Fox And Flower

By nanaanayi

1M 90.9K 19.5K

Historical Naruhina Fanfiction (FOR 18 +) Hidup bersama dan mengabdi dengan orang yang membatai keluarganya a... More

001. Lamaran Membawa Petaka
002. Malam Pembantaian
003. Di Bawah Pohon Ginko
004. Kehancuran Uchiha
005. Saudara
006. Sangkar Emas -1-
008. Rubah Emas dan Lotus Ungu
009. Kelopak yang Tersayat
010. Penyatuan
011. Luluh
012. Keegoisan
013. Kebimbangan
014. Bertemu Kembali
015. Keputusan
016. Ancaman
017. Terungkapnya Rahasia
018. Legenda Rubah Emas -1-
019. Legenda Rubah Emas -2-
020. Legenda Rubah Emas -3-
021. Legenda Rubah Emas -4-
022. Legenda Rubah Emas -5-
023. Legenda Rubah Emas -6-
024. Legenda Rubah Emas -7-
025. Legenda Rubah Emas -8-
026. Legenda Rubah Emas -9-
027. Legenda Rubah Emas -10
028. Legenda Rubah Emas -11
029. Legenda Rubah Emas -12
030. Awal dari Semua Kehancuran -1-
031. Awal Dari Semua Kehancuran -2-
032. Awal Dari Semua Kehancuran -3-
033. Awal Dari Semua Kehancuran -4-
034. Terciptanya Dendam -1-
035. Terciptanya Dendam -2-
036. Jalan Pembalasan -1-
037. Jalan Pembalasan -2-
038. Dibawah Cahaya Rembulan
039. Air Mata Sang Jendral -1-
040. Air Mata Sang Jendral -2-
041. Dendam Sang Geisha -1-
042. Dendam Sang Geisha -2-
043. Pernikahan Agung -1-
044. Pernikahan Agung -2-
045. Kembang Api Yang Terbakar -1-
046. Kembang Api Yang Terbakar -2-
047. Pangeran Yang Terbuang -1-
048. Pangeran Yang Terbuang -2-
049. Kelopak Sakura Yang Layu -1-
050. Kelopak Sakura Yang Layu -2-
051. Kebahagiaan Kecil Menuju Bencana Besar -1-
052. Kebahagiaan Kecil Menuju Bencana Besar -2-
053. Mimpi Buruk Bagi Sang Jenderal -1-
054. Mimpi Buruk Bagi Sang Jenderal -2-
055. Kehancuran Itu Akan Terulang -1-
056. Kehancuran Itu Akan Terulang -2-
057. Malaikat Kecil Yang Malang -1-
058. Malaikat Kecil Yang Malang -2-
059. Cinta Yang Tak Pernah Terbalas -1-
060. Cinta Yang Tak Pernah Terbalas -2-
061. Rembulan Hitam Di Langit Kyoto -1-
062. Rembulan Hitam Dilangit Kyoto -2-
063. Pertarungan Pertama -1-
064. Pertarungan Pertama -2-
065. Menjelang Penyerangan -1-
066. Menjelang Penyerangan -2-
067. Tahta Atau Cinta -1-
068. Tahta Atau Cinta -2-
069. Menghitung Hari Menuju Perang -1-
070. Menghitung Hari Menuju Perang -2-
071. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -1-
072. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -2-
073. Penyerangan Pertama, Jebakan Naniwa -3-
074. Menembus Benteng Kyoto -1-
075. Menembus Benteng Kyoto -2-
076. Menembus Benteng Kyoto -3-
077. Kembalinya Kamakura Bakufu Ke Tangan Uchiha -1-
078. Kembalinya Kamakura Bakufu Ketangan Uchiha -2-
079. Jenderal Baru -1-
080. Jenderal Baru -2-
081. Racun Berwujud Kekuasaan -1-
082. Racun Berwujud Kekuasaan -2-
083. Salju Pertama Menjadi Saksi -1-
084. Salju Pertama Menjadi Saksi -2-
085. Salju Pertama Menjadi Saksi -3-
086. Serangan Dairi -1-
087. Serangan Dairi -2-
088. Serangan Dairi -3-
089. Jatuhnya Dairi -1-
090. Jatuhnya Dairi -2-
091. Binasanya Para Kitsune -1-
092. Binasanya Para Kitsune -2-
093. Cinta Abadi Siluman Rubah Dan Kaisar -1-
094. Cinta Abadi Siluman Rubah dan Kaisar -2-
095. Fitnah Keji -1-
096. Fitnah Keji -2-
097. Dusta Untuk Kebahagiaanmu -1-
098. Dusta Untuk Kebahagiaanmu -2-
099. Teman Hidup
100. Darah Sang Guru
101. Ikatan Hati -1-
102. Ikatan Hati -2-
103. Serigala Berbulu Domba -1-
104. Serigala Berbulu Domba-2-
105. Cinta Yang Kembali Dipersatukan -1-
106. Cinta Yang Kembali Dipersatukan -2-
107. Darah Lebih Kental Dari Air -1-
108. Darah Lebih Kental Dari Air -2-
109. Darah Lebih Kental Dari Air -3-
110. Kemalangan Hime -1-
111. Kemalangan Hime -2-
112. Bersatunya Samurai Tangguh Heian -1-
113. Bersatunya Samurai Tangguh Heian -2-
114. Lahirnya Sang Harapan Baru -1-
115. Lahirnya Sang Harapan Baru -2-
116. Menjemput Takhta Tertinggi -1-
117. Menjemput Takhta Tertinggi -2-
118. Menjemput Takhta Tertinggi -3-
119. Sekeping Rindu Untuk Lotus Ungu
120. Kenangan Malam Pembantaian
121. Pergolakkan Batin
122. Ketika Rembulan Memberikan Sinarnya Pada Sang Mentari
123. Merekahnya Lotus Ungu
124. Permaisuri Hati -1-
125. Permaisuri Hati -2-
126. Titik Hitam Di Musim Semi -1-
127. Titik Hitam Di Musim Semi -2-
128. Sayap Yang Dipatahkan -1-
129. Sayap Yang Dipatahkan -2-
130. Awan Gelap Musim Semi -1-
131. Awan Gelap Musim Semi -2-
132. Genderang Perang Tanpa bunyi -1-
133. Genderang Perang Tanpa Bunyi -2-
134. Pesta Kembang Api terakhir -1-
135. Pesta Kembang Api Terakhir -2-
136. Perisai Berduri Sang Kaisar -1-
137. Perisai Berduri Sang Kaisar -2-
138. Duri Dalam Daging -1-
139. Duri Dalam Daging -2-
140. Duri Dalam Daging -3-
141. Ego Sang Bunga -1-
142. Ego Sang Bunga -2-
143. Dinding Tak Kasat Mata -1-
144. Dinding Tak Kasat Mata -2-
145. Angin Racun Musim Gugur -1-
146. Angin Racun Musim Gugur -2-
147. Noda Cinta
148. Terwujudnya Kutukan -1-
149. Terwujudnya Kutukan -2-
150. Permaisuri Yang Terusir -1-
151. Permaisuri Yang Terusir -2-
152. Rindu Tak Sampai
153. Kelopak Terakhir Lotus Ungu
154. Kisah Cinta Yang Tak Lengkap
155. Sesal Tak Bertepi
156. Yang Tanpa Yin
157. Penebusan Dosa
158. Menanti Musim
159. Era Baru -1-
160. Era Baru -2-
161. Menjemput Takdir
Pengumuman

007. Sangkar Emas -2-

13.1K 877 123
By nanaanayi

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto

Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata

Setting : Heian/Kamakura Periode

***

Shoji kamar sang penguasa istana Kamakura Bakufu bergeser. Sang Shogun duduk bersila di balik meja rendah yang terhidang berbagai makanan dan minuman lezat.

