiro no Hime.

Senyum bahagia terukir di bibir ranum Hinata kala mendengar jawaban sang Shogun. Tapi tiba-tiba senyum itu memudar saat Naruto melanjutkan kalimatnya.

"Ia tetap tahanan disini. Sampai suaminya menunakarkan kepala Uchihanya untuk kebebasan istrinya." Dan seketika pelukan Naruto pada tubuhnya terlerai. Naruto berjalan menuju oshiire untuk memakai haori hitam kebesarannya.

Hinata berjalan sedikit cepat mendekati Naruto. Dan membantu sang Shogun mengenakan haorinya. "Bisakah Naruto-kun mengembalikannya tinggal bersama Izumi-nee.. dan memaafkan Sasuke seperti kau memaafkanku..." Ujar Hinata takut-takut setelah haori hitam itu terpakai sempurna di tubuh tegap Naruto.

Jenderal Samurai itu membalikkan tubuhnya berhadapan dengan Tuan Puteri Lotus Ungunya. Tangan kekarnya tiba-tiba mencengkram kedua lengan kecil Hinata. Dan tentu saja membuat wanita hamil itu tersentak. Apalagi saat ia mendongak, safir biru sang Shogun menatap tidak suka pada mutiara lavendernya.

"Dengar." Suara tegas Naruto mulai menguar di telinga Hinata dan itu mampu membuatnya bergidik ngeri.

"Hime, kau berbeda dengan Teme itu. Kau tidak berniat merebut kekuasaan ku. Sementara Uchiha brengsek itu, aku tak yakin dia diluar sana hanya berpangku tangan. Aku tak mau ada konspirasi lagi atas kekuasaanku. Dan kehilangan kekuasaan sama saja dengan kehancuran kebahagiaan kita."

Cup.

Naruto mengecup sekilas kening Hinata. "Kau jaga saja kandunganmu, anak kita." Tangan tannya menempel pada perut yang mulai membuncit itu.

"Jangan coba-coba ikut campur urusanku dengan Uchiha sialan itu." Suara berat penuh kebencian itu kembali berbisik di telinga Hinata. Tubuhnya terpaku ketika mendengar suara mengerikan itu dari pria yang baru saja memeluknya dengan penuh cinta.

"Beristirahatlah." Suara Naruto kembali menghangat. Ia mengelus pucuk kepala indigo Hinata. Sebelum meninggalkan Hinata sendiri di kamar dengan penuh rasa gelisah.

'Kami-sama... ku mohon jangan ada lagi pertumpahan darah...'

o0o

Emerald itu teralih dari pandangan kosongnya pada langit penutup musim semi, saat pintu geser kamar yang dihuninya bergeser. Sesosok wanita cantik berdiri di ambang shoji. Senyum manis di lemparkannya dengan sangat tulus pada sang pemilik manik emerald.

Namun senyuman manis dari sang pemilik mutiara lavender itu tak kunjung mengurangi rasa gundah di hati sang emerald. Sakura hanya menampakkan senyuman tipis saat emerald hijaunya bertemu pandang dengan mutiara lavender Hinata.

"Apa kabar Sakura-chan..." Hinata menyapa lembut. Telapak kaki putihnya yang tertutup kaos kaki tipis menapaki hamparan tatami yang melapisi lantai kayu kamar tamu di istana keshogunan.

"Seperti yang kau lihat. Aku seperti janda, kendati suamiku masih hidup." Jawab Sakura sinis.

Hinata hanya tersenyum kecut. Ia dudukkan dirinya di hadapan Sakura yang bersimpuh di bawah jendela dengan ukiran naga itu.

"Oh iya..., aku lupa mengucapkan selamat atas rencana pernikahanmu, HIDENKA-SAMA." Sakura memberikan penekanan jelas pada gelar baru yang akan disandang Hinata.

Dan panggilan itu, sontak membuat Hinata mengerutkan dahinya. "Kau tak perlu memanggilku seperti itu Sakura-chan..." Ujar Hinata lembut. Tangan seputih saljunya mencoba menggamit tangan Sakura yang sama putihnya.

Tapi niat tulus Hinata di tepis kasar oleh Sakura. "Tak perlu mengasihaniku Hidenka-sama..." Ucap Sakura dingin setelah menepis tangan Hinata.

Hinata hanya tersenyum pasrah sambil memandang telapak tangannya yang di tepis oleh Sakura. "Aku tahu... kau marah padaku..., tapi ku mohon mengertilah Sakura, ini semua tak seperti yang kau pikirkan..., dan tentang Naruto-kun..."

"Kun...?," Belum selesai Hinata berucap. Kalimatnya telah dipotong Sakura terlebih dahulu. "Kau memanggil pembantai keluargamu itu dengan suffix yang begitu mesra?"

"Sakura-chan..., Kau harus tahu..." Hinata tak memiki kesempatan untuk berbicara. Karena Sakura kembali menyela ucapannya.