Dada bidang sang jendral para samurai terekspos dengan kulit tannya yang eksotik, hanya mengenakan hakama hitam, sang Shogun tersenyum iblis, kala sang Murasakiro no Hime menginjakan kaki diatas tatami hijau yang melapisi lantai kamarnya.

"Hinata-nee aku mohon pamit kembali kekamar," Tomoyo, gadis kecil ini memang mendapat perintah dari sang Shogun untuk meninggalkan Hinata bersamanya.

Kaki kaki mungil Tomoyo mulai berjalan ke belakang, setelah membungkuk hormat pada sang Shogun, tetapi tangan putih Hinata menarik pergelangan tangan Tomoyo, menghalau pergerakan Tomoyo yang akan meninggalkannya sendirian di kandang rubah buas.

"Gomenasai Hinata-sama, ini sudah menjadi perintah Shogun-sama," Tomoyo menepis pelan tangan majikannya.

Naruto tersenyum puas kala mendengar penolakan Tomoyo. Tomoyo tentu lebih memilih mengikuti perintahnya. Naruto membayar mahal untuk mengeluarkan Tomoyo dari Okiya dan menjanjikannya akan terbebas dari statusnya sebagai Maiko jika melayani Hinata dengan baik.

"Tomoyo...!" Panggil Naruto saat sang Maiko berbalik dari kamarnya.

Gadis kecil dengan rambut yang dikepang dua itu menoleh, dan buru-buru membungkukkan badan sebagai tanda hormat.

Naruto melemparkan sebuah gulungan ke arah Tomoyo. "Surat kebebasanmu sebagai geisha, mulai sekarang kau adalah dayang khusus yang melayani Hinata."

"Hontou ni arigatou, Shogun-sama," Tomoyo bersimpuh bersujud di hadapan sang Shogun, kening putih yang tertutup poni ratanya menempel di tatami.

"Kembalilah ke kamar, jangan terlalu lama disini." Perintah Naruto dengan menampakkan senyum iblisnya. Mata birunya menyusuri tiap lekuk tubuh Hinata yang terbalut furisode sutera putih.

Tomoyo bangun dari posisi bersujudnya mengambil gulungan bestempel yang menyatakan kebebasannya, kemudian membungkuk memberi hormat dan berlalu meninggalkan Hinata sendirian bersama sang shogun.

'Semoga Kami-sama melidungi Hinata-nee...' Batin Tomoyo sembali menyusuri roka kembali ke istana selatan.

...

Hening.

Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kedua manusia yang berada di dalam kamar mewah itu. Hinata masih berdiri tanpa bergeming di depan shoji yang telah tertutup rapat. Hingga sang Kitsune no Shogun membuka mulutnya, menghentikan aksi diam seribu bahasanya.

"Kemarilah Hime, bukankah kau bertahun-tahun telah merindukanku?" Seringai licik tampak dari bibir sang Jenderal, kala dengan percaya dirinya masih menganggap sang lotus ungu masih meridukannya.

Tak ada jawaban dari bibir peach yang memucat itu. Hinata malah menggigiti bibirnya sambil menahan isakan.

"Kenapa...?" Suara bergetar itu terdengar dari bibir Hinata, mengalun pilu hingga siapapun yang mendengarnya pasti akan menitikkan air matanya, kecuali sang Shogun.

Pria setengah Kitsune itu sekarang tersenyum sambil menuangkan ocha hangat dari dalam poci ke cangkir cangkir kecil yang terbuat dari tanah liat.

"Kenapa kau membiarkan ku hidup Shogun-sama?" Ucapan Hinata terdengar tenang tapi menusuk, ada ribuan kepiluan dari setiap kata-kata yang mengalun lembut dari bibirnya.

Hinata bisa melawan siapapun yang menginjak harga dirinya, kecuali satu orang, sang pimpinan para samurai, Uzumaki Naruto.

Naruto mendongakkan kepalanya, menghentikan aktivitasnya meracik teh khas Jepang itu. Hatinya seolah teriris ketika Hinata memanggilnya dengan Shogun-sama bertahun-tahun dia terpaksa menjauh dari lotus ungunya ini, seolah tidak mengenal dan tak pernah terjadi apapun. Tapi sekarang ketika dia sudah mengakui mengenal gadis itu..., kenapa masih panggilan formal yang di dapatkannya.

Jujur, jauh dalam lubuk hatinya dia sangat merindukan Hinata memanggil nama kecilnya dengan tambahan suffix kun dibelakangnya. Naruto tersenyum kecut, dengan apa yang telah dia lakukan pada kehidupan Hinata, mendapatkan panggilan seperti itu rasanya akan sangat sulit dalam waktu dekat ini.

"Kenapa tak kau bakar aku saja bersama Neji-nii? Atau kau jadikan aku budak di pertambangan?" Kembali suara bergetar nan pilu menggema di kamar sang Shogun.

Hinata terduduk bersimpuh dengan lemah, cairan bening mulai meleleh dari mutiara lavendernya.

Bangkit dari zabuton*) yang didudukinya dengan nyaman, kaki-kaki jenjang itu menghampiri tubuh mungil yang terduduk lemas di depan shoji.

Naruto duduk tepat di samping Hinata menatap lekat sang gadis yang menangis lemah tak berdaya.

"Akhhhhh...," jeritan Hinata menyayat hati ketika tangan kekar sang Shogun menjambak surai gelapnya. Tangan tan Naruto yang lain mencengkram pipi gembul Hinata, membuat pandangan Hinata secara paksa menatap shapire biru yang menatapnya tajam.

Shapire dan mutiara lavender itu beradu, tatapan Hinata penuh dengan kebencian, tangannya memukul-mukul tangan tan yang menjambak rambutnya dengan kasar.

"Kau mau mati, hm?" Tanya Naruto dingin

"Akkkkhhhhhhhh...," jeritan Hinata semakin kencang kala Naruto mengeratkan jambakannya pada surai indigo Hinata.

"Jika kau mati sekarang kau tidak bisa melihat bagaimana cara ayahmu mati," ucap Naruto tajam dengan seringai iblisnya.