"Aku membelamu agar kau dan bayimu selamat. Tapi aku tak habis pikir. Kau begitu murahan hingga bisa kembali dalam pelukan Jenderal keparat itu. Kupikir kau hamil karena Naruto meperkosamu. Tapi melihat hubunganmu tadi pagi dengannya, akhirnya aku tahu kau menggadaikan tubuhmu untuk sebuah gelar HIDENKA-SAMA!" Tukas Sakura tanpa memberikan kesempatan pada Hinata.

Baru saja Hinata akan memberikan penjelasan pada sahabat merah mudanya. Pintu geser kamar Sakura tiba-tiba terbuka. Jenderal samurai yang dalam beberapa hari lagi akan menjadi suaminya itu. Kini tengah berdiri diambang pintu.

"Apa yang kau lakukan disini Hime, Oba-san sudah menunggu kita diistana selatan." Naruto memasuki kamar Sakura. Dan tangan kekarnya langsung menggamit tangan putih Hinata.

"Tapi..." Hinata mencoba bertahan. Tapi tenaga Naruto jauh lebih besar menariknya kedalam rangkulan sang Shogun.

"Jangan habiskan waktu bersama tawananmu..." Bisik Naruto tepat di telinga Hinata.

"Tapi... Na..Naruto-kun..." Hinata mencoba membantah.

"Jangan membantahku Hime.., aku tak suka." Tatapan tajam Naruto seketika menciutkan nyali Hinata.

Hinata akhirnya pasrah pada pria tinggi besar yang kini merangkulnya. Ia langsung tersentak, ketika Naruto kembali menoleh pada Sakura. "Tak ada pembebasan bagimu. Sampai suamimu menyerahkan diri di istana ku."

"Naruto-kun..., Bukankah kau sudah..." Hinata mencoba menagih janji pembebasan Sakura.

"Diam!, dan urusi saja anak kita." Naruto merangkul paksa Hinata tanpa melihat betapa ketakutannya ibu dari janinnya itu saat Naruto membentaknya.

Sementara Sakura. Ia menenggelamkan kepala merah mudanya pada lututnya yang tertekuk. "Bawa aku pergi dari sini, Sasuke-kun..."

o0o

"Apa yang kau lakukan bocah!" Mito langsung berjerit kencang. Tak peduli di sekitarnya sedang berdiri para dayang dan kasim.

Dengan cepat Mito menarik Hinata yang dirangkul paksa, sambil diseret menyusuri rokka dari kamar tamu menuju zanshiki.

"Kau tidak apa nak...?" Tanya Mito khawatir sambil mengelus lembut perut Hinata.

"Tak apa Oba-san...," Jawab Hinata bergetar, sambil melirik takut ke arah Naruto yang berdiri disampingnya.

"Dengar Naruto. Dimata otakmu?, Hinata ini sedang mengandung anakmu. Jika kau memperlakukannya dengan kasar lagi aku akan membawanya tinggal ke Dairi."

Naruto mendengus kesal mendengar ancaman Mito. "Kita harus ke istana selatan sekarang ini sudah terlambat dari waktu yang diatur." Ujar Naruto menutupi rasa ketakutannya karena ancaman Mito.

"Kau berjalan di sisiku saja." Bisik Mito sambil menggamit tangan lentik Hinata.

Akhirnya mereka bertiga dikawal oleh beberapa samurai menuju istana para geisha yang di ciptakan oleh Naruto.

o0o

Istana selatan keshogunan pada masa kekuasaan klan Uchiha atas keshogunan adalah tempat dimana mereka menyimpan dan menimbun harta para rakyat kecil yang mereka rampas. Mereka menyebut rampasan itu adalah pajak keamanan negara yang mereka kukuhkan sepihak keputusannya dengan bekerjasama pada menteri keuangan yang berada dalam lingkaran hitam mereka.

Namun sejak Naruto berhasil menguasai keshogunan. Ia bagikan sebagian harta itu pada rakyat kecil. Dan sebagian lagi ia pergunakan untuk memenangkan perlelangan keperawanan geisha muda berkualitas yang ia tampung dalam istana itu.

Sebenarnya kelakuan Naruto mengumpulkan dan bermain dengan para penghibur kelas atas itu adalah bentuk pelampiasan dari hatinya yang selalu mengakui bahwa ia membenci Hinata.

Ia mengumpulkan semua wanita itu untuk menghapus rasa hampa hatinya yang selama ini selalu mengingkari cintanya pada Hinata. Dan setelah hubungannya dengan Hinata telah membaik. Ia sudah tidak membutuhkan mereka lagi.

Jahat memang. Tapi geisha-geisha itu memberikan keperawanannya dengan senang hati. Karena mereka di dapatkan dengan di lelang. Mereka sendiri yang menyetujui mizuage sebuah ritual melepas keperawanan geisha pada pria yang menaruh harga tertinggi atas diri mereka.