Mutiara lavender itu menyendu saat sang Ayah di sebut. "Dimana Tou-samaku...?" Tanya Hinata lirih.

"Aku tidak akan menjawabnya disini," seringai licik itu kembali muncul dari bibir Naruto.

Sebelum tangan-tangan kekar itu membawanya kedalam gendongan, Hinata dengan sigap menjauh dari sang Shogun , tapi usahanya sia-sia. Saat kaki-kaki putihnya berusaha untuk berdiri, tangan tan kekar itu mencengkram dengan kasar pergelangan kakinya.

Brukkkk,

Tubuh mungil Hinata tersungkur di tatami, dengan kasar Naruto menarik kaki Hinata agar tubuh mungil itu mendekat padanya.

"Akhhhhhhh," lagi, Hinata mengerang kesakitan kala punggung mulusnya bergesekan kasar dengan tatami, akibat tarikan sang Shogun.

"Aku suka caramu mengerang kesakitan," Naruto mengukung tubuh Hinata dibawah tubuhnya setelah berhasil menyeret tubuh mungil itu dengan kasar.

"Dimana Tou-samaku...?" Pertanyaan itu benar-benar menyayat hati, tapi tak sedikit pun Naruto iba pada gadis yang berada di bawah tubuh kekarnya itu.

"Sudah ku katakan aku tak akan menjawabnya disini, tapi diatas futon lembut itu." Mata Naruto melirik ke arah lantai yang lebih tinggi yang diselubungi kelambu, tempat futton lembutnya terbentang.

"Cuih," Hinata meludahi pipi tan Naruto.

Naruto, mengusap kasar wajahnya, membersihkan ludah sang gadis yang mengotori pipi tannya "Kau!" Suara eraman sangar dari bibir sang Shogun seketika membuat Hinata mencicit ketakutan.

Plakkkkkk,

Telapak tangan kekar sang Shogun menghantam keras pipi mulus geishanya. Kepala Hinata mulai terasa pening saat tamparan menghantam pipi poselennya menimpa luka lebam membiru saat pembantaian klannya, ujung bibirnya mulai mengeluarkan darah.

Naruto memandang sendu wajah Hinata yang meringis kesakitan. Ada rasa sesal di dalam dadanya kala menyadari tangannya telah lancang menyakiti lotus ungunya.

Tangan tan yang sebelumnya dia pergunakan untuk menyakiti sang lotus ungu, kini terulur membelai guratan merah bekas tamparannya yang menimpa lebam keunguan bekas malam pembantaian.

"Aku tak mau menyakiti mu Hime, maka jangan terlalu sering melawan ku, kau itu milikku..."

Tangan Hinata memukul-mukul dada bidang yang sekarang beradu dengan dada berisi miliknya. Tak mau terpancing lagi dengan emosinya, sang Shogun malah membelai lembut helaian indigo kesayangannya.

"Tadinya aku ingin mengajak mu meminum Ocha hangat dulu sebelum masuk kehidangan utama, tapi sepertinya aku sudah tak bisa menahannya lagi." Suara berat itu keluar dari bibir sang Shogun tubuh tegapnya sudah siap membawa Hinata kedalam gendongannya. "Jangan terlalu banyak berontak Hime, aku tak mau melukai mu lagi."

Aura gelap yang pancarkan sang Shogun begitu terasa, sehingga keinginan Hinata berontak dalam gendongan Naruto, sirna begitu saja. Bahkan tubuhnya mungilnya itu tak melakukan perlawanan ketika di rebahkan di futon lembut sang Shogun.

Tangan-tangan tan itu mengusap lembut pipi yang bengkak akibat tamparannya, tubuh tegapnya mengukung tubuh mungil yang meringkuk ketakutan di bawah tubuhnya.

"Kau merindukanku 'kan Hime?, jujurlah padaku," bisik sang Shogun sambil mengecapi leher putih nan jenjang sang lotus ungu. Tangan tannya mengelus lembut tiap inci tubuh Hinata yang terbalut furisode putih.

"Khe, kau bermimpi Shogun-sama." Bantah Hinata setengah berbisik di telinga sang Shogun.

"Hontou? Tapi geliat tubuh indahmu ini menjawab lain," Bisikan itu terasa sangat hangat di telinga Hinata.

"Kenapa tidak berontak lagi hm? Mulai menikmati sentuhanku 'kah?" Tangan tan itu menyusup ke belakang tubuh Hinata, melepaskan simpul obi yang diikat kebelakang. Tangan-tangan tan itu dengan piawai melerai tiap ikatan obi. Geisha bukanlah seorang pelacur yang mengikat obinya di depan sehingga dapat dengan mudah di buka kapanpun dan dimanapun. Geisha adalah pekerja seni kelas tinggi yang hanya bisa di miliki oleh para bangsawan.

Dan Naruto tangannya sudah sangat mahir melerai ikatan obi Geisha yang diikat di belakang.

Hinata mulai meronta saat Naruto melepas satu persatu lapisan obi yang mengikat furisodenya, tapi kungkungan tubuh sang Shogun yang lebih besar dari tubuhnya, membuat rontaannya menjadi tak berarti.

Naruto tersenyum penuh kemenangan ketika semua ikatan obi Hinata sudah terlepas dari furisodenya. Tinggal satu ikatan lagi pada nagajuban yang dikenakannya, maka semua lekuk molek sang lotus ungu itu dapat terlihat olehnya.

Tangan tan Naruto, berusaha melepaskan ikatan pada dalaman putih kimono berbahan katun itu.

"Suminasen, Shogun-sama...." Suara yang memanggilnya dari balik shoji membuat Naruto kembali mengurungkan niatnya untuk mengubah sang gadis menjadi wanita.

"KUSSOOOO!" Naruto menggeram penuh kemarahan menanggapi panggilan dari barlik shoji "Siapa?"

"Ini Oro-chan, Shogun-sama," Jawab sang pemilik suara dari balik shoji.

"Ck, Ada apa Orochimaru?" Tanggap Naruto dingin.

"Gadis yang anda bawa semalam, dan akan anda angkat menjadi Geisha anda, tertangkap, saat berusaha melarikan diri." Jawab sang pengururs istana selatan.

"Kusso!" Naruto turun dari atas tubuh Hinata, mengenakan atasan montsuki berwarna orange gelapnya "Kau tetap disini!" Perintah Naruto dengan menatap Hinata yang terbaring ketakutan di atas futon lembut itu.

....

"Bagaimana dia bisa berusaha kabur, hah!?" Tanya Naruto pada sang waria yang di percayanya mengurus para Geishanya.

"Dia memanjat tembok istana di pagi buta," Orochimaru menjawab pertanyaan sang shogun sambil mengikuti langkah cepat Naruto yang berjalan menyusuri rokka di istana utamanya, menuju istana selatan kediaman para Geishanya.

"Pagi buta?" Beo Naruto sambil menolehkan kepalanya.

Orochimaru terperanjat ketakutan saat melihat kilat kemarahan di shapire Naruto.

"Kau baru beri tahu sesore ini?" Tuntut Naruto sambil menatap lekat mata sang waria.

Orochimaru mengangguk ketakutan.

Tak mau membuang waktu Naruto lebih memilih segera berlari menuju istana selatan.

"Shogun-sama tunggu." Teriak Orochimaru manja sambil berlari-lari kecil mengejar sang Shogun.

...

Shapire menatap nyalang emerald yang menantang tatapannya.

Sakura saat ini berlutut di hadapan sang Shogun dengan keadaan tangan terikat, dan di tuding dua katana dari dua samurai yang berdiri di masing-masing sisinya.

Sang Shogun mendekati tubuh mungil yang berlutut di kakinya, tangan tannya kemudian menyusul mencengkram pipi putih pemilik surai sewarna gula kapas itu.

"Cuih." Lagi, untuk kedua kalinya dalam hari ini pipi tan Naruto di ludahi oleh dua wanita cantik.

Tangan tannya yang lain menjambak kasar surai merah muda sebahu itu, tak ada teriakan rintihan seperti saat dia menjambak Hinata, emerald Sakura malah semakin berani menatap tajam shapire sang Shogun.

"Kau harus lebih sering berlatih untuk kabur dari suami mu, Sakura-chan..." Komentar Naruto sambil mengusap kasar wajahnya akibat ludahan Sakura.

"Tak semudah itu menjadikanku seorang Geisha, aku tidak pernah hidup di Okiya dan tidak pernah belajar menjadi seperti mereka!" Mata Sakura melirik ke arah para Geisha yang berbaris rapi memandang ngeri sang Shogun yang sudah di penuhi aura gelap.

"Cambuk jalang ini!" Perintah Naruto pada para samurainya.

Crassssss.

"Akhhhhhhhhh."

Suara rintihan itu membuat sang Shogun membalikkan tubuhnya yang sudah hendak meninggalkan halaman utama istana selatan. Bukan, bukan istri Uchiha Sasuke yang menerima cambukan itu.

Tapi seorang gadis bersurai indigo yang sedang berusaha melindungi sahabatnya dari hukuman keji sang Shogun,

Hyuuga Hinata.

Samurai yang di perintahkan Naruto untuk mencambuk Sakura, menghentikan pergerakkannya. Sementara Sakura, matanya terbelalak melihat, sahabat indigonya yang sedang menghalau cambukan yang seharusnya dia dapatkan, lebih dari itu Sakura justru mempertanyakan keberadaan Hinata di penjara emas yang di ciptakan Naruto.

Dengan gerakan sigap Naruto mendekat ke arah Hinata, di rengkuhnya tubuh mungil itu.

"Baka, apa yang kau lakukan hah?!" Naruto mengelus pelan pipi Hinata yang di penuhi memar akibat perbuatannya.

Benturan saat klannya di bantai, tamparan Naruto, dan cambukan yang di terimanya, serta rasa sedih yang luar biasa akibat klannya di bantai, membuat tubuh Hinata melemah, kepalanya terasa berdenyut, perlahan mata sayunya mulai tertutup.

"Hinata!" Naruto berteriak kencang mencoba menyadarkan lotus ungunya.

Semua geisha yang berada di tempat itu memandang tidak percaya pada perlakuan Naruto yang begitu mengkhawatirkan Hinata.

Tubuh tegap itu, membawa sang lotus ungu ke dalam gendongannya. "Minggir!" Naruto menyingkirkan barisan para Geisha yang menghalangi jalannya menuju kamar Hinata, tapi sebelum dia naik ke roka, tubuhnya berbalik ke arah wanita bersurai permen kapas yang seharusnya mendapatkan cambukan.

"Urusan kita belum selesai Uchiha Sakura!" Shapire Naruto menatap tajam emerald yang juga tak takut untuk membalas dengan lebih tajam lagi, tapi kemudian emerald itu seketika menyendu, kala melihat sang sahabat indigo yang terkulai lemas di pelukan sang Shogun.

'Kenapa Hinata bisa berada disini?' Batin Sakura bertanya.

...

Bak porselen yang bisa hancur kapanpun Naruto merebahkan sangat lembut tubuh molek Hinata di atas futon lembut di kamar yang telah di siapkan khusus untuk Hinata.

"Tomoyo, tolong ambilkan air hangat." Perintah sang Shogun pada gadis yang berdiri di dekatnya.

Tomoyo membungkukkan badannya, sebelum keluar dari kamar untuk mengambil air hangat sesuai perintah sang Shogun

Naruto yang duduk di samping futon tempat berbaring sang lotus ungu, menatap sendu tubuh yang terkulai lemas dihadapannya.

"Kau terlalu baik atau bodoh, hm?" Tangan tannya membelai lembut poni indigo yang menutupi kening putih cinta masa kecilnya ini.

Kelambu yang tersingkap itu, di tarik Naruto hingga futton tempat dia dan Hinata berada hanya terlihat remang-remang. Tali yang menjadi penutup nagajuban yang di kenakan Hinata, dia buka pelan, menyusul dengan dilepasnya furisode yang obinya sudah dia singkap beberapa saat yang lalu di kamarnya.

Dengan telaten Naruto menyingkap nagajuban yang dikenakan Hinata. Senyum simpul tampak dari bibir sang shogun kala melihat tubuh molek Hinata yang kini hanya berbalut bra serupa kemben yang menutupi dada berisinya, dan rok pendek berwarna putih yang melilit di pinggangnya.

Perlahan dia hadapkan tubuh Hinata ke hadapannya, dengan posisi Hinata yang berbaring menyamping seperti ini dia lebih mudah untuk mengobati lotus ungunya.

Tangan tan itu mengeluarkan cahaya keemasan, dengan sangat hati-hati, takut jika Hinata terusik, Naruto mengarahkan tangannya yang di penuhi kilauan cahaya berwarna emas, ke punggung Hinata yang terluka akibat luka cambukan, dan tak butuh waktu lama, luka serupa garis panjang yang mengeluarkan darah itu sekarang hilang tanpa bekas.

Dengan sangat lembut dan hati-hati Naruto mengembalikan lagi posisi berbaring Hinata. Senyum kecil kembali terukir di bibirnya kala melihat wajah Hinata yang tidak memucat lagi.

"Suminasen." Suara Tomoyo dari luar kelambu membuat Naruto mengalihkan pandangannya dari lotus ungu yang sekarang tertidur dalam damai.

"Letakan saja wadah air hangat dan kainnya di meja, kau boleh kembali ke kamarmu, beristirahatlah." Titah Naruto.

Tomoyo membungkuk memberi hormat sebelum keluar dari kamar, meninggalkan sang murasakiro berdua bersama dengan sang kitsune.

...

Kain yang lembab dengan air hangat itu, menempel pelan di pipi putih bak pualam, dengan sangat pelan tangan kecoklatan sang jendral mengompres luka memar di pipi yang dulu selalu memerah bak buah persik kala dia goda.