Mereka menjalani hubungan dengan sang danna dengan perjanjian yang telah mereka sepakati bersama. Dan Naruto, menulis jelas pada perjanjian itu. Bahwa tidak pernah ada pernikahan dan anak pada para geisha yang ia menangkan pelelangannya. Termasuk untuk Shion. Sang geisha kesayangan Naruto karena fisiknya yang mendekati Hinata.

o0o

Amethys Shion sedari tadi tak lepas dari Hinata yang tengah duduk bersimpuh di hadapannya.

Posisi Hinata, Naruto dan Mito yang duduk dihadapan barisan para geisha. Membuat Shion yang duduk di barisan paling depan dengan mudah memperhatikan gerak-gerik Hinata. Geisha bersurai pirang pucat ini jelas menatap dengan tidak suka Hinata yang kini sedang menahan senyumnya akibat bisikan Mito yang menceritakan masa kecil Naruto.

Tanpa sengaja mutiara lavender itu bertatapan dengan amethys yang sedari tadi memperhatikannya. Hinata menghentikan senyumnya ketika mendapati wajah tidak suka Shion yang begitu kentara. Karena pada dasarnya Hinata bukanlah orang yang menyukai pamer kebahagiaan.

"Hei, kenapa kau menunduk seperti itu?" Tanya Mito ketika tiba-tiba Hinata menunduk dan diam.

Naruto mengalihkan perhatiannya dari gulungan-gulungan yang sedang di persiapkan Orochimaru untuk para geisha. "Kau kenapa Hime...? Apa ada yang sakit." Dengan penuh ke khawatiran telapak tangan besar itu mengelus sekilas perut yang berisi benihnya itu.

Hinata menggeleng sambil tersenyum tipis. Telinganya yang mulai mendengar bisik-bisik dari para geisha membuat perasaannya tidak enak. Entah kenapa dia tidak suka jika suasana tegang ini disebabkan oleh kehadirannya.

Tapi dia sendiri juga tak dapat membantah ayah dari benih yang di kandungnya. Ia masih ingat bagaimana raut wajah Naruto saat mereka berada di kamar Sakura.

"Jika ada yang tidak nyaman katakan padaku ya..." Naruto mengecup lembut kening Hinata. Dan itu mendapat gunjingan dari para geisha dan tatapan Shion yang penuh dengan kebencian.


....

Shizuka menarik nafas cukup panjang setelah kembali duduk diatas zabutonnya. Mata gioknya memandangi gulungan yang baru saja di berikan Orochimaru dan kini sudah berada di tangannya.

"Sepertinya berita dari Dairi selama ini bukan sekedar gosip. Shogun-sama memang akan membebaskan kita dan menikahi wanita itu." Ujar Shizuka pasrah sambil memandang Amaru yang sedang berada di depan menerima gulungan dari Orochimaru.

"Jika itu sudah keputusan Shogun-sama, mau bagaimana lagi." Sama halnya dengan Shizuka. Koyuki pun sudah pasrah dengan keputusan yang dibuat oleh dannanya.

"Aku hanya berharap Shogun-sama sedikit berbaik hati dan mau membagi sedikit hartanya untuk kita memulai kehidupan baru yang lebih layak." Timpal Amaru yang baru saja duduk setelah menerima gulungan dari Orochimaru.

Shion sedari tadi hanya diam saat mendengar bisik-bisik teman-teman sesama geishanya yang sedang mempergunjingkan isi gulungan yang di bagikan oleh Orochimaru.

Tangannya meremas bagian bawah uchikake mewahnya. Pandangan amethysnya tertuju pada perut Hinata yang tidak kelihatan membuncit karena obi yang tebal melingkar di perutnya.

'Aku tak akan pernah melepaskanmu Naruto-sama. Apapun yang terjadi aku harus tetap terus bersamamu. Aku memiliki hak yang sama dengan Hyuuga jalang itu. Karena di rahimku juga pernah bersarang benihmu. Permaisuri sialan itulah yang memaksaku untuk menggugurkan darah daging kita'


つづく
Tsudzuku

*) Dairi : Istana dalam. Tempat tinggal keluarga kaisar di dalam istana Heian.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 85.9K 54
(FANFICTION) Segala sesuatu berubah ketika Sakura memulai kehidupan barunya di Konoha, ia berkerja di perusahaan animasi terbesar di jepang. Gadis it...
119K 11.9K 28
Bulan madu panjang yang indah itu, berubah menjadi tragedi hanya dalam hitungan menit. Tak pernah terbayangkan dalam mimpi terburuknya sekalipun, tra...
53.9K 8.6K 35
Dalam perjalanan balas dendamnya Hinata menemukan Naruto, pria dengan sejuta ambisi di dalam kepalanya. Namun jika punya satu tujuan yang sama, buka...
24.5K 3.5K 17
Satu-satunya yang Hinata Hyuuga miliki adalah keteguhan hatinya pada cinta yang tidak pernah terbalas, sampai akhirnya dia menyerah demi kebahagiaan...