Sebenarnya bisa saja Naruto menyembuhkan memar sang lotus ungu dengan kekuatannya, tapi entah kenapa, tangan-tangannya seolah ingin lebih lama merasakan lembutnya pipi putih bak porselen itu.

"Jangan terlalu sering membantahku Hime, aku tak suka jika harus kasar padamu..." Gumaman halus itu mengalun lembut dari bibir sang shogun. Tangan kekarnya masih setia mengompres pipi gembul itu dengan penuh kasih sayang.

"Menurutlah padaku Hime, kau tak akan bernasib sama dengan para Hyuuga yang lain..." Kening putih yang tertutup poni indigo di kecupi lembut oleh bibir sang Shogun. Menjadi pengantar tidur lelap sang tuan putri. "Oyasuminasai Hime..."

...

Katana tajam itu terus digenggam erat oleh telapak tangan tannya. Darah mengucur deras dari sela-sela jari-jemari sang Shogun, menghukum tangannya yang telah lancang menampar Hinatanya.

"Naruto-sama..." Suara anggun itu mengalihkan pandangan Naruto dari telapak tangannya yang mengucurkan darah. "Anda belum kembali ke istana utama?" Tanya sang pemilik surai pirang pucat.

Tak ada jawaban dari sang Shogun. Duduk terpaku di kursi marmer yang menghiasi taman di istana selatan, sambil menghukum tangannya sendiri, membuat Shion, sang Geisha kesayangan benar-benar iba pada sang Shogun.

"Berhenti menyakiti dirimu Naruto-sama..." Tak tahan melihat Dannanya yang sangat dia cintai, terus melukai dirinya sendiri, Shion berlari dan memeluk erat Naruto dari belakang. "Hentikan Naruto-sama, Hyuuga itu sudah tidak menganggapmu lagi, tak bisakah kau melihatku sedikit, melihatku sebagai diriku, bukan bayang-bayang Hyuuga itu?"

Naruto tersenyum tipis, membalikkan tubuhnya dan mengadu shapirenya dengan ametyst geisha dihadapannya. "Bisa kita kekamarmu saja?"

Tanpa banyak membantah Shion, merangkul erat tangan Naruto yang tidak terluka, mengajak sang Shogun menuju kamar pribadinya.

...

Jari-jemari putih Shion dengan telaten membalut luka sang Shogun. Sebenarnya tidak perlu di rawat seperti ini luka Naruto bisa sembuh dengan sendirinya dengan cepat, tapi entah kenapa malam itu pikirannya tentang Hinata, membuatnya enggan menggunakan kelebihannya.

Shion menatap tangan Naruto yang telah di balut perban sambil tersenyum puas "Ne, Naruto-sama luka mu akan sembuh dengan cepat..." Tangan putih itu mengelus lembut tangan tan yang terbalut perban.

Tangan lain Naruto menumpu tangan Shion yang mengelus tangannya, sambil menampilkan senyum tipisnya. "Gantilah pakaian mu dan lepaskan seluruh perhiasanmu.. " Sebuah perintah yang dibisikkan tepat di telinganya, membuat wajah putih Shion mengeluarkan semburat merah, mengerti apa yang di inginkan sang Shogun pada dirinya.

Shion keluar dari sekat sederhana berlukiskan mawar putih yang menjadi tempatnya berganti pakaian, surai pirang pucatnya yang sedari pagi di gelung dan dihiasi kanzashi kini terurai hingga ke pinggul, kimono uchikake mewahnya kini berganti dengan nagajuban putih sederhana yang sangat tipis.

Kaki-kaki jenjang putihnya menghampiri futon yang terselubung kelambu, tempat dimana sang Shogun sedang duduk bersila dengan bertelanjang dada, sambil memandang tubuh moleknya.

Tubuh molek sang geisha kini sudah duduk di pangkuan tegap sang Shogun tangan putinya membelai lembut rahang tegas berwarna kecoklatan itu.

"Aku milikmu Naruto-sama..." Bisiknya di telinga sang Shogun.

Seringai rubah itu tampak jelas terukir dari bibir sang jendral samurai. Tangan tannya melepaskan tali pengikat nagajuban tipis itu, menyingkap bagian yang menutupi ceruk leher Shion, lalu merengkuh erat pinggal sintal sang geisha, wajah tannya, dia benamkan ke ceruk leher wanita bermata ametyst ini.

"Ada apa Naruto-sama?" Tak seperti biasanya, kali ini Naruto mengangkat kepalanya yang terbenam di ceruk leher Shion, jika hari-hari sebelumnya dia selalu menikmati aroma mawar yang menguar dari tubuh Shion, tapi kali ini tidak, aroma lembut lavender yang dia hirup dari tubuh Hinata tadi sore tiba-tiba menguar di indra penciumannya.

Tak ada jawaban dari bibir sang Shogun kecuali senyuman tipis yang mengiringi pergerakkan tangannya, menutupi kembali tubuh molek Shion dengan nagajuban tipisnya.

"Beristirahatlah." Naruto menyingkirkan pelan tubuh sintal Shion dari pangkuannya, sambil meraih montsuki miliknya yang tergeletak di atas futon.

Seperti sebuah sambaran petir yang di dengar oleh telinga Shion. Hari ini, pertama kalinya setelah melakukan ritual mizuage bersama Naruto, sang Shogun menolaknya. Menolak tubuhnya yang hanya dia persembahkan untuk Naruto.

Mengenakan kembali montsuki orange tuanya, Naruto menutupi tubuh tannya yang tadi hanya memakai hakama hitam. Ia berjalan keluar dari kamar Shion, meninggalkan sang Geisha yang telah lama memendam cinta padanya.

...

Hening suasana tengah malam, mengiringi langkah kaki Naruto menyusuri rokka istana utama, menuju kamarnya. Rencananya untuk menikmati malam bersama lotus ungunya sudah berantakan dengan percobaan kabur Sakura, mencoba melampiaskan kembali rasa rindunya akan Hinata kepada Shion, kali ini tidak berhasil.

Hidungnya sudah terlanjur menghirup aroma lavender menenangkan dari tubuh Hinata, bibirnya sudah terlanjur mengecapi lembutnya bibir mungil Hinata. Seolah seluruh tubuhnya sekarang menolak kontak fisik apapun dari wanita selain lotus ungunya.

Krieeettttt.

Suara pergeseran shoji memecah keheningan di istana utama keshogunan. Bibir Naruto tersenyum miring, ketika melihat sang bibi. Permaisuri bersurai merah, sedang duduk nyaman di atas zabuton, hidangan lezat yang tersaji di atas meja kamarnya sudah tidak terlihat lagi, mungkin sang bibilah yang menyuruh para dayang membersihkan sisa-sisa kegagalan jamuannya.

"Baru selesai bermain-main?" Tanya Mito sakratris.

Tak ada jawaban dari bibir Naruto, kecuali senyum tipis yang mengiringi pergerakkan menuju lantai yang lebih tinggi tempat futonnya terbentang.

"Kau sudah berani mengabaikan Oba-san mu ini sekarang, Naruto?" Mito mengintrupsi kelakuan lancang keponakannya.

"Ba-san tak biasanya mau mengurusi urusan ku dengan wanita-wanita itu." Jawab Naruto santai, futon empuk yang semula menjadi tujuannya kini, beralih ke arah dimana sang bibi sedang duduk bersila, sambil menatap lekat dirinya.

Membiarkan sang keponakan duduk disampingnya sebelum dirinya menyampaikan maksud kedatangannya ke istana keshogunan. "Kau tidak bisa begitu saja menjadikan dua gadis itu sebagai Geisha, seorang Geisha harus di latih dan memiliki kemampuan khusus, tidak bisa sembarangan kau menjadikan seorang gadis sebagai Geisha."

"Bukankah, kau sendiri yang menjadikan perintah Shogun setara dengan perintah Kaisar? Kau melupakannya, Ba-san? Bahwa aku bisa dengan mudah mengubah status seorang bangsawan menjadi budak, apalagi untuk menjadi geisha pribadiku itu sangat mudah bagiku."

Mito tersenyum miring menanggapi pernyataan keponakannya. "Kau sudah mendapatkannya bukan? Berhentilah bermain-main, menikahlah, jika kau sangat mencintainya, sekarang aku akan restui pernikahan kalian."

"Siapa yang mengatakan aku masih mencintainya?" Sangkal Naruto.

"Matamu, cara kau menatapnya saat menipunya di halaman istana Hyuuga itu, aku tak melihat ada kebohongan di matamu. Tiap kata yang terlontar dari mulutmu, caramu mendekap tubuhnya dan mengecup bibirnya, tak ada sedikitpun tipu daya dalam setiap gerakanmu, kau mencintainya Naruto. Menikahlah, aku akan merasa sangat bersalah pada Kushina, dan Minato, jika kau terus menyimpan banyak wanita tanpa menikah."

...

Onsen istana selatan, memiliki satu kolam utama yang ukurannya sangat besar, biasanya disini para Geisha akan berendam bersama sambil bercengkrama satu sama lain.

Selain kolam pemandian air hangat yang sangat besar, onsen ini memiliki sembilan bilik yang merupakan kamar mandi pribadi para Geisha sang Shogun.

Didalamnya terdapat kolam air hangat dengan ukuran untuk dua orang berendam. Ya, ukuran untuk dua orang berendam, karena sang Shogun sesekali akan mandi bersama dengan para Geishanya.

Terkadang dia berendam di kolam besar bersama dengan seluruh Geishanya, atau beredam berdua secara intim di bilik salah satu dari empat Geisha kesayangannya.

Dan yang paling sering Shogun lakukan, adalah berendam berdua bersama Geisha tersayangnya, Shion, di kolam utama, dan menyuruh para Geisha yang lain mandi di bilik masing masing.

Onsen istana selatan, pagi ini di penuhi oleh para wanita cantik dengan tubuh molek yang hendak membersihkan tubuh mereka.

Sakura datang lebih dulu ke onsen, tidak seperti Hinata yang memiliki seorang dayang, atau para Geisha lainnya yang memiliki seorang maiko, Sakura mengusir setiap orang yang di perintahkan Naruto untuk melayaninya.

Emerlad Sakura menyusuri tiap jengkal onsen mewah ini, mencoba mencari keberadaan sang sahabat, dia butuh penjelasan kenapa Hinata, sahabat indigonya itu bisa berada di tempat terkutuk ini.

Shoji onsen, mewah itu di buka oleh gadis kecil dengan rambut kelam di kepang dua, di belakangnya mengiringi sesosok wanita dengan nagajuban sederhana, rambut indigonya terurai hingga mencapai panggul.

"Hinata!" Istri Uchiha Sasuke itu berteriak dengan kencang hingga enam Geisha yang hendak memasukan kakinya ke kolam air hangat besar itu terperanjat.

Sakura berhamburan kepelukan sahabat indigonya itu, tubuh Hinata sedikit oleng kala sang sahabat, menerjang memeluknya.

"Hinata, kenapa kau bisa berada disini?" Isakan halus terdengar di sela-sela pelukan Sakura.

Tangan putih Hinata mengelus lembut punggung sahabat merah mudanya nya itu.

"Kau sendiri kenapa bisa berada disini Sakura-chan?" Tanya Hinata seraya menyentuh lengan Sakura, agar pelukan mereka berjarak.

Emerald Sakura berkaca-kaca sambil memandang mutiara lavender sayu dihadapannya.

Seolah mengerti dengan keaadaan yang Sakura alami, Hinata menarik pelan sang sahabat menuju kursi marmer pendek kosong disalah satu sisi onsen.

Mutiara lavender itu memandang lekat kalung perak berbadul kipas, lambang klan Uchiha yang tergantung manis di leher jenjang Sakura.

"Kau seorang Uchiha sekarang hm?" Tanya Hinata dengan tatapan menggoda.

Sakura tertunduk malu dengan semburat merah menghiasi pipi putihnya.

Tangan putih Hinata mengelus lembut lengan sahabat merah mudanya, "Karena itu Shogun menawan mu disini?"

Sakura mendongakkan kepalanya, mengadu emeraldnya dengan mutiara lavender sahabatnya.

...

Hinata menghela nafas cukup panjang setelah mendengar cerita sahabatnya itu. Dia tahu persis kejadian pembantaian klan Uchiha, beberapa tahun lalu, karena ayahnya sendirilah yang menjatuhkan hukuman pembataian klan penguasa keshogunan itu atas perintah sang permaisuri.

Tapi cintanya pada sang Shogun menutup mata hatinya akan ke kekejaman Jendral Samurai itu. Bukan hanya itu, klan Uchiha yang sering melakukan kekejaman dan ketidak adilan pada rakyat kecil dan klan-klan kecil pun, juga menjadi alasan Hinata mendukung hukuman yang di jatuhkan pada klan Uchiha. Walau hatinya yang selembut salju juga sangat menolak tindakan Naruto itu.

Hinata tahu persis bahwa Itachi, dan Sasuke tidak pernah terlibat dalam tindakan semena-mena para Uchiha itu, tapi mereka juga harus menanggung hukuman atas kesalahan yang telah di perbuat oleh hampir seluruh anggota klan mereka.

Hanya kata-kata pelipur lara yang mengalun lembut dari bibirnya, yang dapat dia berikan kepada sang sahabat, untuk mengurangi duka Sakura. Karena dirinya sendiri juga berada di posisi seperti yang Sakura alami, bahkan lebih parah lagi.

"Ne, Hinata, kau belum menjawab pertanyaan ku kenapa kau berada disini, bukankah kau seharusnya berada di istana utama, kau istri Shogun itu, bukan?" Hampir lima tahun lebih sering menyambangi gubuk reot Uchiha di perbatasan Kyoto, membuat Sakura sangat jarang bertemu dengan Hinata. Setelah pembantaian klan Uchiha, Sakura hanya fokus mengurus Izumi, dan Mikoto, bahkan Sakura yang memiliki profesi sebagai tabib muda itu, juga melayani pengobatan di desa kecil perbatas Kyoto, tempat gubuk yang di tinggali oleh Mikoto dan Izumi.

Belum lagi keaadaan sang ayah yang terkena sakit keras satu tahun terakhir ini, membuat tabib muda ini hampir tidak punya waktu untuk sekedar memberi kabar pada Hinata, sekalipun Hinata sendiri sering menyambangi kediaman klan Haruno, dan tentu saja rencana pernikahannya rencana pernikahan palsu Uzumaki Naruto dan Hyuuga Hinata, membuat Sakura berkecil hati, dan lebih memilih menghindari sang sahabat.

Hinata tersenyum kecut mendengar pertanyaan sang sahabat. Kepalanya tertunduk, dengan air mata yang mulai merembes dari kelopak putih yang membingkai mutiara lavendernya.

Bibir Hinata bergetar, kala mengucapkan dua kata yang begitu membuat hatinya hancur berkeping-keping "H...H...Hyuu...ga, di..ban...tai...," Lirih, dengan nada yang sangat pilu, dua kata itu keluar dari mulut mungil Hinata. Hatinya benar-benar hancur ketika dua kata yang kembali mengingatkannya akan kehancuran kehidupannya.

Emerald Sakura membulat, seketika dia merengkuh sang sahabat yang mulai terisak. "Naruto, benar-benar sangat biadab sekarang," Sakura mengeram penuh kemarahan sambil mengelus bahu Hinata.

"Suminasen, Hinata-sama, sebaiknya anda segera mandi," Tomoyo mengingatkan dengan sopan.

Sakura menatap onix Tomoyo lekat, penuh tanda tanya.

Hinata beranjak dari pelukan Sakura, dan memandang Tomoyo serta Sakura bergantian. "Dia dayang yang melayani ku Sakura, apa kau tidak memiliki dayang atau seorang maiko yang melayanimu?"

Sakura menggeleng pelan sambil tersenyum, "Aku tidak sudi di layani oleh orang-orang Shogun keparat itu, maaf jika menyinggungmu..." Sakura menatap Tomoyo lembut "Tapi memang aku tak sudi menerima diperlakukan khusus sebagai simpanannya, bagaimanapun aku sudah bersuami..."

Hinata tersenyum tipis, sejujurnya dia sangat ingin menolak Tomoyo beserta semua fasilitas yang di berikan oleh Naruto, tapi mengingat bahwa Tomoyo hanya akan di bebaskan jika melayaninya dengan baik, Hinata berusaha menerima semua fasilitas yang di berikan sang Shogun.

"Aku mandi dulu, Sakura-chan, aku tak mau jika Tomoyo dipersulit." Hinata berjalan menuju salah satu bilik, diiringi oleh Tomoyo.

...

"Gomen, Hinata-nee, sebaiknya kita pindah bilik saja, ini adalah biliknya Shion-sama, aku takut dia mengamuk nanti," Tomoyo baru menyadari bahwa mereka sekarang berada di bilik sang Geisha kesayangan Shogun.

Hinata tersenyum tipis, "Baiklah, sebelum singa betina itu mengamuk kita pindah saja...." Baru saja Hinata hendak mengenakan nagajuban melapisi tubuhnya yang hanya terbalut kain putih dari dada sampai ke paha, rasa sakit mendera kepalanya tiba-tiba, akibat jambakan seseorang.

"Beraninya kau memakai bilikku hah! Jalang!" Shion mencengkram kasar rambut indigo Hinata, menyeretnya hingga ke shoji bilik tersebut.

"Akhhhhh." Hinata menjerit kesakitan.

"Shion-sama, kumohon lepaskan Hinata-sama, akulah yang bersalah, aku tidak memberitahunya jika bilik ini milik anda," Tomoyo memohon sambil berlutut di hadapan Shion, tapi Geisha itu tetap menyeret Hinata dan mendorongnya hingga terjatuh di luar bilik.

Buggghhhh.

Tubuh mungil Hinata tersungkur di atas lantai marmer onsen. Semua Geisha yang berada di onsen itu melihat Hinata dengan pandangan jijik, kecuali Sakura.

"Ada apa ini?"

Baru saja Sakura, bersiap menerjang Shion, suara bariton milik sang penguasa keShogunan mengalihkan perhatiannya dan semua wanita yang berada di onsen ini.

Naruto muncul setelah menggeser shoji onsen mewah itu. Tubuhnya hanya terbalut kain putih dari pinggang sampai ke paha, tubuh tan kekarnya terekspos jelas, membuat para Geisha itu, menanggalkan nagajuban mereka memamerkan, tubuh molek mereka untuk menggoda sang penguasa keShogunan.

Shion memampilkan senyuman penuh kemenangannya, melihat dannanya yang dia yakin akan membelanya. Mendekat ke arah Naruto berdiri, Shion mengelus lembut dada bidang Naruto, dengan tangan putihnya, sementara Hinata meringis kesakitan, kaki mulusnya yang membiru, akibat dorongan Shion, di elus pelan oleh Tomoyo.

"Dia beraninya memakai bilikku Naruto-sama." Shion mengadu dengan manja sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang Naruto.

Bukan sebuah pembelaan yang di dapat Shion, Naruto malah membuat jarak antara dirinya dengan Shion, dan berjalan menuju lotus ungunya yang terduduk menahan kesakitan.

Mata Shion, dan para Geisha lainnya, kecuali Sakura, membulat. Ini adalah pertama kalinya Naruto mengacuhkan Shion, Shion adalah Geisha pertama yang di dapatkan Naruto, setelah membayar mahal untuk harga kegadisan Shion, yang di lelang di Okiya tempatnya tinggal sembelumnya. Tidak ada yang pernah bisa mengalihkan perhatian Naruto dari Shion selama ini.

Naruto berjongkok, dan menatap lekat Hinata yang meringis kesakitan. Shapirenya beradu dengan mutiara lavender milik Hinata. "Tadinya aku kesini untuk minta digosokkan punggung, lalu mandi dan berendam bersamamu, tapi sepertinya ada keributan kecil, mungkin lebih baik jika kau kubawa ke istana utama."

Kali ini para Geisha itu kembali tersentak mendengar pernyataan Naruto. Mereka semua tahu, bahwa Naruto tak pernah sekalipun mengajak mereka masuk kedalam onsen pribadinya di istana utama, sekalipun itu Shion. Hari ini untuk pertama kalinya Hinatalah yang akan mandi bersama sang Shogun di dalam istana utama.

Raut wajah, Tomoyo dan Sakura menjadi cemas seketika, kala mendengar ucapan Naruto. Mereka sangat mengkhawatirkan nasib Hinata yang akan mandi bersama dengan sang Shogun.

Tanpa menunggu jawaban dari Hinata, tangan kekar Naruto menyusup ke balik dengkul dan punggung Hinata, membawa sang lotus ungu kedalam gendongannya.

Ronta-rontaan kecil dilakukan Hinata sebagai bentuk penolakan dari ajakan sang Shogun "Lepaskan aku breksek!"

"Jangan melawanku lagi Hime..." Bisik Naruto lembut, sambil mengeratkan pelukannya pada Hinata yang sudah berada dalam gendongannya.

Kaki Naruto melangkah meningalkan onsen istana selatan, sambil menggendong lotus ungunya, dan meninggalkan para Geishanya yang menatap keheranan.

Shion menatap kepergian Naruto dan Hinata dengan pandangan penuh kebencian, dan kedengkian.

Sementara Tomoyo dan Sakura menatap penuh cemas, Hinata yang akan mandi bersama dengan sang Shogun.

***

Dayang-dayang yang bertugas di istana utama terperanjat melihat Naruto yang bertelanjang dada menggendong seorang gadis, menyusuri rokkya, mereka mengira pagi ini Naruto akan mandi di istana selatan, bersama para Geishanya, bukan membawa Geishanya ke dalam istana utama.

"Taburkan mawar, di dalam kolam air hangatku, siapkan matsu, dan lilin wangi!" Perintah Naruto, seraya berjalan menuju onsen istana utama.

Tak butuh waktu lama, semua yang diinginkan Naruto, sudah di siapkan para dayangnya, ketika kakinya menapaki onsen pribadinya.

Kaki kekar kecoklatan itu melangkah-pelan, menuju kolam besar yang terbuat dari bebatuan alam yang di pahat sedemikian rupa, tangan-tangan kekarnya yang membawa sang lotus dalam gendongannya perlahan melepaskan pelan tubuh seputih susu itu kedalam kolam air hangat yang sudah di penuhi taburan kelopak mawar merah.

Tubuh Hinata langsung menjauh, ketika Naruto menyusulnya memasuki kolam air hangat itu. "Kenapa begitu ketakutan Hime, kemarilah," Naruto menarik tangan Hinata, membawa tubuh mungil yang mencoba meronta itu, kedalam dekapan hangatnya.


"Lepaskan aku!" Teriak Hinata, sambil terus berusaha lepas dari dekapan sang Shogun.

Naruto tersenyum remeh, sambil menyandarkan paksa kepala indigo Hinata di dada bidangnya. "Hei, bukankah sudah lama sekali kau ingin ku peluk seperti ini?"

"Hentikan mimpi mu itu Shogun-sama," Hinata berhasil mendongakkan kepalanya menatap nyalang shapire dihadapannya dengan mutiara lavendernya yang biasa terlihat sendu.

"Panggil aku Naruto, Hinata! Panggil aku Naruto-kun seperti kau memanggilku dulu!!" Tangan tan yang tadi mendekapnya kini mencengkram erat dua lengan Hinata. Hati Naruto benar-benar sakit saat mendengar Hinata masih memanggilnya dengan panggilan resmi.

"Kau..., kau bukan Naruto-kun ku...," Hinata berhasil mendorong tubuh Naruto menjauh dari tubuhnya dan, melangkah mundur menjauhi sang shogun. "Kau bukan Naruto-kun ku, Naruto-kunku tak pernah kejam sepertimu, dia tidak pernah membunuh tanpa alasan, bahkan binatang sekecil apapun dia tidak tega membunuhnya." Air mata mulai berlinangan dari mutiara lavender itu, diiringi dengan isakan-isakan menyayat hati.

Naruto melangkah mendekati Hinata yang berdiri terpojok di dinding kolam di bawah pancuran, kilatan amarah terpancar dari shapirenya, sakit, hatinya benar-benar sakit mendengar Hinatanya tidak mengakui dirinya.

Tubuhnya kian dekat dengan Hinata, tangan tan itu mencengkram erat kedua lengan putih Hinata. "Kau tidak menginginkanku Hime?" Suara Naruto bergetar, sambil menatap lekat mutiara lavender Hinata.

"TIDAK!" Teriak Hinata lantang sambil menantang tatapan dari shapire yang beradu dengan mutiara lavendernya.

Naruto menampakkan seringai iblisnya mendengar jawaban Hinata, tubuh mereka kian dekat, dada bidangnya yang terekspos, menempel dengan dada berisi Hinata yang terbungkus kain putih yang melilit tubuhnya.

Bibir sang Shogun tanpa permisi langsung melumat bibi peach mungil milik Hinata, lumatan yang sangat kasar disertai dengan gigitan buas, yang membuat bibir mungil itu hingga membengkak.

"Ngggghhhh..." Hinata mengerang merespon bibir bibir yang sedang melumat bibirnya.

Tangan Naruto terlepas dari cengkramannya di lengan Hinata, berpindah ke pinggul sintal Hinata yang di rengkuhnya erat.

Semakin lama semakin dalam ciuman sepihak yang dimainkan sang Shogun semakin dalam, lidahnya bahkan memaksa mulut mungil Hinata agar terbuka, dan menjelajahi tiap inci rongga mulut Hinata. Hingga saliva mereka menetes.

Air mata kian meleleh dari mutiara lavender itu, sakit hatinya, ketika dirinya kembali tidak bisa menolak tiap sentuhan sang Shogun yang menyusuri tiap inci kulitnya, ciuman buas sang Shogun yang melumat bibirnya dengan kasar. Orang yang menghancurkan keluarganya, orang yang menghabisi kakak tersayangnya.

Tidak seharusnya dia berada dalam pelukan orang yang telah menjadikan adiknya budak, tidak seharusnya dia berada dalam kolam air hangat ini berdua bersama orang yang telah menginjak harga dirinya sebagai bangsawan. Tidak seharusnya dia berciuman dengan orang yang telah menyiksanya lahir dan batin.

Kulit tan dan kulit seputih susu itu bergesekan dengan lembut, gemericik air hangat yang mengucur dari pancuran, menerpa kulit mereka, menambah rasa hangat di sela-sela, peraduan tubuh mereka yang saling bersentuhan.

Isakan demi isakan kecil keluar dari mulut Hinata ketika sang Shogun dengan asik bermain dengan tubuhnya.

"Aku sangat ingin melihat mu menari Hime, menarilah besok, maka akan kupertemukan kau dengan Tou-samamu."

つづく

Tsudzuku

Continue Reading

You'll Also Like

23.6K 3.1K 11
Mas Mantan Commission Story by Pororo90 X AphroditeHyuga Naruto © Masashi Kishimoto animed by Periot Studios. NaruHina Fanfiction Indonesia. Credits:...
1.4M 122K 64
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...
52.3K 8.4K 35
Dalam perjalanan balas dendamnya Hinata menemukan Naruto, pria dengan sejuta ambisi di dalam kepalanya. Namun jika punya satu tujuan yang sama, buka...
1.9M 182K 51
[TAMAT DAN PART LENGKAP!] [FOLLOW DULU YA SEBELUM MEMBACA!] Jadi seorang Babysitter untuk tiga anak kembar? Apalagi mereka yang sangat hiperaktif, te...